Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Walmart Birkin Bag dan balas dendam atas kemewahan yang elitis

Jakarta (ANTARA) – Tas Hermès Birkin selalu menjadi simbol kemewahan yang diidam-idamkan banyak orang, simbol gaya yang menjadi simbol sosial bagi mereka yang merasa layak untuk “diteguhkan”.

Namun siapa sangka tren saat ini lahir jauh dari aura eksklusif Hermès, yakni di department store Walmart Amerika Serikat.

Peristiwa ini membuat kita bertanya-tanya apakah kemewahan itu tidak mahal dan humor bisa menjadi hal baru dalam mendefinisikan gaya hidup?

Walmart menciptakan peristiwa yang mengejutkan separuh Amerika. Warga AS kini tertarik dengan apa yang disebut “Tas Walmart Birkin” atau “Wirkin”.

Dibanderol mulai dari US$78 hingga US$102, tas ini menjadi pilihan bagi Anda yang ingin memiliki “gaya Birkin” tanpa harus menjual ginjal.

Sebagai perbandingan, tas Birkin asli dari Hermès mulai dari US$9.000 dan tidak termasuk daftar tunggu yang panjang yang membuat barang-barang ini menjadi lebih baik.

Dengan selisih harga yang luar biasa besarnya, tak heran jika ‘Wirkin’ menjadi bintang baru khususnya di platform media sosial TikTok.

Walmart bahkan menambahkan item “edisi terbatas” yang biasanya terjual habis. Tombol Beritahu Saya di halaman produk menjadi pintu masuk bagi pelanggan yang ingin menunggu untuk menerima tas “ramah kantong” mereka.

Namun, seperti semua tren hebat, tidak semua orang menyukainya. “Ini mencemari pilihan Hermès,” kata pengecer mewah Las Vegas Michael Mack kepada Newsweek.

Dia khawatir barang-barang tersebut mencerminkan pentingnya pengerjaan dan sejarah panjang di balik Birkin pertama.

Faktanya, dalam dunia fesyen yang terus berubah, tidak jarang ditemukan tren yang melampaui batasan tradisional antara kemewahan dan budaya populer.

Terjangkau di Walmart, namun mengingatkan kita pada tas Hermès Birkin yang legendaris, tas ini memicu perbincangan global tentang kondisi sosial, ketidakadilan, dan bagaimana fesyen telah menjadi alat budaya demokrasi.

Sejak diluncurkan, Walmart Birkin alias Walmes menjadi perbincangan hangat di media sosial mulai dari TikTok hingga Instagram.

Konsumen muda, terutama Gen Z, dengan cepat menerima tas ini, menjadikannya simbol baru dari semangat memberontak dan menantang tren fesyen elitis.

Kisah ini bukan sekadar pengulangan estetis. Ada narasi yang lebih luas yang bisa dibaca dari tren ini, yang menunjukkan bahwa spesifikasi menjadi sebuah kemewahan di masyarakat yang terus menolak pilihan dan mengutamakan kreativitas dan penemuan.

Sebuah studi McKinsey bekerja sama dengan Box1824 menemukan bahwa perilaku Generasi Z di Brasil lebih menghargai narasi di balik produk daripada identitas merek yang diwakilinya.

Melalui penelitian kualitatif dan kuantitatif yang melibatkan berbagai kelas sosial ekonomi, penelitian ini menemukan empat karakteristik utama Generasi Z: pencarian kebenaran, penghargaan terhadap pendapat individu, partisipasi aktif dalam kegiatan sosial, kepercayaan pada dialog untuk menyelesaikan konflik, serta pengambilan keputusan dan analisis. . . pragmatis. Oleh karena itu, mereka biasa disebut “Gen Sejati”.

Dalam konteks Walmart Birkin, tas ini menjadi pernyataan budaya. Bukan karena Hermès mencoba mencocokkan gaya Birkin, tapi karena tas tersebut memberikan humor dan humor di tengah kepedulian duniawi dan barang mewah.

Kisah ini ditulis oleh Susan B. Senada dengan apa yang dikatakan Kaiser dalam bukunya Fashion and Culture Studies (Studi Mode dan Budaya). ) 2012). Ia mengatakan fashion harus dipahami tidak hanya sebagai pakaian, tetapi juga sebagai fenomena budaya yang seringkali merespons ketidakadilan sosial dan ekonomi.

Mengapa ini terjadi? Hal ini dimungkinkan dan dimungkinkan karena sikap mulai berubah di dunia mode. Di masa lalu, kemewahan diukur dengan harga dan kelangkaan.

Dengan harga mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta rupee dan proses pembuatan yang unik, Hermes Birkin menjadi simbol kemewahan konvensional. Namun di era digital, nilai tersebut digantikan oleh kreativitas dan humor.

Walmart Birkin menjadi penanda bahwa generasi muda tidak lagi memandang fashion sebagai sesuatu yang serius dan eksklusif, melainkan sebagai wadah bermain dan mengekspresikan diri.

Kemudian, dalam hal ini, media sosial juga berperan besar dalam mendukung proses tersebut. Di dunia yang dikuasai oleh visual, estetika adalah pendorong utama pergerakan.

Pelanggan tidak peduli dengan skin asli atau gaya desain, karena yang terpenting adalah tampilan produk di Instagram atau TikTok.

Tas Walmart Birkin sederhana, dengan harga di bawah $50, bisa sama menakjubkannya dengan Hermès Birkin saat diposting di media sosial.

Hal ini menciptakan budaya konsumen yang inklusif di mana siapa pun dapat tampil “mewah” tanpa mengeluarkan banyak uang. Mungkin “Walmart Birkin” adalah cara untuk mengimbangi kemewahan yang Anda rasakan begitu istimewa.

Bahasa budaya

Namun, dibalik keceriaan dan kelucuan yang dibawa oleh praktik ini, ada beberapa pembelajaran penting yang bisa dipetik. Acara ini mengajarkan bahwa fashion adalah bahasa budaya yang berkembang.

Apa yang Anda pikir tidak mungkin membuat tas Walmart menjadi bagian dari perbincangan serius di dunia mode kini menjadi kenyataan.

Perancang busana dan merek perlu memahami bahwa audiens mereka sedang berubah dan mereka harus peka terhadap perilaku baru yang disarankan oleh konsumen generasi muda.

Acara ini juga mengajarkan tentang demokratisasi di bidang fashion. Meskipun Hermès Birkin mempertahankan statusnya sebagai simbol eksklusivitas, tas Walmart Birkin menunjukkan bahwa gaya tidak perlu dibatasi oleh harga atau keterjangkauan.

Seiring berjalannya waktu, tindakan seperti ini dapat membantu meruntuhkan stereotip tentang siapa yang “berhak” mendapatkan perhatian dan alasannya.

Selain itu, acara tersebut mengajak industri untuk fokus pada konsep keberlanjutan. Tas Walmart Birkin mungkin terjangkau, namun dampak lingkungannya juga harus dipertimbangkan.

Mengingat Gen Z sangat tertarik dengan isu lingkungan, merek besar maupun kecil ingin menciptakan produk yang bertanggung jawab terhadap lingkungan daripada mengikuti tren tersebut untuk menghasilkan uang.

Seperti yang dikatakan desainer terkenal Vivienne Westwood, “Beli lebih sedikit, pilih lebih baik, dan jadikan tahan lama.” Bahkan di era ketika tas seperti Walmart Birkin mendefinisikan ulang kemewahan, produk ini tetap relevan.

Tradisi yang tampak sederhana ini membawa dunia kembali pada pertanyaan penting tentang apa yang sebenarnya dihargai dalam fashion, apakah itu gaya, seni, atau sesuatu yang lebih dalam.

Bagi masyarakat di Indonesia yang memiliki budaya fashion yang kerap memuja barang-barang mewah, fenomena Walmart Birkin bisa menjadi fenomena yang menarik.

Dalam konteks lokal, proses ini dapat dengan cepat merangsang kreativitas desainer muda untuk menciptakan produk yang inklusif dan menarik bagi konsumen generasi baru.

Di sisi lain, tren ini mungkin akan menimbulkan perdebatan tentang pentingnya melestarikan nilai-nilai lokal di tengah arus globalisasi yang berkembang pesat.

Walmart Birkin lebih dari sekedar tas. Ini adalah simbol perubahan mode, budaya dan tradisi.

Dan seperti perubahan apa pun, hal ini memaksa semua orang untuk bertanya, ke mana mode ini akan membawa dunia selanjutnya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *