Jakarta (ANTARA) – Direktur Pengelolaan Media Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media (KPM) Kementerian Komunikasi dan Teknologi Digital (Kemkomdigi) Nursodik Gunarho mengingatkan masyarakat untuk tidak mengikuti iklan perjudian online yang banyak terdapat di jejaring sosial, sehingga data pribadi tetap terlindungi.
“Setelah kita mengklik salah satu iklan game online, maka mesin algoritma iklan tersebut akan merekam data pribadi kita. Kalaupun dihapus, sewaktu-waktu akan muncul kembali dalam bentuk yang berbeda,” ujar Nursodik selaku pembicara dalam workshop tersebut. “Manajemen Komunikasi Krisis dan Pendidikan dalam Perjudian Internet” yang diselenggarakan oleh Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Sosial. Ilmu Politik, UMJ di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, Kemkomdigi kini telah menghapus (memusnahkan) akun-akun taruhan online beserta afiliasinya, namun tetap tampil dengan nama berbeda karena dikelola dari jarak jauh.
Nursodik menjelaskan, total pemrosesan perjudian online selama periode 2017 hingga 4 Desember 2024 mencapai lebih dari 5,3 juta. Sedangkan puncaknya pada tahun 2024 mencapai 3,6 juta, atau naik tiga kali lipat dari tahun 2023 yang mencapai 999.000.
Pada saat yang sama, jumlah pemain judi online terbesar berdasarkan usia – 30-50 tahun – 1,84 juta, di atas 50 tahun – 1,35 juta, 520 ribu. – 21-30 tahun. Namun yang paling menyedihkan, data Kementerian Komunikasi dan Teknologi menunjukkan 30 ribu anak di bawah usia 10 tahun bermain judi online.
Bagi para orang tua yang melihat adanya perubahan tingkah laku pada anaknya yang biasanya suka aktif namun tiba-tiba betah berada di kamar, besar kemungkinan mereka terlibat dalam perjudian online.
Nursodik mengatakan, judi online bersifat adiktif (kecanduan) bagi para pemainnya, sehingga meski diingatkan oleh keluarga atau teman, mereka tetap saja bandel (bandel) untuk mengulangi perbuatannya.
“Pada kenyataannya, sebagian besar pemain online memahami bahwa jika mereka terus melakukannya, hal itu dapat menghancurkan hidup mereka,” katanya.
Dampak negatif dari perjudian online sangat banyak, ujarnya, mulai dari menurunnya produktivitas dan produktivitas, permasalahan keuangan dengan utang, permasalahan kesehatan mental, pelanggaran hukum dan etika, serta dampaknya terhadap lingkungan keluarga dan sosial.
Menurut Nursodik, keakraban dengan perjudian online biasanya terjadi melalui ajakan rekan kerja, kemudian pada tahap coba-coba: mengunjungi (melihat) situs perjudian online, terjebak dalam algoritma, tawaran dari pengelola online untuk menguji permainan online.
“Biasanya mereka yang menghadapi perjudian online melalui serangkaian tahapan, dimulai dari tahap coba-coba (belum bermain), kemudian beralih ke taruhan kecil, setelah terbiasa barulah korban bisa bermain.” … .
Untuk memberantas perjudian online, kata Nursodik, Kementerian Komunikasi dan Teknologi selain bekerja sama dengan Polri juga melibatkan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan menyediakan sarana https://cekrekening.id/ untuk mengetahui apakah akun tersebut terlibat dalam tindak pidana.
Upaya Komkomdigi dalam pemberantasan perjudian online antara lain melakukan sosialisasi dan sosialisasi kepada masyarakat dengan melibatkan gugus tugas pencegahan perjudian internet seperti PPATK, Polri, dan TNI serta pihak-pihak yang berkepentingan untuk memberikan informasi mengenai bahaya perjudian internet.
Pemerintah juga menyiapkan media luar ruang (baliho) di Jakarta, Riau, Palembang, Medan, Pontianak, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten.
Dan yang terakhir, edukasi bahaya perjudian online kepada key opinion leader (KOL) seperti Dennis Lim, Ferry Irwandi, Tommy Teja dan beberapa pemain berpengaruh, ujarnya.
Leave a Reply