Jakarta (ANTARA) – Direktur Eksekutif Institute for Economic Development and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengusulkan subsidi kredit dan insentif dunia usaha untuk mengurangi dampak tekanan masyarakat atas kebijakan PPN 12 persen.
“Insentif untuk memulai usaha harus diberikan agar perekonomian tidak terpuruk,” kata Esther saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Ia merinci tiga cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk memitigasi dampak kenaikan tarif PPN.
Pertama, pemberian subsidi bunga pada perbankan.
Kedua, memberikan subsidi atau beasiswa sekolah.
Ketiga, memberikan lebih banyak kesempatan untuk mencoba, misalnya insentif untuk memulai usaha baru.
Senada dengan Esther, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan bantuan sosial (bansos) dan insentif untuk membantu masyarakat miskin menengah dari tekanan kenaikan PPN sebesar 12 persen.
Menurut dia, kebijakan dukungan sosial dapat membantu mengkompensasi penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang dan jasa.
Sementara itu, insentif perpajakan atau keringanan pajak bagi usaha kecil, mikro, dan menengah (UKM) dapat membantu badan usaha beradaptasi dengan meningkatnya beban pajak dan penurunan produktivitas akibat biaya tambahan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Shri Mulyani Indrawati mengumumkan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 akan terus dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan (UU).
Salah satu pertimbangannya adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (DSB) harus dijaga agar tetap sehat dan sekaligus berfungsi mampu merespons berbagai krisis.
Namun dalam penerapannya ke depan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan berusaha memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.
“UUnya sudah ada, harusnya disiapkan sedemikian rupa sehingga diterapkan (PPN 12 persen), tapi diberikan penjelasan yang baik.
Leave a Reply