Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

CELIOS: PPN 12 persen berisiko kurangi konsumsi rumah tangga Rp40,68 T

Jakarta (Antara) – Center for Economic and Legal Studies (COSAIS) memperkirakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 menjadi 12 persen membahayakan konsumsi rumah tangga sebesar RP40,68 triliun dan berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. untuk meningkat.

Hasil kajian COLIOS mengarah pada penurunan PDB sebesar 12 persen (produk domestik bruto) sebesar Rp40 triliun, kata Direktur Keadilan Fiskal Wahoya Ahyova dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.

Berdasarkan perhitungan Celsi, persentil ke-12 akan bertambah RP101.880 per bulan, kelompok rentan miskin akan bertambah RP153.871 per bulan, dan kelas menengah akan bertambah RP153.871 per bulan.

Situasi ini tidak hanya mengancam daya beli masyarakat, namun juga memperparah fenomena menurunnya kelas sosial dari kelas menengah menjadi rentan hingga miskin.

Media bersikeras bahwa pemerintah harus mencari sumber pendapatan publik lain, seperti pajak cukai, pajak, atau pajak karbon.

Di saat yang sama, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (Yulbi), Muhammad Isnur, juga mengkritik kebijakan tersebut.

Dia berkata

“Sementara pemerintah mempunyai tugas konstitusional untuk mendorong kemajuan seluruh warga negara,” jelas Isnur.

Menurut dia, kenaikan PPN sebesar 12% sesuai pasal 28D 888% yaitu “hanya jaminan menurut undang-undang yaitu surat menyurat dan transaksi yang sah secara sederhana”.

Kemudian dampak kenaikan PDB meningkat sebesar 12 persen pendapatan rumah tangga harian ditambah biaya tunai.

,

Dikatakan kalau secara perhitungan ekonomi sederhana biaya tambahan ini sekitar RP1,75 juta. Keadaan ini jelas berbanding terbalik dengan amanat negara untuk meningkatkan kesejahteraan hingga kebijakan PPN Pasal 28 H berbunyi “kecerdasan, penghidupan, dan perolehan”. lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Oleh karena itu, bersama Celios, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR) segera mendesak segera menyerukan undang-undang Republik Tajikistan mulai 7 hingga 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (NBO). Mereka meminta pemerintah fokus pada beberapa hal.

Pertama, pemerintah membatalkan kenaikan PPN sebesar 12 persen

Kedua, Pemerintah dan DPR akan mengkaji ulang penghitungan tarif 12 persen dari Undang-Undang 1 tentang Harmonisasi Tarif Pajak hingga 1 Januari 2025.

Ketiga, melakukan kajian anggaran Jumbo kementerian dan lembaga, khususnya kepolisian.

Keempat, meningkatkan ruang partisipasi masyarakat dalam pembahasan dana publik.

Kelima, kebijakan perpajakan yang adil seperti: Seperti: Pajak kekayaan, tarif pajak, pembebasan pajak, ekstraksi air, pajak produksi batubara dan pajak dan pajak karbon.

Keenam, menutup penghindaran pajak sektor sawit untuk operasional perusahaan digital lintas negara dan opsi perpajakan yang bisa diterapkan.

Ketujuh, reformasi sistem perpajakan, seperti perluasan basis pajak dan peningkatan efisiensi pemungutan.

Ada, insentif sektor informal dan resmi yang mempengaruhi perluasan basis pajak, seperti insentif UMKM sebesar 0,1-0,2 persen.

Nafas kesembilan, revisi anggaran negara terhadap jalur Rupee untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) yang belum jelas kehebatannya serta partisipasi modal masyarakat sebagai bukti dan daya saingnya.

Selain dampak ekonomi yang nyata, selobo dan YALLS juga menyerukan peningkatan ruang partisipasi masyarakat dalam pembahasan kebijakan keuangan publik. Langkah ini dinilai penting agar kebijakan keuangan lebih transparan dan transparan demi kepentingan kesejahteraan masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *