Jakarta (ANTARA) – Dari sebuah rumah sederhana di Desa Boh Silian, Kabupaten Berau, Pulau Maratua, dibuat beragam masakan yang menjadi oleh-oleh khas.
Makanan tersebut antara lain keripik pisang, sarang semut, sirup daun buncis, fillet ikan, dan aneka kerupuk ikan. Produk-produk tersebut dipajang di etalase rumah produksi grup Mentari Bohe Silian.
Kelompok Mentari yang dipimpin oleh lima orang perempuan, istri-istri nelayan yang biasa menunggu suaminya pulang dari melaut, kini berani bermimpi besar.
Di dinding pojok rumah terpampang gambar kapal yang ditulis di atas kertas berwarna bertuliskan keinginan Saravati, Erna Puspita, Peni Sartika, Endang dan Yussnia. Ada yang menulis bahwa mereka ingin pergi umrah, jalan-jalan bersama keluarga, atau memiliki toko oleh-oleh.
Mereka bukan perempuan biasa. Tidak hanya sekedar membuat oleh-oleh untuk wisatawan, namun mereka adalah para ibu-ibu yang ingin berkontribusi dalam promosi Pulau Maratua sebagai destinasi wisata di desa Boh Silian.
Desa Bohe Silian, salah satu dari empat desa di Kecamatan Maratua, terletak di lokasi tidak strategis yang menghadap ke arah timur laut dan tidak memiliki daya tarik wisata.
Meski minim potensi wisata, Desa Bohe Silian merupakan desa budidaya perikanan yang didirikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemenkeu).
“Kalau mau cari tempat wisata susah dan potensinya kecil. Kita cari peluang. Banyak tempat wisata di desa.” Lalu apa yang populer saat wisatawan berwisata ke Desa Bohe Silian? Erna Mentari mewakili Bohe Silian Group mengenang awal mula usahanya.
Selain mengolah ikan menjadi berbagai pangan, kelompok yang didirikan pada tahun 2018 ini juga menggarap produk pertanian seperti pisang, singkong, dan daun buncis.
Sebelum pandemi, mereka mengembangkan produk seperti limbah ikan dan amplang, makanan yang terbuat dari olahan ikan. Dampak pandemi berdampak pada perekonomian keluarga mereka yang masih bergantung pada pendapatan suami dari melaut. Dari situlah para perempuan tersebut menyadari bahwa mereka harus berperan dalam meningkatkan pendapatan keluarga.
Berkat upaya tersebut, omzet Mentari Group kini terus meningkat. Tahun 2022 pendapatan terdaftar mereka mencapai Rp 14 juta per bulan, kini sudah mencapai Rp 30 juta. Usahanya pun semakin berkembang dengan menjadi distributor di luar Pulau Maratua. Kelompok ini juga menginspirasi banyak perempuan di Maratua untuk mengikuti jejak mereka.
Libatkan dan berikan inspirasi
Mengutip aktivis dan penulis feminis Afrika-Amerika Maya Angelou, “ketika seorang wanita berjuang untuk dirinya sendiri, dia bahkan tidak menyadarinya, dia sebenarnya berjuang untuk semua wanita.”
Di desa dekat Boh Silian, semangat Kelompok Kampung Payung-Payung UP2K juga menggerakkan roda perekonomian dengan mengolah ikan tuna mentah menjadi berbagai makanan atau makanan ringan.
Desa Payung Payung dikenal sebagai penghasil ikan tuna. Sebelum UP2K Payung-Payung menjadi kelompok perempuan, thuna desa seringkali berlebihan karena bisa memakan waktu hingga dua hari.
“Saat ini ibu-ibu sudah terbiasa menjadikan ikan tuna sebagai makanan sehari-hari. Lalu saya berpikir kenapa tidak dijual. Kami juga ingin membeli produk dari desa ini agar barangay ini memiliki karakter tersendiri,” kata Mirnawati, anggota UP2K Tongkol Paung -Paung.
UP2K Payung Payung dibentuk pada tahun 2022. Produk yang dihasilkan kini tidak hanya dari olahan ikan tuna seperti Tuna Tuna dan Saus Cabai Tuna, namun juga Saus Cabai Balelo dari cangkang laut dan koling-koleng. Setiap bulannya mereka bisa memproduksi 50-100 botol kecap ikan tergantung permintaan.
Myrna merupakan pendatang asal Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Ia mengaku mendapat roh tak terduga di pulau asing yang jauh dari kota.
“Persaingan di sini positif. Saya juga termotivasi karena tertarik dengan lingkungan. Jaman sekarang ibu-ibu tidak berkumpul, ada pekerjaan yang harus diselesaikan,” jelas Myrna.
Perempuan merupakan motor penggerak kegiatan ekonomi di Maratua. Setidaknya sejak tahun 2021, terdapat 12 kelompok perempuan di empat desa di Kabupaten Maratua, menurut Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) yang selama ini mendampingi kelompok masyarakat Maratua.
Kelompok tersebut tersebar, antara lain dua kelompok perempuan di Desa Teluk Harapan, satu kelompok di Desa Payung Payung, tiga kelompok di Desa Teluk Alulu, dan enam kelompok perempuan di Desa Boh Silian.
Di balik Maratua, yang terletak di segitiga terumbu karang dunia, keindahan sesungguhnya adalah perpaduan komunitas-komunitas yang berkembang dan saling mendorong untuk tumbuh.
Mereka tidak dibatasi oleh kekayaan biota laut di perairannya. Mereka semakin yakin akan kemampuannya untuk ikut mempromosikan potensi wisata Maratua.
Mereka berbagi tanggung jawab untuk menjaga kesehatan Maratua, namun hal ini sering kali menjadi tanggung jawab wisatawan yang mengunjunginya. Setiap desa menawarkan hidangan atau oleh-oleh khas.
Sekitar 5.000 masyarakat dari Desa Teluk Harapan, Boh Silian, Payung Payung dan Teluk Alulu perlahan tapi pasti tidak lagi bergantung pada ikan laut. Grup Mentari dan UP2K Payung-Payung bahkan berhasil menjual produknya ke daerah lain melalui pemasaran digital.
Dukungan terhadap Badan Usaha Pertanian (BUMK) yang ada, serta kerja sama dengan lembaga negara dan masyarakat, menjadi harapan bagi masyarakat lokal untuk menggali potensi yang dimilikinya.
Nelayan menyewakan perahunya kepada wisatawan, ada yang menjadi penyelam bersertifikat, berlatih menjadi pemandu wisata, bahkan menjalankan agen perjalanan, membuka shelter, dan bekerja di budaya sekitar rumah mereka untuk membuat hidangan oleh-oleh.
Jangan heran jika Anda datang ke Maratua untuk melihat gerak-gerik masyarakat setempat menyebarkan optimisme dan rasa syukur.
Tanpa keterbukaan masyarakat di sana, kita tidak akan melihat hasil dari pelatihan dan pendampingan, salah satunya menjual produk konvensional di sana.
“Kami berharap potensi alam Maratua dapat dikelola dengan baik sehingga menjadi gudang pangan masyarakat dan mendongkrak perekonomian masyarakat setempat sehingga memberdayakan mereka,” kata Koordinator Ekonomi Blue Belt Konservasi Nusantara. Yayasan (YKAN) Andi Trisnavaty.
Jika perempuan berpartisipasi, akan ada kemajuan seiring berjalannya waktu. Ibarat sentuhan seorang ibu, tangan perempuan akan selalu merawat Maratua dengan penuh kasih sayang.
Leave a Reply