JAKARTA (ANTARA) – Sistem perpajakan merupakan pilar utama keuangan negara, pemerintah membiayai pembangunan, memberikan pelayanan publik, dan menjaga stabilitas perekonomian.
Di Indonesia, target pajak memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian negara. Namun, pencapaian tujuan tersebut seringkali menghadapi beberapa tantangan, seperti kepatuhan wajib pajak, volatilitas ekonomi global, dan kompleksitas sistem perpajakan.
Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan merupakan faktor penting dalam mendukung strategi perpajakan. Menurut Keynes (1936), pertumbuhan ekonomi yang kuat mendorong peningkatan pendapatan masyarakat, yang pada akhirnya meningkatkan basis pajak.
Artikel ini membahas strategi pertumbuhan, teori ekonomi dan wawasan para ahli, serta data empiris yang relevan, yang dapat membantu pemerintah Indonesia menghadapi tantangan dalam memenuhi target pajak.
Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan tahun 2023, penerimaan pajak Indonesia akan mencapai Rp 1,716 triliun pada tahun 2022, meningkat 34% dibandingkan tahun sebelumnya, didorong oleh kenaikan harga komoditas global. Namun kontribusi sektor non-komoditas masih rendah sehingga menunjukkan perlunya diversifikasi basis pajak.
Rasio pajak terhadap PDB yang rendah di Indonesia menunjukkan potensi yang belum dimanfaatkan. Menurut Bank Dunia (2022), menaikkan tarif menjadi 15% dapat meningkatkan pendapatan pajak tahunan sebesar 500 triliun 500 miliar, yang dapat membiayai program pembangunan beberapa negara.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak
Teori klasik di bidang ekonomi menyatakan bahwa penerimaan pajak berbanding lurus dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).
Analisis para ekonom menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi memperluas basis pajak dengan meningkatkan pendapatan pribadi dan keuntungan perusahaan.
Dalam konteks Indonesia, data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa setiap kenaikan PDB sebesar 1 persen berpotensi meningkatkan penerimaan pajak sebesar 1,2 persen.
Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan PDB yang disesuaikan dengan pajak, yaitu sekitar 10,4% pada tahun 2021, 34% di bawah rata-rata OECD. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain rendahnya perpajakan, perekonomian informal dan kebocoran akibat korupsi.
Strategi perpajakan yang efektif harus didasarkan pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Pertumbuhan inklusif tidak hanya meningkatkan penerimaan pajak namun juga menciptakan dampak sosial yang positif. Misalnya, investasi di bidang infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan dapat memperluas basis ekonomi dan meningkatkan daya saing global.
Untuk mendukung pencapaian tujuan perpajakan, beberapa strategi pertumbuhan harus diterapkan.
Yang pertama adalah digitalisasi sistem perpajakan. Digitalisasi merupakan langkah penting dalam meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan dan mengurangi kebocoran.
Dengan menggunakan teknologi big data dan kecerdasan buatan, pemerintah dapat mengidentifikasi wajib pajak dan meminimalkan penghindaran pajak.
Menurut laporan McKinsey (2021), negara yang menerapkan digitalisasi pajak dapat meningkatkan penerimaan pajak sebesar 20%.
Digitalisasi sistem perpajakan merupakan langkah penting menuju peningkatan efisiensi, akuntabilitas, dan kenyamanan perpajakan.
Salah satu metode terbaru yang diterapkan di Indonesia adalah Core Tax System (CTS). Sistem tersebut mengintegrasikan teknologi informasi ke dalam proses perpajakan, mulai dari pendaftaran, pelaporan, pembayaran hingga pengawasan pajak.
Sistem inti perpajakan tidak hanya bertujuan untuk memodernisasi administrasi perpajakan tetapi juga mendukung kepatuhan wajib pajak yang lebih baik. Dengan menerapkan sistem ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan pendapatan negara dan memperkuat fondasi sistem perpajakan yang berkelanjutan
Kedua, memperluas basis pajak melalui ekonomi digital. Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia menawarkan peluang besar untuk memperluas basis pajaknya.
Studi yang dilakukan oleh Google, Temasek, dan Bain & Company (2022) menunjukkan bahwa ekonomi digital Indonesia akan mencapai $146 miliar (sekitar $2,3 triliun) pada tahun 2025.
Dengan mengenakan pajak pada platform digital dan transaksi e-commerce, pemerintah dapat memaksimalkan potensi tersebut. Langkah-langkah seperti pajak pertambahan nilai (PPN) pada layanan digital yang diterapkan mulai tahun 2020 telah menunjukkan hasil positif.
