Jakarta (ANTARA) – Teuku Riefky memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga sebesar 6% pada bulan ini.
“Mengingat betapa pentingnya nilai tukar rupiah, kita tahu bahwa BI seharusnya menetapkan suku bunga acuan sebesar 6% pada Rapat Dewan Gubernur bulan ini,” ujarnya di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan, kenaikan harga rupiah disebabkan kekhawatiran kenaikan harga barang impor ke Amerika pada masa pemerintahan Donald Trump.
Alhasil, Indonesia mengalami inflow sekitar US$750 juta atau setara Rp12,02 triliun (kurs US$1 = Rp16.028) sejak pertengahan November.
Jumlah ini mencakup US$350 juta (Rp 5,6 triliun) dari obligasi pemerintah dan investasi luar negeri sekitar US$400 juta (Rp 6,4 triliun) dari pasar modal dalam negeri.
Riefky mengatakan, penjualan bersih obligasi pemerintah Indonesia oleh investor asing dilakukan melalui kepemilikan jangka pendek, yang ditunjukkan dengan kenaikan buah.
Imbal hasil tetap 1 tahun meningkat dari 6,33% pada 19 November menjadi 6,74% pada 13 Desember, sedangkan imbal hasil 10 tahun sedikit meningkat dari 6,93% menjadi 7,05%.
“Meskipun sebagian besar investasi didorong oleh kekhawatiran mengenai masa depan kebijakan perdagangan AS, penurunan dampak obligasi pemerintah Indonesia juga menunjukkan kekhawatiran investor,” katanya mengenai prospek perekonomian Indonesia dalam jangka pendek.
Riefky mengatakan masuknya modal dari emerging market menyebabkan mata uang negara berkembang melemah dan menyebabkan Indeks Dolar AS (DXY) naik dari 103,42 pada awal November menjadi 106,94 pada pertengahan Desember.
Ia mengatakan, rupiah terdepresiasi 1,39% secara bulanan ™ dari Rp15.770 per dolar AS menjadi Rp15.990 per dolar AS dalam 30 hari terakhir.
Namun rupiah akan melemah pada tahun 2024 terhadap mata uang lainnya. Dengan tingkat devaluasi sebesar 3,86% year-to-date (ytd), rupiah telah mengungguli peso Filipina, rubel Rusia, lira Turki, real Brasil, dan peso Filipina.
Namun, rupiah jauh lebih lemah dibandingkan yuan Tiongkok, rupee India, baht Thailand, rand Afrika Selatan, dan ringgit Malaysia.
Seiring meningkatnya nilai rupiah sejak Oktober, Riefky mengatakan cadangan devisa Indonesia berkurang sekitar US$1 miliar (Rp 16,03 triliun), dari US$151,2 miliar (Rp 2.423,4 triliun) pada Oktober 2024 menjadi US$150,2 miliar. (Rp 2.407,4 triliun) pada November 2024.
Dia mengatakan, penurunan DPK valas ini disebabkan oleh peran Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan pembayaran utang luar negeri pemerintah Indonesia.
“Cadangan devisa yang ada saat ini untuk membiayai 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. Berikutnya, asalkan valas yang disetor cukup, maka ada sekitar 3 bulan kata sandi impor,” ujarnya. . .
Leave a Reply