Berau (ANTARA) – Dikenal dengan sebutan Pak Sablon karena memiliki bakat menggambar sejak kecil. Hadianto, nama aslinya, adalah seorang nelayan asal Kepulauan Maratua, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur, yang kini beralih karir menjadi petani kelapa setelah kakinya diamputasi karena sakit.
Di belakang rumahnya yang menghadap langsung ke laut di Desa Bohe Silian, Kecamatan Marathua, Sablon sibuk membuat pola kura-kura, dijadikan liontin pada kalung, anting, gantungan kunci, mangkok, dan lain-lain.
Semua peralatan kerjanya ada di halaman belakang Peralatannya sangat sederhana, namun siapa sangka produknya bisa mendunia
Terkadang ia harus memotong pasir atau tempurung kelapa beberapa meter, karena kaki kanannya setinggi paha. Pada tahun 2015, kakinya diamputasi karena penyakit radang tulang
Sablon yang dulunya hidup sebagai nelayan, ibarat diombang-ambingkan ombak kencang usai diamputasi. Baginya, laut adalah sumber kehidupan dan penghidupannya
Sekitar enam bulan setelah amputasi, Sablon mengunci diri di kamarnya karena putus asa.
Selain kakinya diamputasi, wajahnya juga dipenuhi bekas luka akibat reaksi alergi terhadap obat radang kaki.
Setiap hari dia menangis hanya menyesali nasibnya Dalam pikirannya, lebih baik Tuhan mencabut nyawanya daripada menjalani hidup yang sia-sia
Syukurlah, dia punya teman-teman yang mendukung dan memotivasinya Barulah ia sadar bahwa Tuhan masih memberinya uluran tangan penuh yang bisa ia gunakan sebagai modal untuk bisa bekerja
Dukungan teman-temannya bukan sekedar motivasi dan semangat untuk bangkit Ia kemudian diangkat menjadi ketua Karang Taruna di desa Bohe Silian. Kepercayaan diri untuk memimpin organisasi menimbulkan rasa bernilai baginya Meski memiliki keterbatasan fisik, ia merasa bisa bermanfaat bagi masyarakat.
Pengrajin memajang kalung liontin berbahan batok kelapa di Pulau Maratua, Berau, Kalimantan Timur, Rabu (27/11/2024). . Foto / M Risal Hidayat / nym (Foto ANTARA/M RISYAL HIDAYAT)
Kisahnya, ia memiliki bisnis industri sejak 2016 Saat itulah Sablon melihat seorang pembuat jam di desanya, yang mengingatkannya bahwa dia telah menerima pelatihan kerajinan sebelum kakinya diamputasi.
Sablon mulai membuat oleh-oleh dari batok kelapa untuk diberikan kepada teman-temannya Ternyata si penerima menyukai karyanya, bahkan menjualnya ke teman-temannya Sejak itu, dia menganggap serius kerajinannya. Seiring berjalannya waktu, produk tersebut terus berkembang
Agar produknya lebih memiliki ciri khas sebagai produk Maratua, ia menciptakan cinderamata berupa biota laut yang terdapat di perairan gugusan Kepulauan Derwan, seperti penyu, manta, hiu paus, dan ubur-ubur.
Pulau Marathua dikenal sebagai pulau terluar Indonesia Alam yang indah menjadi ciri pulau ini sebagai surga yang menawarkan panorama pantai dan taman bawah laut. Marathua disebut sebagai “Maladewa” Kalimantan Timur karena keindahan bawah lautnya.
Kini, pria berusia 39 tahun ini dengan bangga menyebut dirinya sebagai pembuat dahi kelapa Produk tersebut menjadi oleh-oleh favorit di Marathua, dan juga sampai ke Republik Ceko
Badan Usaha Milik Desa (BUMK) Lumba-Lumba di Desa Harpan, Sablon Teluk merupakan mitra Lumba-Lumba yang didukung oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), sehingga terus memberdayakan diri untuk mengembangkan kapasitasnya.
Dengan ketajaman bisnisnya, Sablon dapat mengirimkan produk industri ke Republik Ceko tiga kali setahun Untuk meningkatkan kualitas dan tampilan karyanya, ia kini banyak memanfaatkan informasi yang diberikan oleh perkembangan teknologi informasi di layar ponsel.
Produk yang diekspor bisa mencapai ribuan unit dengan permintaan khusus oleh-oleh seperti penyu dan manta. Dia bisa mengantongi 40 juta dari pesanan luar negeri
Jika pesanan banyak, Sablon mengajak anak-anak sekitar rumahnya untuk membantu membuat pasir dengan imbalan Rp 2.000 per kerajinan.
Keterlibatan anak dalam kegiatan pasir, selain untuk belajar memanfaatkan waktu untuk mencari uang, juga mengajarkan mereka untuk tidak mengikuti kegiatan yang bermanfaat dan merugikan. Jika ada pesanan dalam jumlah besar dari pelanggan, mereka bisa melibatkan sekitar 20 anak
Semenjak berbisnis kerajinan, ia mempunyai penghasilan yang lebih stabil dibandingkan saat menjadi nelayan Sebenarnya Anda bisa mendapatkan minimal 150 ribu dalam satu hari Tak jarang, dalam sehari, penghasilannya bisa mencapai Rp 300 ribu
Saat masih menjadi nelayan, penghasilannya tidak menentu dan bergantung pada cuaca Bahkan, jika cuaca buruk dan angin kencang, mereka bisa tidak aktif hingga tiga bulan, karena tidak bisa melaut.
Dengan penghasilan yang tidak menentu, mereka bahkan tidak mampu membeli telepon seluler Kini ia mensyukuri keadaan tersebut dan mulai belajar tentang amputasi kaki karena sakit.
Namun, keinginan untuk berwisata lewat laut terkadang masih membekas di benaknya Namun rasa rindu itu tak lagi membuatnya kasihan pada dokter yang mengamputasi kakinya
Tak hanya bekerja di kampung halaman, ia kini ingin mengembangkan keahliannya ke luar daerah, terutama di daerah yang usaha industrinya sudah maju.
Paraga Sablon membuktikan bahwa kecacatan tidak membatasi dirinya Sablon tidak bisa lagi keluar negeri Namun hasil karyanya sudah sampai ke negara lain. Ia bahkan sudah bisa mempekerjakan orang untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Atas kesuksesannya tersebut, Sablon ingin memberikan pesan dan motivasi untuk tidak berhenti pada penyandang disabilitas Sablon mendorong para penyandang disabilitas untuk terus berjuang belajar dan menghadapi tantangan hidup. Kondisi tubuh yang tidak sempurna tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak berbuat sesuatu yang lebih bermanfaat, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kemaslahatan masyarakat.
Leave a Reply