Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Menjaga desa wisata berkelanjutan dan jadi penggerak ekonomi

Bandung (Antara) – Ribuan desa wisata tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dan kini terus dikembangkan. Selain itu, maraknya gebrakan di media sosial (medsos) sehingga mampu menarik minat wisatawan lokal yang penasaran untuk berkunjung.

Berdasarkan informasi jaringan pariwisata dan sejenisnya (Jadesta) Kementerian Pariwisata, per 21 Oktober 2014, 6 6 6 Desa Wisata Tersebar di berbagai provinsi, dengan rincian desa dan 334 desa berkembang dan kota berkembang, 334 desa maju 33 mandiri wisatawan.

Jumlah desa wisata meningkat tajam sebesar 76 persen dibandingkan tahun 2012 sebanyak 3.419 desa wisata. Selama dua tahun terakhir, masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan relaksasi, tidak hanya terfokus pada destinasi wisata utama yang dikelola pemerintah atau perusahaan swasta besar, desa wisata berbasis kota juga banyak yang berkunjung ke kota.

Menurut Kementerian Pariwisata, Desa Wisata di Indonesia harus memiliki kenyamanan, fasilitas, dan aksesibilitas yang baik. Daya tarik utama suatu kota wisata berupa panorama alam, amenitas berupa sarana pariwisata, aksesibilitas hingga prasarana di lokasi wisata.

Strategi pemerintah adalah mengembangkan peternakan wisata sesuai kuantitas produknya. Maraknya desa-desa wisata dan berdampak pada perekonomian desa yang diakibatkan oleh munculnya warung-warung, pertokoan dan pertokoan di sekitar kawasan serta adanya transaksi jual beli.

Wisatawan harus tinggal di desa

Dan peningkatan jumlah Desa Wisata merupakan berita menggembirakan. Namun kondisi kota wisata saat ini patut diingatkan, seperti yang dikatakan Richard W. Cicero (konsep pengembangan siklus kawasan pariwisata: implikasi terhadap pengelolaan sumber daya, 1980) bahwa Destinasi Wisata mempunyai Siklus.

Menurut Richard, suatu destinasi wisata cepat atau lambat akan mencapai ambang dan puncak kejayaan, kemudian mengalami mati rasa dan kemunduran.

Dan dikatakan oleh Profesor Emeritus pariwisata dari Universitas Strathclyde di Skotlandia bahwa para pemangku kepentingan desa wisata, ribuan wisatawan, yang bukan wisatawan saat ini, pada akhirnya tidak akan pingsan, karena mereka tidak mampu mempertahankan desa wisata.

Saat ini banyak desa wisata yang dulunya viral, kini banyak yang tumbang. Kebanyakan dari mereka sudah kehilangan pekerjaan, perasaan terhadap Pandemi Covi-19 dan tidak bisa bangkit lagi, karena banyak infrastruktur yang terbengkalai.

Ada juga yang tidak terjerumus dalam kesalahan pengelolaan yang tidak memperhitungkan biaya pemeliharaan infrastruktur, seperti ketika salah satu infrastruktur rusak, karena ketika salah satu infrastruktur rusak, seperti akses jalan, pengunjung beralih ke wisata lain. .

Ada pula pengunjung yang tertinggal karena banyak peserta pameran yang sudah melakukan pengeboran di daerah lain.

Kota-kota wisata ini umumnya mengandalkan wisata alam yang cenderung mirip dengan objek wisatanya, dan cenderung membangun secara kompetitif dengan beberapa atraksi yang sama, seperti pintu keluar dan jembatan alam Flying Fox, terowongan dan lubang, terowongan Berbagai gambar yang ada. bukan merupakan budaya asli desa itu sendiri.

Dengan adanya tempat wisata yang serupa atau mirip, pada akhirnya akan membuat pengunjung bosan.

Fokus pada potensi lokal

Diah Wahhyu utami yang merupakan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (Brin) memberikan solusi atas permasalahan tersebut, antara lain Desa Wisata harus fokus pada potensi lokal. Membangun kota wisata yang diawali dengan potensi keunikan tempat dan kearifan tempat tersebut akan menjadi daya tarik wisata.

Kemudian mempertimbangkannya secara sosiokultural. Sebuah kota yang mempunyai bangunan bersejarah atau arsitektur tradisional, sikap kota yang unik dan tradisi atau upacara yang unik dapat menjadi daya tarik kota wisata.

Tak lupa pengelola harus selalu berinovasi agar bisa terus berkembang, apalagi jika ada tanda-tanda penurunan pengunjung.

Pengembangan ini tidak hanya melibatkan pembangunan tempat wisata seperti jembatan cermin dan gambar romantis, namun juga melibatkan mahasiswa seni, penciptaan komunitas ekonomi, serta penciptaan cerita lokal atau cerita rakyat untuk berkontribusi pada cerita atau cerita rakyat lokal. cerita untuk berkontribusi pada cerita lokal atau cerita rakyat untuk berkontribusi pada cerita lokal atau cerita rakyat untuk berkontribusi pada daya tariknya.

Inovasi tersebut dapat dihasilkan secara intrinsik di Desa Wisata atau berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk tetangga untuk menciptakan konten pariwisata yang selalu berkembang, tersampaikan dan unik. Dengan inovasi, stagnasi atau penurunan pengunjung bisa dihindari.

Bagian lain dari dukungan pariwisata berkelanjutan adalah pentingnya kemudahan akses informasi, terutama informasi melalui website dan akun media sosial.

Bukan informasi tapi AIDS Digital, desa wisata bisa membangun komunikasi dengan kota yang lebih luas untuk menarik desa wisata di tingkat nasional maupun internasional. Yaitu sistem digital yang tidak bersifat statis melainkan dinamis dan memudahkan calon pengunjung atau wisatawan dalam mencari informasi yang akurat dan terkini.

Dukungan Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah juga menjadi faktor penting dalam mendukung upaya pariwisata berkelanjutan, tentunya dengan membuat peraturan daerah yang melakukan pengembangan kota wisata berkelanjutan, Prasarana Pendukung Pintu dan Keamanan serta Ketertiban Umum dan Organisasi Kemasyarakatan yang Berkelanjutan. seperti biaya ekspor.

Prasarana seperti akses jalan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan desa wisata, apalagi jika lokasi sasaran berada di daerah terpencil, sehingga tidak menutup kemungkinan tidak terdapat akses jalan di desa tersebut.

Prasarana jalan menuju tempat wisata juga masih menjadi perhatian bagi pengelola desa, jika pengelola desa wisata pada awalnya tidak bisa meluangkan waktu untuk melakukan pemeliharaan secara optimal.

Pemerintah desa agar terus mengawal keberlangsungan tempat wisata, karena keberadaan desa wisata memberikan dampak yang luas, seperti tumbuhnya kuliner, perusahaan oleh-oleh dan jasa lainnya.

Jangan lupa agar pemerintah daerah dan pusat selalu mengembangkan workshop atau pelatihan bagi pengelola Desa Wisata, agar memahami bagaimana menyediakan fasilitas dan meningkatkan pelayanan, sehingga wisatawan dapat kembali berkunjung.

Manajer dan pimpinan berupaya beradaptasi dengan kondisi lingkungan sosio-bisnis dan teknologi terkini dan menghasilkan keselarasan dengan lingkungan alam sekitar, terutama jika desa didasarkan pada bentang alam.

Semua pihak bekerjasama untuk menjadi desa wisata yang ada, sehingga ketertarikan untuk menciptakan desa wisata yang tidak dengan pengelolaan yang lebih baik akhirnya meninggalkan pengunjung dan singgah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *