Jakarta (ANTARA) – Kakao sangat dihargai di seluruh dunia karena manfaat kesehatannya, terutama kandungan antioksidannya seperti procyanidin dan flavonoid.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi coklat secara teratur dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan meningkatkan sirkulasi darah.
Industri kuliner kakao juga mengalami perkembangan pesat di seluruh dunia. Di beberapa negara, coklat tidak hanya hadir sebagai makanan manis, namun juga diolah menjadi hidangan gourmet yang kompleks dan eksklusif. Cokelat artisan misalnya, merupakan produk premium yang menggunakan biji kakao pilihan dan melalui proses pengolahan yang lebih hati-hati hingga menghasilkan cita rasa yang unik.
Sementara itu, tren coklat sehat atau coklat fungsional yang diperkaya dengan tambahan nutrisi juga berkembang pesat.
Namun, industri di balik komoditas berharga ini menghadapi berbagai tantangan, mulai dari tekanan lingkungan, penurunan tingkat produksi hingga tantangan pengendalian kualitas dan tuntutan keberlanjutan pasar.
Produksi kakao di Indonesia saat ini stagnan, bahkan mengalami penurunan, padahal peran coklat dalam perekonomian nasional masih sangat penting.
Pada tahun 2021, luas lahan kakao di Indonesia akan mencapai 1,5 juta hektar, berkurang dibandingkan tahun 2017 sebesar 1,7 juta hektar. Produksi kakao Indonesia akan mencapai 667,3 ribu ton pada tahun 2022, dimana lebih dari setengahnya akan diekspor yaitu 385.981 ton. . senilai US$1,26 miliar atau sekitar Rp 20 triliun.
Meskipun Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar di dunia, namun negara kita masih terus mengimpor biji kakao mentah dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pada tahun 2021, Indonesia mengimpor sekitar 133 ribu ton biji kakao senilai USD 340,2 juta atau setara Rp 4,8 triliun. Hal ini disebabkan karena produksi biji kakao dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengolahan, baik kuantitas maupun kualitas.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor, perlu dilakukan upaya peningkatan produktivitas dan kualitas biji kakao dalam negeri melalui peremajaan tanaman, pelatihan petani dan penggunaan teknologi pertanian yang lebih baik.
Masalah sektoral
Petani kakao di Indonesia menghadapi banyak tantangan dalam bidang usahanya. Harga jual yang rendah dan berfluktuasi, terutama bagi petani kecil, membuat pendapatan mereka tidak stabil dan kurang menguntungkan. Hal ini terjadi karena petani kesulitan menjaga kualitas biji kakao karena kurangnya pengetahuan tentang cara menanam kakao yang baik, termasuk proses fermentasi yang optimal. Rendahnya kualitas biji kakao menyebabkan rendahnya harga jual di pasar internasional.
Sementara itu, serangan hama seperti Penggerek Buah Kakao (PBK) dan Vascular Streak Dieback (VSD) kerap menyerang tanaman kakao di lapangan.
Tantangan lainnya adalah tingginya biaya produksi. Naiknya harga pupuk dan bahan baku lainnya menjadi beban petani. Para petani berjuang untuk mencapai pasar yang lebih menguntungkan atau menjual langsung ke produsen coklat, sehingga menghasilkan keuntungan yang rendah.
Perubahan iklim menyebabkan pola cuaca tidak menentu sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kakao.
Agroindustri kakao harus beradaptasi terhadap tantangan-tantangan ini dalam menghadapi meningkatnya permintaan pasar akan produk-produk berkualitas dan berkelanjutan.
Di Indonesia, situasi ini juga diperparah dengan menurunnya produktivitas yang disebabkan oleh degradasi lahan, penuaan tanaman, dan terbatasnya sumber daya di kalangan petani kecil. Selain itu, masalah kualitas juga penting.
Pusat Standardisasi Instrumen Perkebunan (PSI Perkebunan) Kementerian Pertanian telah aktif mengembangkan Standar Nasional Indonesia (RSNI) benih kakao.
Upaya pembentukan RSNI benih kakao bertujuan untuk meningkatkan mutu benih kakao di Indonesia, memberikan acuan bagi petani, melindungi konsumen dan mendukung peningkatan produktivitas tanaman kakao nasional.
Selain itu, memberikan perhatian khusus terhadap produksi kakao dalam negeri merupakan langkah awal yang penting dalam memajukan industri kakao di Indonesia. Pengusaha perkebunan kakao hendaknya fokus pada peningkatan kualitas biji kakao yang dihasilkannya.
Pemerintah juga telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao yaitu SNI 2323-2008-Amd1-2010 tentang biji kakao sebagai acuan mutu biji kakao Indonesia. Standar mutu ini merupakan pedoman penting untuk pengendalian dan pengawasan mutu.
Salah satu prasyarat untuk menjaga kualitas biji kakao adalah fermentasi. Biji kakao yang berkualitas akan meningkatkan harga jual biji kakao Indonesia, kesejahteraan petani dan kepercayaan industri pengolahan kakao dalam negeri.
Unduh di bawah
Penjualan kembali kakao merupakan strategi penting untuk meningkatkan nilai tambah dan keberlanjutan industri kakao di Indonesia. Karena tidak bergantung pada produksi biji kakao mentah saja, pengembangan lebih lanjut melalui diversifikasi memungkinkan terciptanya produk turunan kakao yang memiliki nilai ekonomi lebih besar dan dapat menarik pasar yang lebih luas.
Langkah diversifikasi dapat berupa pengembangan berbagai produk olahan kakao seperti coklat, bubuk kakao, mentega kakao, serta produk inovatif lainnya seperti minuman berbahan dasar kakao, makanan ringan, dan kosmetik berbahan dasar kakao.
Dengan menciptakan rantai nilai yang lebih panjang, diversifikasi agrobisnis kakao memberikan peluang bagi pelaku komersial untuk meningkatkan pendapatan dan memperkuat daya saing produk kakao Indonesia di pasar internasional.
Selain itu, diversifikasi ini membantu mengurangi risiko fluktuasi harga biji kakao di pasar dunia. Ketika permintaan kakao mentah menurun atau harga dunia tidak stabil, pelaku pertanian dapat mempertahankan pendapatan dengan menjual produk turunannya yang memiliki pasar lebih stabil dan beragam.
Untuk mendukung diversifikasi agribisnis kakao, pemerintah dan pihak terkait harus memberikan dukungan berupa pelatihan, teknologi, dan fasilitas yang memadai bagi petani dan pengusaha.
Selain itu, penguatan infrastruktur dan akses pasar internasional juga menjadi faktor penting agar produk olahan kakao Indonesia dapat bersaing dan diterima di pasar global.
Produk olahan kakao yang berkualitas mempunyai potensi besar untuk diekspor dan memenuhi kebutuhan pasar utama dunia serta merebut hati pasar global yang menghargai produk alami dan berkualitas.
*) Kuntoro Boga Andri, adalah Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Perkebunan Kementerian Pertanian.
Leave a Reply