JERUSALEM (ANTARA) – Para dokter Palestina dan seluruh dunia meminta agar koridor kemanusiaan dibuka dari koridor Gaza untuk memungkinkan evakuasi darurat 25.000 pasien ke rumah sakit di Yerusalem timur.
Permintaan itu disampaikan dalam konferensi pers pada Selasa (12 Maret) di Rumah Sakit Augusta Victoria di Yerusalem Timur, di tengah krisis kemanusiaan akibat agresi militer Israel yang menyebabkan penutupan banyak fasilitas medis di daerah kantong Palestina.
Menurut mereka, sekitar 25.000 orang di Gaza memerlukan bantuan medis segera untuk menyelamatkan nyawa mereka.
Mereka mengusulkan tiga langkah penting untuk mengatasi krisis ini. Pertama, menciptakan jalur evakuasi pasien yang aman ke rumah sakit di Yerusalem Timur, Tepi Barat, atau negara ketiga.
Kedua, memastikan pasien didampingi keluarganya selama menjalani perawatan; ketiga, memastikan pasien berhak kembali ke Gaza setelah menjalani perawatan tanpa harus memilih antara status kesehatan dan tempat lahirnya.
Nasib anak-anak di Gaza
PhD. Ahli onkologi anak Hadera Salama menyoroti penderitaan anak-anak di Gaza, banyak dari mereka tidak dapat menerima pengobatan kanker bahkan sebelum konflik dimulai.
“Kita tidak bisa membiarkan anak-anak ini kehilangan nyawa mereka karena mereka tidak mendapatkan perawatan yang sangat mereka butuhkan,” kata Dr. George Hello.
Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr. Rick Pelcorn menekankan pentingnya akses kemanusiaan, termasuk pasokan medis, evakuasi pasien, dan akses tim kemanusiaan untuk memberikan bantuan darurat.
Sementara itu, Violet Mubarak, direktur Princess Basma Center di Yerusalem, menyerukan agar hak-hak anak-anak penyandang disabilitas di Gaza dilindungi.
Dia menekankan bahwa setiap anak di Gaza berhak atas perawatan dan layanan medis yang menyelamatkan jiwa.
Israel memblokir layanan medis
Dalam beberapa dekade terakhir, enam rumah sakit spesialis di Yerusalem Timur telah memberikan layanan medis kepada warga Palestina di Tepi Barat dan koridor Gaza.
Namun, sejak serangan Israel dimulai pada Oktober 2023, Israel telah membatasi akses warga Palestina ke rumah sakit lokal dengan menangguhkan izin khusus.
Penyeberangan Rafah antara Gaza dan Mesir telah ditutup sejak Mei, setelah Israel mengambil kendali atas tanah Palestina di sepanjang perbatasan, mencegah pasien dievakuasi ke luar Gaza.
Selama konflik, rumah sakit di Gaza menghadapi kekurangan obat-obatan dan pasokan medis. Banyak staf medis terbunuh dan ambulans menjadi sasaran serangan Israel.
“Situasi di Gaza sangat buruk,” kata Dr. Fadi Atresh, CEO Rumah Sakit Victoria di Augusta, menekankan pentingnya membuka kembali koridor kemanusiaan.
Dia menuntut agar semua pasien di Gaza memiliki akses terhadap pengobatan.
“Cara terpendek dan paling efektif adalah mengeluarkan mereka dari Gaza dan ke rumah sakit di Yerusalem Timur dan Tepi Barat,” katanya.
Genosida dan respons internasional
Sejak Hamas Palestina menyerang Gaza pada Oktober 2023, Israel telah membunuh lebih dari 44.500 orang dan melukai lebih dari 105.000 warga Palestina.
Sebagian besar korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Strategi Israel dalam membuat kelaparan dan memblokir bantuan kemanusiaan telah dikutuk secara luas oleh komunitas internasional dan dipandang sebagai upaya untuk memusnahkan rakyat Palestina secara sistematis.
Bulan lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Galante atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional atas kekejaman yang berkelanjutan di Gaza.
Sumber: Anadolu
Leave a Reply