Jakarta (ANTARA) – Pembangunan nasional merupakan proses yang kompleks dan multidimensi, yang meliputi faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
Dalam konteks ini, sinergi fiskal merupakan alat penting yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan untuk semua.
Sinergi fiskal mengacu pada kerja sama dan koordinasi pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan anggaran, pajak, dan belanja.
Sinergi fiskal dapat dijelaskan dengan beberapa teori, termasuk teori desentralisasi. Berdasarkan teori ini, desentralisasi memberi pemerintah daerah kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan yang lebih sesuai dengan kebutuhan daerah. Menurut Oates (1972), desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
Teori institusional juga menekankan pentingnya institusi dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan keuangan. Institusi yang kuat dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya.
Teori ekonomi juga berfokus pada alokasi sumber daya yang optimal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Menurut Barro (1990), pengeluaran pemerintah harus diarahkan pada investasi di bidang infrastruktur dan pendidikan untuk meningkatkan produktivitas.
Sesuai dengan perkembangan teori sinergi fiskal, beberapa organisasi dan ahli berpendapat bahwa sinergi fiskal sangat penting dalam kerangka pembangunan nasional.
Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) dalam laporannya tahun 2023 menemukan bahwa sinergi pemangku kepentingan pusat dan daerah dapat mempercepat pencapaian tujuan pembangunan.
Lebih lanjut, ekonom seperti Joseph Stiglitz berpendapat bahwa pengelolaan fiskal yang baik dapat mengurangi kesenjangan dan mendorong pertumbuhan inklusif.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, kesenjangan pembangunan antar wilayah di Indonesia masih cukup besar dengan indeks Gini yang mencapai 0,39.
Riset Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappeda) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa daerah yang menerapkan sinergi fiskal rata-rata memiliki pertumbuhan ekonomi 5-7 persen lebih tinggi dibandingkan daerah yang tidak menerapkan sinergi fiskal.
Selain itu, studi Asian Development Bank (ADB) pada tahun 2021 mencatat bahwa daerah dengan kerja sama fiskal yang baik dalam pembangunan infrastruktur mengalami peningkatan akses terhadap layanan publik sebesar 25 persen selama lima tahun terakhir.
Sinergi fiskal yang optimal
Untuk mencapai sinergi terbaik di bidang fiskal, ada beberapa usulan yang bisa dilaksanakan. Pertama, perlunya peningkatan koordinasi antarlembaga.
Pemerintah harus memperkuat mekanisme koordinasi antar kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk memastikan konsistensi dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan keuangan.
Kedua, investasi pada institusi. Penting untuk membangun kesiapan pemerintah kota untuk meningkatkan efisiensi keuangan pemerintah. Pelatihan dan bimbingan harus diberikan agar sumber daya manusia dapat mengelola anggaran dengan baik.
Ketiga, untuk mempromosikan data dan statistik. Penggunaan data yang akurat dan relevan sangat penting dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, pemerintah harus berinvestasi pada sistem informasi yang memungkinkan pembuat kebijakan mengakses data dengan lebih baik.
Keempat, penerapan kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin. Kebijakan yang mendukung masyarakat harus menjadi fokus utama anggaran. Hal ini mencakup peningkatan pendanaan untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Kelima, pemanfaatan teknologi. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam keuangan publik dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.
Sinergi fiskal menjadi kunci optimalisasi pembangunan nasional. Melalui kerja sama dan pendekatan inklusif, pemerintah dapat memastikan bahwa anggaran digunakan secara efisien untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang adil.
Keberhasilan sinergi fiskal di Indonesia dapat diukur dari berbagai indikator yang mencerminkan sejauh mana kebijakan fiskal (penerimaan dan belanja negara) berhasil mendukung pertumbuhan ekonomi, mengurangi kesenjangan, dan mendorong pembangunan berkelanjutan.
Indikator-indikator tersebut mencakup pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya melalui perbaikan infrastruktur. Sinergi fiskal terlihat dari prioritas pendanaan pada proyek infrastruktur strategis seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara. Infrastruktur ini mendorong investasi dan kegiatan ekonomi di berbagai bidang.
Kemudian, pemulihan ekonomi pasca pandemi. Pemerintah menggunakan kebijakan fiskal, seperti insentif pajak dan bantuan sosial, untuk mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.
Upaya lainnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dua hal yang terkait dengan indikator ini adalah program perlindungan sosial serta subsidi energi dan pendidikan.
Pendanaan program seperti Program Keluarga Harapan (FHP), Kartu Sembako dan BLT Dana Desa telah membantu masyarakat miskin dan rentan.
Pada saat yang sama, kebijakan subsidi yang terintegrasi meringankan beban masyarakat miskin dengan meningkatkan akses terhadap pendidikan dan kesehatan.
Selain itu, pendapatan pemerintah akan meningkat. Langkah utamanya adalah reformasi perpajakan, dilanjutkan dengan langkah-langkah teknis yang diperlukan seperti pemberlakuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HEC), penguatan sistem digital, dan perluasan basis pajak untuk meningkatkan pendapatan negara.
Hal ini antara lain akan berdampak pada efisiensi pemungutan dan kepatuhan perpajakan. Dan hal yang kurang strategis untuk dilakukan adalah meningkatkan digitalisasi dan koordinasi antarlembaga, memperkuat pengawasan dan mendukung tujuan pendapatan pemerintah.
Bukti penurunan kesenjangan antar daerah antara lain rasionalisasi dana desa dan transfer daerah berupa alokasi dana desa dan dana alokasi umum/khusus untuk mendorong pemerataan pembangunan di desa-desa terpencil.
Meningkatnya sinergitas antara pusat dan daerah juga harus dijadikan sebagai motor penggerak terjalinnya kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya dalam pembiayaan proyek-proyek strategis, guna mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah.
Kemudian stabilitas makroekonomi. Pemerintah mengelola defisit anggaran dengan menjaga defisit anggaran dalam batas aman meskipun ada tekanan pada belanja besar seperti hibah dan belanja infrastruktur.
Hal lain adalah menjaga stabilitas utang karena rasio utang terhadap PDB tetap terkendali. Hal ini secara umum menunjukkan keberhasilan dalam menjaga keberlanjutan fiskal jangka panjang.
Indikator lainnya adalah dukungan terhadap agenda ramah lingkungan dan berkelanjutan, yaitu hadirnya pembiayaan ramah lingkungan (green financing) yang diterapkan pemerintah Indonesia melalui penerbitan Green Sukuk untuk mendukung proyek-proyek ramah lingkungan.
Selain itu, promosi subsidi energi baru dan terbarukan juga menjadi salah satu contoh efektivitas sinergi fiskal yang terlihat dari pengelolaan insentif pengembangan energi terbarukan dan implementasi kebijakan transisi energi.
Sinergi fiskal yang efektif tidak hanya bersifat strategis dalam pengelolaan anggaran, namun juga merupakan pendorong utama pencapaian pembangunan berkelanjutan dan inklusif.
Dengan memperkuat koordinasi kelembagaan, menyederhanakan anggaran untuk sektor-sektor penting, dan menggunakan teknologi dan data yang akurat, para pemangku kepentingan dapat memastikan bahwa setiap sumber daya digunakan secara efisien untuk mengurangi kesenjangan dan mempercepat pemulihan ekonomi.
Keberhasilan sinergi fiskal, yang tercermin dalam indikator jelas seperti pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan pengurangan kesenjangan sosial, akan menciptakan landasan yang kokoh bagi masa depan Indonesia yang lebih sejahtera, berkelanjutan, dan berkeadilan.
*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Pajak Jambi
Leave a Reply