Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

Jakarta (ANTARA) – Pemerintah resmi menepati rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. Biaya ini berlaku mulai 1 Januari 2025.

Sementara itu, pemerintah tengah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang ditujukan pada enam aspek yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hybrid, serta kepemilikan.

Menteri Keuangan Shri Mulyani Indrawati mengatakan paket stimulus dirancang sekomprehensif mungkin untuk menjamin keseimbangan antara data perekonomian dan pandangan berbagai pihak.

Namun reaksi masyarakat skeptis terhadap keputusan pemerintah yang dinilai semakin mengekang kemampuan perekonomian masyarakat. Masyarakat tak henti-hentinya meminta pemerintah menghapus kebijakan PPN 12 persen.

Penjelasan PPN 12 persen

Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Probova Subianto dan DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, terutama pada kelompok barang mewah.

Dalam jumpa pers pada Senin (16/12), pemerintah mengumumkan tarif PPN tunggal sebesar 12 persen, namun kecuali barang dan jasa kebutuhan pokok serta pemerintah mengenakan pajak (DTP) pada tiga barang tersebut.

Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam pengertian Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HEC) adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang benar-benar diperlukan oleh masyarakat pada umumnya, antara lain beras, padi-padian, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayuran.

Dari segi pelayanan, meliputi pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, pelayanan keuangan, pelayanan asuransi, pelayanan pendidikan, pelayanan angkutan umum dan pelayanan ketenagakerjaan. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rumah susun, serta penggunaan listrik dan air minum juga berhak mendapatkan pembebasan PPN.

Sementara itu, ada tiga barang yang seharusnya dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 12 persen, namun kenaikan tarif sebesar 1 persen diambil alih oleh pemerintah karena dianggap penting bagi masyarakat. Ketiga produk tersebut adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak nabati untuk rakyat atau MinyaKita.

Di luar kedua kelompok tersebut, tarif PPN sebesar 12 persen.

Terkait barang mewah, pemerintah melakukan penyesuaian definisi barang mewah dalam kebijakan PPN sebesar 12 persen.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Irlang Harthart, konsep barang mewah hingga saat ini mengacu pada ketentuan pemberlakuan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan tidak bermotor. – kendaraan bermotor.

Rincian mengenai kendaraan tidak bermotor diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023 antara lain hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat terbang, dan kapal pesiar mewah.

Sementara itu, dengan PPN 12 persen, pemerintah memperluas jangkauan barang mewah, juga menyasar kebutuhan dasar, layanan kesehatan dan pendidikan yang dikonsumsi oleh orang kaya – atau yang disebut Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

Merujuk definisi dalam UU Pembangkit Listrik Tenaga Air, kelompok tersebut seharusnya mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Namun karena sifatnya yang premium, pemerintah mengenakan PPN sebesar 12 persen atas barang dan jasa tersebut.

Misalnya saja dalam UU HEC, daging merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun daging sapi Wagyu dan Kobe nantinya akan masuk dalam golongan PPN 12 persen. Begitu pula dengan ikan yang juga dibebaskan PPN, namun ikan salmon dan tuna yang banyak dikonsumsi kalangan atas akan dikenakan tarif sebesar 12 persen.

Dalam hal pelayanan pendidikan, sekolah dengan gaji tinggi merupakan pembayar PPN. Jika berbicara tentang pelayanan medis, layanan VIP merupakan salah satu contoh layanan yang dianggap premium.

Listrik untuk konsumen rumah tangga berkapasitas 3500-6600 VA dengan tarif PPN 12 persen juga akan dikecualikan.

Informasi tambahan mengenai barang dan jasa yang dikenakan PPN sebesar 12 persen, serta barang dan jasa yang diberikan manfaat, akan diatur dalam peraturan yang akan diterbitkan kemudian, yang dapat berupa keputusan menteri atau keputusan pemerintah.

Paket insentif ekonomi

Untuk memitigasi dampak kenaikan tarif PPN, telah disiapkan paket langkah stimulus.

Untuk merespons risiko terhadap daya beli masyarakat, pemerintah menawarkan tiga insentif untuk menghidupi keluarga, yakni subsidi beras sebesar 10 kilogram per bulan yang akan disalurkan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP pada tiga item barang, dan diskon listrik sebesar 50 persen. . di bawah 2200 VA.

Untuk mengurangi risiko PHK, pemerintah memperkuat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap biaya manfaat dan jangka waktu klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk masa manfaat enam bulan (sebelumnya 45 persen untuk tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan berikutnya) dengan perpanjangan masa banding menjadi enam bulan setelah pemberhentian.

