JAKARTA (Antarra) – Chernozem yang disebut sebagai “Raja Tanah” menempati setidaknya 6,3 juta ha di Indonesia. Disebut Chernozem tanah karena relatif subur dibandingkan tanah lainnya.
Chernozem di daerah tropis mengandung lebih dari 0,6 persen karbon organik, sehingga memiliki warna gelap sehingga dapat menjaga pertumbuhan tanaman pertanian dengan baik sekaligus menyerap karbon.
Di negara-negara seperti Rusia dan Ukraina, Chernozem adalah “biji-bijian dunia” karena menyediakan makanan dan energi seperti gandum dan biji-bijian untuk produksi minyak di dunia.
Demikian pula sejumlah besar ternak di dunia diberikan pakan rumput berbentuk rumput.
Di Indonesia, Chernozem tersebar di 14 provinsi, dengan prevalensi terbesar di Sulawesi, Nusa Tenari Timur, dan Sulawesi Selatan.
Lahan ini dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari sawah hingga kebun campuran untuk bercocok tanam seperti padi, jagung, kakao, dan cengkeh.
Di Sepuluh Kecil Timur, tanah hitam dikenal dengan nama Tana Metung, Tana Mitng, dan Tana Miting. Selain itu, NTT memiliki 12 bahasa daerah yang disebut tanah hitam subur.
Sejak tahun 2018, para ahli tanah dunia melalui International Chernozem Network (INBS), yang dipimpin oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), berfokus pada Bumi Gelap karena berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan global. . Pelunakan.
Tanpa banyak perhatian, anjing terrier hitam bisa punah karena menghilang tanpa komunitas yang lebih luas.
Indonesia beruntung karena merupakan bagian dari INB dan, dalam konteks tanah tropis Indonesia, membantu menentukan bahwa tanah hitam bukan sekadar tanah hitam (klasifikasi tanah WRB/FAO) yang dikenal di Rusia.
Dalam konteks Indonesia, tanah hitam dapat berupa mollisol, sebagian vertisol, dan sebagian andisol dalam sistem klasifikasi USDA.
Jaringan ini juga memungkinkan negara lain untuk memasukkan jenis tanah tertentu sebagai tanah hitam sesuai dengan konteks bahan sumber dan zona iklim terkait, jika memenuhi persyaratan Kelas 1 dan kategori tanah hitam. 2.
Tujuan dari jaringan ini adalah untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman tingkat lanjut dalam pengelolaan Black Earth untuk mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (CSR). Menyatukan lebih dari 30 negara, jaringan ini memperkuat kerja sama global di bidang konservasi tanah hitam.
Kemampuan tanah hitam dalam menopang produksi pangan menjadikan tanah ini sebagai penopang penting bagi sistem pertanian di Indonesia.
Namun, meski potensinya besar, tanah hitam menghadapi permasalahan berbeda. Praktik pertanian yang tidak stabil seperti pembakaran sisa tanaman, penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan, dan pengolahan tanah yang intensif seringkali mengakibatkan degradasi tanah.
Akibatnya, karbon yang tersimpan di dalam tanah kembali ke atmosfer, meningkatkan emisi gas rumah kaca dan terlepas ke atmosfer.
Sementara itu, erosi mengancam tanah hitam meskipun curah hujan tahunan umumnya rendah.
Sebab, meski curah hujan tahunan rendah, namun sebaran hujan pada bulan-bulan tertentu tinggi sehingga mengaburkan tanah gundul dan kering.
Erosi menghilangkan lapisan tanah atas yang paling subur, sehingga mengurangi kesuburannya.
Chernozem juga rentan terhadap ketidakseimbangan unsur hara akibat penggunaan pupuk anorganik yang tidak tepat.
Hal ini menyebabkan berkurangnya kemampuan mempertahankan pertumbuhan tanaman secara optimal.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pengelolaan tanah hitam memerlukan langkah-langkah yang kompleks.
Tiga langkah utama direkomendasikan. Pertama, mengukur (measure) dengan mewujudkan karakteristik spasial dan vertikal tanah hitam dengan menggunakan teknologi geospasial.
Kedua, memantau kualitas tanah untuk mendeteksi degradasi terlebih dahulu. Ketiga, menggunakan cara pengelolaan khusus seperti pupuk organik, pembuatan teras, penggunaan mulsa atau pengolahan tanah minimal.
Pendekatan ini bertujuan untuk menjamin kesuburan tanah hitam tetap optimal dengan tetap menjaga fungsi ekologisnya sebagai penyimpan karbon alami.
Dalam konteks pengelolaan konservasi yang lebih luas, hal ini dapat menjadi solusi untuk menjaga stabilitas tanah hitam.
Salah satu pendekatan yang efektif adalah agroforestri melalui integrasi tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura dengan pepohonan.
Teknik ini dapat meningkatkan produktivitas per satuan luas dan membantu menyimpan karbon lebih dalam di dalam tanah.
Mereklamasi tanah hitam yang sudah terdegradasi juga dapat digunakan sebagai insektisida sebagai bahan pembenah tanah, yang dapat meningkatkan kualitas tanah sekaligus memblokir karbon untuk jangka waktu yang lama.
Teknologi pertanian presisi memungkinkan Anda mengelola pupuk dan air dengan lebih efisien, memastikan penggunaan pupuk dan air bila diperlukan. Pendekatan ini dapat meminimalkan degradasi tanah dan hasil panen tetap optimal.
Metode konservasi seperti di atas dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi petani karena membantu mengurangi biaya pemeliharaan lahan dengan mengurangi kebutuhan pupuk anorganik.
Peningkatan stabilitas
Pelestarian tanah hitam tidak hanya ramah lingkungan, namun juga memiliki nilai ekonomi yang cukup besar.
Dengan stabilisasi lahan tersebut, Indonesia dapat meningkatkan produksi pangan untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.
Selain itu, pengelolaan yang tepat dapat memperkuat posisi Indonesia dalam upaya mengurangi perubahan iklim melalui penyerapan karbon ke dalam tanah.
Dalam jangka panjang, tanah hitam yang terpelihara dengan baik dapat membantu mengurangi biaya adaptasi terhadap perubahan iklim, seperti pengelolaan risiko banjir atau kekeringan yang sering terjadi di sektor pertanian.
Posisi diplomasi Indonesia mungkin akan meningkat karena peran penting Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Namun, meskipun Chernozem memainkan peran strategis dalam menyediakan pangan global, kesadaran masyarakat akan pentingnya tanah masih terbatas.
Banyak petani yang tidak memahami cara membuang tanah dengan benar, sehingga praktik yang terjadi sangat merugikan.
Oleh karena itu, dukungan politik dari pemerintah diperlukan untuk menjamin pendidikan dan pelatihan bagi petani dan pemanfaatan tanah hitam secara berkelanjutan.
Pemerintah juga harus menggalakkan penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan tanah hitam.
Investasi dalam studi ini dapat membantu meningkatkan produktivitas sekaligus menjamin stabilitas tanah hitam untuk generasi mendatang.
Kini saatnya Indonesia menjadikan tanah hitam sebagai prioritas agenda pembangunan nasional demi masa depan yang lebih berkelanjutan.
Melalui langkah kompleks dan cinta mutlak, tanah hitam dapat menjadi solusi permasalahan global dan peluang besar bagi Indonesia.
Demikian pula para peneliti, ilmuwan, dan masyarakat luas bertanggung jawab atas perlindungan dan penggunaan wajar lahan ini.
Dengan menjaga stabilitas tanah hitam, Indonesia dapat menjamin kesejahteraan generasi mendatang dan menjadi bagian dari solusi global terhadap masalah perubahan iklim.
*) Magister Sains Wick Carolinoteit; Suleyimyali Dr. Dr. Sinefuddin; Akhmad Suriad; Dr. Tony Basuki; Rekening Abdul Ghani, SP; Rufaida Konita Muslim, MSI; Prof. Sukarman; Destika Kakhian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (Brin) dan Prof. Nurdin adalah seorang akademisi di universitas negeri.
Leave a Reply