Jakarta (Antara) – Arkeolog Kendrin Athayat meyakini penambahan unsur masa lalu pada bangunan budaya tradisional bisa dilakukan asalkan tetap melestarikan bentuk asli warisan budaya.
“Sangat mungkin (menambahkan unsur modern), karena bangunan ini bisa berkelanjutan. Bisa hidup dengan biaya sendiri. Tanpa mengharapkan dana dari pemerintah atau pihak lain,” ujarnya. Museum, Jakarta Utara, Kamis.
Salah satu tren terkini yang sedang ramai diperbincangkan adalah penambahan ruang ngobrol santai yang menarik minat anak muda. Misalnya saja kafe saat ini.
Kendrian mencontohkan bangunan rusun Blok Pos di Jalan Pos Nomor 2, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Bangunan blok Posse masih mempertahankan bangunan asli Art Deco yang dirancang oleh arsitek Belanda van Huytma. Namun, kafe trendi, toko barang antik, tempat kreatif telah ditambahkan.
“Misalnya Jakarta, Blok Pus, Blok M, dan beberapa tempat di kawasan Sekini yang dijadikan tempat memasak, dan lain-lain. Ini cara lain untuk merevitalisasi tempat-tempat yang besar. Kita harus memikirkan masa depan bangunan-bangunan itu,” katanya.
Ia menyebutnya sebagai “penggunaan fleksibel” atau adaptasi terhadap kondisi baru. Meski demikian, kata Kendren, bukan berarti bangunan tersebut berubah 100 persen.
“Tapi bukan berarti bangunannya hancur 100%. Ada yang namanya ‘creative reuse’, yang modern itu bagus, silakan Tim Pakar Cagar Budaya DKI Jakarta, kata anggota tersebut.
Menurut dia, selain Jakarta, kota-kota besar seperti Surabaya, Semarang, dan Maidan juga banyak yang memanfaatkan bangunan tradisionalnya sebagai sumber pengembangan perekonomian daerah.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menetapkan 305 situs cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, tempat, dan cagar budaya dalam empat tahun terakhir (2020-2024).
Bangunan cagar budaya tersebut meliputi 20 situs cagar budaya, 253 bangunan cagar budaya, 28 bangunan cagar budaya, dua situs cagar budaya, dan dua situs cagar budaya.
Leave a Reply