Ketiga, reformasi kebijakan perpajakan bagi usaha kecil dan menengah.
Sektor usaha mikro, menengah dan kecil (UMKM) menyumbang 60% terhadap PDB Indonesia, namun kontribusinya terhadap penerimaan pajak masih rendah.
Reformasi kebijakan yang mendorong UKM untuk berpartisipasi dalam sistem formal, seperti tarif pajak penghasilan yang lebih rendah, dapat memperluas basis pajak. Pendekatan ini juga mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
Keempat: Investasi di bidang infrastruktur. Pembangunan infrastruktur mempunyai peran ganda yaitu merangsang kegiatan perekonomian dan meningkatkan daya saing negara.
Menurut teori efek pengganda Keynesian, setiap investasi di bidang infrastruktur mempunyai dampak positif terhadap pendapatan masyarakat dan basis pajak.
Program seperti pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera menunjukkan potensi meningkatkan aktivitas perekonomian daerah secara signifikan.
Belajar dari negara lain
Untuk mencapai tujuan perpajakan kita, kita harus belajar dari negara lain. Negara-negara OECD menunjukkan pentingnya kesederhanaan dalam struktur perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan.
Misalnya, sistem perpajakan digital dan relatif sederhana di Selandia Baru telah mendorong tingkat kepatuhan yang tinggi. Indonesia dapat menggunakan metode ini untuk menyederhanakan formulir pajak dan prosedur pelaporan.
Pelajaran lain yang dapat kita petik adalah pemberlakuan pajak CO2 di Uni Eropa. Penerapan pajak karbon di Uni Eropa merupakan contoh kebijakan inovatif yang tidak hanya meningkatkan pendapatan nasional, namun juga mendorong transisi menuju ekonomi hijau.
Indonesia memulai langkah ini dengan memperkenalkan pajak karbon pada tahun 2022, meskipun penerapannya belum diperluas.
Yusuf Vibisono, pengamat ekonomi dan direktur Next Policy, berpendapat bahwa lebih efektif jika fokus pada peningkatan kepatuhan wajib pajak melalui insentif dibandingkan penalti.
Menurutnya, program pembebasan pajak yang dicanangkan pada tahun 2016 telah membuktikan bahwa insentif memberikan dampak positif terhadap penerimaan pajak.
Selain itu, Jeffrey Owens (OECD) menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam memerangi penghindaran pajak, khususnya di kalangan perusahaan multinasional. Penerapan kebijakan pajak minimum global yang diprakarsai oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) merupakan langkah penting yang harus diambil Indonesia.
Beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat mendorong pencapaian tujuan perpajakan yang lebih baik antara lain, pertama, mendorong peningkatan digitalisasi perpajakan, dalam hal ini memperluas penggunaan teknologi digital dalam administrasi perpajakan, dan mengintegrasikan data lintas sektor.
Kedua, dengan melakukan diversifikasi basis pajak, yaitu dengan mengoptimalkan potensi perpajakan ekonomi digital dan UKM.
Ketiga, mencapai kerja sama internasional, yang berarti bekerja sama dengan organisasi internasional untuk memerangi penghindaran pajak lintas batas.
Keempat, mendorong penguatan aturan pajak karbon dengan menerapkan kebijakan pajak karbon secara luas dan mendukung transisi energi.
Untuk mencapai tujuan perpajakan Indonesia memerlukan kombinasi strategi yang didasarkan pada pembangunan ekonomi, reformasi kebijakan, dan inovasi teknologi. Dengan mengambil langkah-langkah komprehensif, pemerintah dapat meningkatkan penerimaan pajak, mendukung pembangunan nasional dan menciptakan keadilan sosial.
Penerapan strategi ini memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Meningkatkan koordinasi kebijakan fiskal dan ekonomi akan menjadi kunci untuk menghadapi tantangan fiskal di masa depan.
Sebagai tulang punggung keuangan negara, sistem perpajakan Indonesia menghadapi tantangan besar yang memerlukan pendekatan strategis dan inovatif.
Dengan menggabungkan digitalisasi, diversifikasi basis pajak, reformasi kebijakan dan kerja sama internasional, pemerintah dapat memaksimalkan pendapatan pajak sekaligus meningkatkan stabilitas ekonomi.
Namun keberhasilan ini hanya dapat dicapai melalui kolaborasi erat antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
Sekaranglah waktunya untuk melangkah maju dengan visi Indonesia mengenai perpajakan yang inklusif, transparan, dan kompetitif secara global untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan adil bagi semua.
*) Dr. M. Lucki Akbar, Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Pajak, Jambi.
Leave a Reply