JAKARTA (ANTARA) – Suku Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Jakarta Pusat mengungkapkan, pada tahun 2024, terdapat sebanyak 228 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah tersebut.
Sudin PPAPP Jakarta Pusat akan menangani 228 kasus pada 2024, sepanjang Januari hingga Desember, kata Kepala Pelaksana Sudin PPAPP Jakarta Pusat, Leni Yunengsih, saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan data pos pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta Pusat pada tahun 2024, 101 dari 228 kasus merupakan kekerasan terhadap perempuan (44 persen), 91 terhadap anak perempuan (40 persen), dan 36 terhadap anak laki-laki (16 persen).
Sebanyak 33 kasus ditemukan di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Harapan Mulia dan sebanyak 39 kasus di RPTRA Kebon Melati.
Selain itu, di RPTRA Madusela 20 kasus, RPTRA Pulo Gundul 45 kasus, RPTRA Planet Senen 39 kasus, dan tingkat provinsi 52 kasus.
Berdasarkan statistik, jika dilihat dari pelaporan atau non-pelaporan, ada 79 kasus (35 persen) yang dilaporkan ke polisi. Sedangkan 149 kasus lainnya (65 persen) tidak dilaporkan ke polisi, kata Leni.
Selain itu, kata Leni, total kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani Dinas PPAPP DKI Jakarta pada tahun 2024 sebanyak 2.041 kasus.
Rinciannya, kekerasan terhadap perempuan sebanyak 892 kasus (44 persen), kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 797 kasus (39 persen), dan kekerasan terhadap anak laki-laki sebanyak 352 kasus (17 persen).
Dari 2.041 kasus tersebut, sebanyak 228 kasus ditemukan di Jakarta Pusat, Jakarta Utara (362 kasus), Jakarta Barat (462 kasus), Jakarta Selatan (440 kasus), Jakarta Timur (536 kasus), dan Kepulauan Seribu (13 kasus).
Ini adalah bentuk kekerasan seksual yang paling umum. Disusul kekerasan psikis, kekerasan fisik, dan penelantaran, kata Lenny.
Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Pusat, khususnya Suku Dinas (Sudin) PPAPP dalam melindungi anak dan mencegah kekerasan, perkawinan atau pekerja anak, yakni pencegahan dengan memperkuat sosialisasi melalui jalur “luring” dan daring (online).
Kemudian memberikan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang melibatkan berbagai pihak yang terlibat dalam peningkatan kesadaran, mengidentifikasi prevalensi kekerasan dengan survei pengalaman hidup anak daerah (SPHAD) dan menyediakan saluran pengaduan di berbagai sektor.
Kemudian, peran orang tua dan keluarga juga sangat penting dalam pendidikan anak. Orang tua perlu menanamkan karakter pada anak sejak dini, agar dapat menghargai diri sendiri dan orang lain serta tidak menggunakan kekerasan.
Leave a Reply