Ankara (ANTARA) – Presiden pemakzulan Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Minggu (15/12) mengabaikan panggilan pengadilan yang dikeluarkan sekelompok jaksa yang menyelidiki upaya penerapan darurat militer pada 3 Desember.
Yun tak hadir meski tim jaksa sudah melayangkan surat panggilan pada Rabu (11/12) untuk mengundangnya hadir guna dimintai keterangan pada Minggu.
Jaksa berencana segera mengeluarkan surat panggilan kedua kepada Jon, yang kini dicurigai melakukan makar setelah parlemen menolak deklarasi darurat militer.
Korea Selatan, negara dengan perekonomian terbesar keempat di Asia, menghadapi krisis politik yang semakin parah setelah Yoon mengumumkan darurat militer. Parlemen mencabut status ini beberapa jam kemudian.
Pada Sabtu (14/12), Majelis Nasional yang dipimpin oposisi mengusulkan pemakzulan Yuna setelah beberapa anggota parlemen dari partai berkuasa mendukung usulan tersebut.
Dia sebelumnya selamat dari upaya pemakzulan pertama awal bulan ini setelah anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa memboikot pemungutan suara tersebut.
Nasib June kini berada di tangan Mahkamah Konstitusi, yang memiliki waktu 180 hari untuk memutuskan apakah pemakzulan akan dipertahankan atau dibatalkan.
Jika pemakzulan ditegakkan, pemilihan presiden baru harus diadakan dalam waktu 60 hari.
Langkah pemakzulan ini menyebabkan penyelidikan luas terhadap Yūn sendiri. Dia adalah presiden pertama yang menghadapi tuduhan pengkhianatan dan penghasutan serta larangan bepergian ke luar negeri.
Ion terpilih pada tahun 2022 untuk masa jabatan lima tahun hingga tahun 2027. Namun, pemerintahannya lumpuh setelah oposisi Partai Demokrat memenangkan mayoritas dalam pemilihan parlemen pada bulan April lalu.
Setelah pemakzulan, Yoon berjanji akan melakukan yang terbaik untuk negaranya “sampai akhir”.
Sumber: Anadolu
Presiden Korea Selatan mencabut darurat militer setelah ditolak oleh 190 anggota DPR
Leave a Reply