Jakarta (ANTARA) – Perang saudara di Suriah telah berkecamuk sejak 2011. Perang tersebut bermula dari protes terhadap pemerintahan Presiden Bashar al-Assad, yang ditanggapi oleh pasukan pemerintah dengan tindakan keras dan berujung pada kerusuhan.
Konflik kemudian meluas hingga mencakup banyak pihak, termasuk Tentara Pembebasan Suriah (FSA), Pasukan Demokratik Suriah (SDF), Front Al-Nusra, dan Negara Islam di Irak dan Levant (ISIS).
Baru-baru ini, perang saudara kembali berkobar di Suriah. Di bawah ini informasi yang perlu Anda ketahui seputar Perang Saudara Suriah yang dikutip dari berbagai sumber.
1. Pertempuran terakhir
Setelah beberapa tahun tenang, serangan pemberontak skala besar mengguncang pedesaan barat Aleppo pada Rabu (27 November).
Serangan tersebut merupakan serangan besar pertama sejak tahun 2016. Serangan itu dilakukan oleh koalisi kelompok pemberontak, yang didominasi oleh organisasi ekstremis yang terkait dengan al-Qaeda, Hayat Tahrir al-Sham, dengan tujuan untuk memasuki wilayah yang dikuasai pemerintah.
Pemberontak menyerang beberapa wilayah di Aleppo pada Jumat (29/11) setelah diusir dari kota tersebut pada tahun 2016.
Mereka menyerbu provinsi Hama di Suriah tengah pada Sabtu (30/11) dan menguasai beberapa kota dan desa di utara provinsi tersebut setelah merebut wilayah utama di Aleppo dan Idlib.
Dihadapkan dengan jumlah pejuang yang sangat banyak dan berbagai serangan, tentara Suriah mengumumkan pengerahan pasukannya untuk sementara.
Media pemerintah Suriah dan pengawas perang Inggris, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, melaporkan pada hari Minggu bahwa pasukan pemerintah melancarkan serangan balasan di Hama utara dan merebut kembali wilayah-wilayah penting dari kelompok pemberontak.
2. Jumlah korban, kerusakan
Jumlah warga sipil yang tewas dalam serangan udara pasukan rezim Bashar al-Assad di provinsi Idlib Suriah meningkat menjadi 16 orang pada Minggu (12/1).
Pesawat-pesawat tempur rezim menargetkan banyak wilayah di kota Idlib.
Menurut sumber pertahanan sipil Suriah, 59 warga sipil juga terluka, termasuk 21 anak-anak dan 19 wanita.
Pada Minggu (12/1), Koordinator Residen dan Kemanusiaan PBB di Suriah Adam Abdelmoula juga mengatakan pertempuran tersebut telah merusak infrastruktur sipil dan menghentikan sementara layanan penting.
Pertempuran terjadi ketika banyak orang, banyak yang mengalami trauma karena terpaksa mengungsi, kini terpaksa mengungsi lagi, meninggalkan rumah dan mata pencaharian mereka, kata Abdelmoula.
3. Tekanan untuk mencari solusi politik
Koordinator Residen dan Kemanusiaan PBB di Suriah, Adam Abdelmoula, pada Minggu (12 Januari) menyerukan agar pertempuran di Aleppo, barat laut Suriah, segera diakhiri, dan dialog antara pihak-pihak yang terlibat sesegera mungkin.
“Kami menyerukan kepada semua pihak yang bertikai untuk segera menghentikan pertempuran dan memprioritaskan perlindungan warga sipil dan pekerja bantuan,” katanya.
“Rakyat Suriah tidak mampu lagi menanggung penderitaan dan kami meminta kesempatan untuk berdialog,” lanjutnya.
Selain PBB, pemerintah Amerika Serikat (AS), Perancis, Jerman, dan Inggris juga menyatakan keprihatinannya atas memburuknya situasi di Suriah dan menekankan perlunya mengambil tindakan untuk mengurangi (de-eskalasi) ketegangan dan melindungi. warga sipil.
Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS pada hari Minggu, keempat negara tersebut meminta semua pihak yang terlibat untuk “mencegah pengungsian lebih lanjut dan gangguan akses kemanusiaan”.
“Eskalasi yang terjadi saat ini semakin menggarisbawahi perlunya solusi politik terhadap konflik yang dipimpin Suriah sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 2254,” demikian pernyataan tersebut, yang juga menekankan pentingnya mematuhi resolusi PBB yang merumuskan peta jalan untuk mencapai perdamaian.
Pernyataan tersebut juga menekankan pentingnya melindungi kehidupan warga sipil dan infrastruktur sebagai langkah penting dalam memitigasi krisis kemanusiaan.
Sementara itu, dalam percakapan telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Minggu (13 Januari), Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan juga menegaskan kembali posisi Turki terhadap tindakan apa pun yang dapat memperburuk ketidakstabilan di kawasan dan menekankan pentingnya mengurangi ketegangan di Suriah. . .
Ia juga menekankan bahwa untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di Suriah, perlu dilakukan penyelesaian proses politik antara rezim dan oposisi.
Menteri Fidan juga menjelaskan bahwa Turki tidak mengizinkan kegiatan teroris yang mengancam wilayahnya atau warga sipil Suriah.
Leave a Reply