Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Indef: Suku bunga obligasi perlu ditekan untuk atasi beban utang

Jakarta (ANTARA) – Peneliti Institute for Economic and Financial Development (Indef) Riza Annisa Pujarama mengingatkan pemerintah untuk menurunkan suku bunga obligasi untuk mengatasi beban utang negara.

“Suku bunga obligasi ini menjadi pekerjaan rumah agar kemampuan fiskal kita dalam membayar bunga utang tidak berlebihan,” kata Riza dalam webinar yang dipantau Indef di Jakarta, Senin.

Ia menambahkan, rasio utang Indonesia masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan undang-undang, yakni sebesar 38,68 persen dari batas 60 persen. Namun beban membayar bunga utang dibandingkan pokok utang merupakan masalah besar.

Riza menilai kembali beban bunga utang dari suku bunga obligasi. Jika melihat rasio utang, Indonesia kerap disamakan dengan Amerika Serikat (AS) dan Jepang yang memiliki rasio utang jauh lebih tinggi. Namun dalam hal suku bunga obligasi, peringkat Indonesia lebih tinggi.

Suku bunga obligasi di Indonesia mencapai 6,88 persen, sedangkan di AS hanya 4,45 persen, bahkan di bawah 1 persen sebelumnya. Imbal hasil (yield) obligasi Jepang juga rendah, yaitu sekitar 1,08 persen, bahkan di tengah situasi ekonomi global yang bergejolak.

Sementara itu, pemerintah menetapkan suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 7 persen pada tahun 2025, naik dari perkiraan tahun ini sebesar 6,9 persen. Hal ini dapat meningkatkan biaya peminjaman utang baru, dan kebutuhan pembayaran utang mencapai Rp 1.353,2 triliun pada tahun depan.

Di sisi lain, penerimaan pajak akan melambat pada tahun 2024 dan sektor-sektor ekonomi penggerak utama akan melambat.

“Bukannya kita tidak boleh berhutang, tapi di balik meningkatnya utang, banyak pekerjaan rumah yang harus kita lakukan mengenai suku bunga obligasi. Itu yang menambah beban utang kita dan memberi tekanan pada anggaran fiskal kita,” ujarnya.

Untuk menurunkan suku bunga obligasi, Riza menyarankan pemerintah memperkuat perekonomian dalam negeri. Sentimen investor asing perlu diarahkan ke arah positif dengan meningkatkan daya saing termasuk stabilitas nilai tukar rupee.

Selain itu, rencana transformasi ekonomi yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) harus dipercepat untuk memperkuat daya saing Indonesia.

“Pada akhirnya, suku bunga obligasi dan sentimen investor akan membaik dan meningkatkan peringkat risiko utang kita,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *