Tabanan, Bali (Antara) – Kajian Fodor’s Travel yang menempatkan Pulau Bali dalam daftar destinasi atau destinasi wisata yang tidak layak dikunjungi pada tahun 2025, disebut tidak mempengaruhi perjalanan wisata di kawasan destinasi wisata Jatiluwih Tabanan. (DTW), Bali.
Kunjungan wisatawan ke DTW Jatiluwih tidak ada dampaknya. Terlihat dari data kunjungan Sabtu 23 November, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dalam satu hari tercatat sebanyak 409 orang dan wisatawan nusantara (pengetahuan) 502 orang. masyarakat, ” kata pengelola kawasan destinasi, Wisata Jatiluwih I Ketut Purna di kediaman Tabanan, Minggu.
Meski ada kabar dari Fodor, Ketut Purna meyakini hal itu tidak akan mempengaruhi kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang berlibur di DTW Jatiluwih, Tabanan, Bali.
Ketut Purna mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali yang menyebutkan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali mencapai 5.273.258 orang pada tahun 2023. Angka tersebut naik 144,61 persen dibandingkan tahun 2022 yang hanya 2.155.747 kunjungan.
Secara keseluruhan, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali pada Januari-Agustus 2024 mencapai 4.155.540 orang. Angka tersebut meningkat 21,55 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yakni sebanyak 3.418.667 orang.
Lebih lanjut Ketut Purna mengatakan, untuk menghindari kemacetan wisatawan di wilayah Bali selatan, diperlukan upaya dari berbagai pihak dan pemangku kepentingan untuk mengenalkan wisatawan ke wilayah Bali Utara, Timur, dan Barat agar tidak berkumpul di kawasan tersebut. selatan.
Ia mengatakan: “Ketika Fodor memasukkan Bali ke dalam daftar permasalahan overtourism, maka hal tersebut dapat diatasi dengan memaksimalkan upaya promosi potensi pariwisata di Bali.”
Ketut Purna mengatakan, agar Pulau Bali tetap menjadi daya tarik wisatawan mancanegara, ia menghimbau seluruh elemen untuk melestarikan budaya Bali agar tidak hilang seiring berjalannya waktu.
Dikatakannya: “Sesungguhnya keindahan alam Pulau Bali tidak bisa dibandingkan dengan negara lain. Mari kita bekerja sama semaksimal mungkin untuk menjaga kelestarian budaya Bali.”
Ia meyakini wisatawan mancanegara yang datang ke Bali tidak hanya melihat alamnya saja, namun yang utama adalah budaya Bali.
Dengan tetap menjaga budaya Bali, Ketut Purna yakin pariwisata di kawasan itu akan terus menjadi daya tarik wisatawan berkunjung ke Bali dalam situasi apa pun.
Sebelumnya, UNWTO atau UN Tourism mengumumkan 55 kota wisata dengan predikat Best Tourism Towns yang diterima langsung oleh I Ketut Purna yang datang ke Kolombia pada Jumat (15/11).
Desa Jatiluwih terpilih dari total 260 desa wisata lainnya dari 60 negara anggota UN Tourism.
UN Tourism menyebutkan 55 desa wisata yang memiliki predikat baik dinilai berdasarkan sembilan indikator, yaitu sumber daya alam dan budaya, promosi dan pelestarian budaya, kelestarian ekonomi, sosial dan lingkungan, integrasi rantai nilai dan pengembangan pariwisata, pengelolaan dan prioritas pariwisata, konektivitas dan infrastruktur. serta keselamatan, keamanan dan kesehatan.
Selain Desa Jatiluwih, Desa Wukirsari Kapanevon Imogiri di Bantul, DI Yogyakarta juga meraih penghargaan serupa.
Dan setelah mendapat predikat Desa Wisata Terbaik dari PBB, DTW Jatiluwih pun berhasil memperoleh Certidewi (Sertifikat Desa Wisata Berkelanjutan) pada Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024. Sertifikat ini diserahkan pada Forum Kerja Sama Mitra Strategi ADWI 2024.
Ketut Purna mengatakan, penghargaan ini merupakan pengakuan atas dedikasi Desa Jatiluvih dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan.
Keberhasilan tersebut tidak lepas dari berbagai upaya kota dalam menjaga kelestarian alam, melestarikan nilai-nilai budaya lokal, dan memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan.
Jatiluwih dengan filosofi Tri Hit Karan yang mengedepankan keselarasan antara manusia, alam, dan spiritualitas, menjadi contoh nyata kota wisata yang mampu mengintegrasikan keberlanjutan dengan atraksi pariwisata.
“Penghargaan ini merupakan bukti nyata komitmen masyarakat Jatiluwih dalam menjaga keharmonisan budaya, lingkungan hidup, dan kesejahteraan bersama. desa ini,” kata Ketut Purna.
Leave a Reply