Program JKP juga memberikan akses terhadap informasi pasar tenaga kerja dan pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

Karena adanya risiko kerawanan pengusaha, maka telah disiapkan insentif bagi UMKM yaitu perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah 500 juta rupiah per tahun.

Paket insentif ekonomi berikutnya ditujukan kepada industri padat karya. Terdapat manfaat PPh 21 DTP bagi pekerja yang berpenghasilan hingga Rp10 juta per bulan, bantuan biaya subsidi bunga sebesar 5 persen, dan manfaat asuransi kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

Pemerintah juga menyiapkan insentif pembelian kendaraan listrik dan hybrid berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN sebesar 10 persen atas kendaraan listrik yang telah dihapusbukukan (CKD) (PPnBM DTP 15). persen untuk impor CBU dan CKD dan bea masuk 0 persen untuk CBU CBU. Selain itu, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan hybrid.

Terakhir, paket stimulus menyasar sektor real estate, memperluas pembebasan PPN DTP untuk rumah dengan harga jual hingga Rp 5 miliar. Jumlah PPN yang ditanggung maksimal Rp 2 miliar dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

Dampak terhadap perekonomian

Salah satu konsekuensi dari kebijakan PPN 12 persen adalah kemungkinan terjadinya inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center for Economic and Legal Research (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN sebesar 12 persen pada tahun 2025 dapat meningkatkan inflasi hingga 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi pada November 2024 dipatok sebesar 1,55 persen (y/y).

Celios juga memperkirakan kenaikan PPN dapat meningkatkan pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sedangkan pada kelompok kelas menengah, pengeluarannya meningkat sebesar 354.293 rupiah per bulan.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyatakan dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tidak terlalu signifikan. Menurut prakiraan Deputi Gubernur BI Aida Budiman, dampak PPN terhadap inflasi sekitar 0,2 persen.

Dari sisi pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kementerian Koordinator Perekonomian Feri Irawan mengatakan, risiko pertumbuhan inflasi diperkirakan akan meningkat, tercermin dari adanya bantuan pangan. . paket insentif dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Tunjangan tersebut diberikan selama dua bulan untuk mendukung tingkat inflasi pada triwulan pertama, yang diharapkan dapat berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun tersebut. .

Namun efektivitas paket stimulus yang disiapkan pemerintah menimbulkan banyak pertanyaan. Salah satu komentar datang dari kepala ekonom Permata Bank Josua Pardede, yang mengatakan manfaat stimulus hanya berumur pendek. Sedangkan dalam jangka panjang, perlu ada penilaian tambahan dari pemerintah.

Senada, Direktur Eksekutif Center for Economic Reforms (CORE) di Indonesia Mohammad Faisal mengatakan pemberian berbagai insentif belum cukup untuk meredam dampak kenaikan PPN hingga 12 persen. Pasalnya, permintaan dan kinerja industri sudah melemah. Meskipun terdapat insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri-industri tersebut sudah mengalami penurunan, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan alas kaki.

Di sisi lain, ada optimisme terhadap kebijakan PPN 12 persen.

Misalnya, peneliti Center for Economic Reforms (CORE) Indonesia Yusuf Randi Manillet memperkirakan paket stimulus termasuk dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Namun, ia juga memperingatkan mengenai terbatasnya durasi dan cakupan setiap stimulus.

Kemudian, Kepala Institute of Economic Development and Finance Center for Food, Energy and Sustainable Development (Indef), Abra Talattav, menilai subsidi listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi rumah tangga dengan pendapatan terbatas, yang sangat bergantung pada subsidi. tarif listrik. Ia meminta pemerintah memastikan tawaran potongan tarif listrik awal tahun depan bisa memenuhi target.

Lebih lanjut ia meminta pemerintah melakukan penilaian menyeluruh untuk memastikan bahwa dampak kebijakan tersebut tidak hanya bersifat sementara tetapi juga berdampak kuat pada pola konsumsi jangka panjang.

Jika hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap pertumbuhan konsumsi masyarakat, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus.

Secara umum, paket stimulus pemerintah dinilai bersifat sementara. Selain itu, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang sudah ada.

Direktur Celios Bhima Yudhisthira mendesak pemerintah mencari alternatif kebijakan tarif PPN. Menurut dia, perluasan basis pajak, pemberlakuan pajak kekayaan, dan penghapusan celah penghindaran pajak lebih efektif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *