Jakarta (ANTARA) – Syahraki Syahrir, anggota komite eksekutif Masyarakat Fintech Indonesia (IFSoc), mendorong ketentuan regulasi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan pendirian Lembaga PDP.
Menurut dia, sektor financial technology (fintech) akan sangat terdampak dengan minimnya regulasi dan lembaga baru yang memantau pelaksanaan PDP.
“Bisnis fintech sangat bergantung pada reputasi dan kepercayaan pengguna, sehingga pemerintah harus mempercepat finalisasi RPP PDP dan segera mendirikan PDP Institute,” kata Syahraki dalam Closing Remarks 2024 – IFSoc yang dimuat secara online, Kamis.
Syahraki menyatakan rancangan Peraturan Pemerintah tentang HDP telah disusun sejak tahun lalu. Namun RPP tersebut belum rampung.
Selain itu, kata dia, pembentukan dewan pengawas PDK juga belum diputuskan. Syahraki mengatakan, kedua hal tersebut penting untuk mengatasi berbagai komplikasi yang dialami industri dalam penerapan UU PDP.
“Kami berupaya mempercepat proses penyelesaian RPP PDP dan kelembagaan PDP karena kedua hal ini penting untuk efektivitas implementasi UU PDP,” kata Veda Praxis Syahraki.
Ia juga mengatakan: PPK harus menjadi badan independen dan langsung berada di bawah kepemimpinan presiden untuk menjaga kredibilitas dan ketegasan dalam memenuhi tuntutan PPK.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid pada 5 September lalu di Gedung KHDR, Senar, Jakarta, mengatakan pihaknya akan memprioritaskan penerapan regulasi teknis. Rancangan Peraturan Presiden tentang UU PDP dan Perlindungan Kelembagaan Data Pribadi (perpres).
Leave a Reply