Jakarta (ANTARA) – Direktur Jenderal Institute for Economic Development and Finance (Indef) Esther Sri Astuti meyakini Indonesia bisa mendapatkan keuntungan dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Pengumuman tersebut disampaikan Esther sebagai respons terhadap rencana Donald Trump yang mengenakan tarif 10 persen terhadap barang-barang Tiongkok ketika ia menjadi presiden Amerika Serikat pada Januari 2025. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang baru antar kedua negara yang kuat.
Dihubungi di Jakarta, Rabu, Esther memperkirakan Indonesia mempunyai peluang memanfaatkan perang dagang, khususnya untuk produk elektronik. Namun peluang tersebut tidak akan ada jika Indonesia mampu meningkatkan daya saing produknya.
Menurutnya, Indonesia harus bisa menekan biaya produksi dan harga produk untuk mengisi kesenjangan pasar Amerika yang ditinggalkan China. Selain itu, perjanjian internasional juga penting dalam memperluas hubungan perdagangan internasional.
Jika tidak, Indonesia hanya akan menjadi penonton di kompetisi internasional ini, kata Esther.
Lebih lanjut, Esther mengatakan, berdasarkan pengalaman perang dagang AS-China yang terjadi pada tahun 2019, Vietnam merupakan negara yang paling diuntungkan.
Melalui kedekatan geografisnya dan banyaknya perjanjian perdagangan, Vietnam diharapkan menjadi pusat produk Tiongkok ke pasar AS.
“Produk Tiongkok akan dikirim ke Vietnam terlebih dahulu kemudian diekspor ke Vietnam dengan label Made in Vietnam,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan, tingginya harga impor yang dikenakan Trump pada masa pemerintahannya tidak hanya berdampak pada China tetapi juga berdampak pada negara-negara ASEAN. Ia mengatakan pemerintah akan menunggu kebijakan Trump.
“Tidak hanya China, negara-negara ASEAN seperti Vietnam dan lainnya juga bisa terkena tarif impor,” kata Sri Mulyani saat rapat dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, 13 November 2024.
Leave a Reply