Bandarlampung (ANTARA) – Hamparan sawah berpadi kuning di sepanjang jalan masuk Kota Metro, Bandarlampung, 45 kilometer dari Ibu Kota Provinsi Lampung, menjadi ciri khas tersendiri.
Sawah seluas ratusan hektar ini juga didukung oleh saluran irigasi, sehingga aliran air tetap mengalir untuk menyuburkan tanah, bahkan di musim panas sekalipun.
Visi baik ini sudah lama terlihat sejak zaman kolonial karena Kota Metro ditakdirkan menjadi kota penghasil beras yang sumber airnya berasal dari Sungai Sekampung.
Pameran serupa juga terlihat di wilayah lain di Lampung seperti Pringsewu, Pesawan, Lampung Tengah, dan Lampung Selatan. Persawahan di beberapa kabupaten menjadikan Lampung sebagai salah satu daerah penyimpanan pangan nasional di luar Pulau Jawa, kecuali Sulawesi Selatan.
Berdasarkan data Bank Indonesia, sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan juga mempunyai peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi Lampung, dengan kontribusinya mencapai 27 persen terhadap struktur perekonomian Lampung.
Oleh karena itu, wilayah Lampung mempunyai potensi besar untuk mendukung program realisasi pangan nasional yang dicanangkan pemerintah untuk mencapai surplus produksi beras di masa depan.
Menteri Koordinator Pangan (Menko) Zulkifli Hasan membenarkan, salah satu upaya menjaga produksi padi di Lampung adalah dengan pengembangan tambahan jaringan irigasi primer dan sekunder pada tahun 2025.
Saluran irigasi ini berguna untuk mencegah petani menggunakan sumur gali yang menyebabkan tingginya biaya produksi saat musim tanam dimulai.
Kemudian, untuk mewujudkan kedaulatan pangan, distribusi pupuk bersubsidi kepada petani juga perlu dilakukan secara tepat, sehingga menjamin keakuratan rantai pasok pupuk kepada petani.
Selanjutnya upaya lainnya adalah dengan melatih Sumber Daya Manusia (SDM) sektor pertanian yang berkualitas, khususnya generasi muda, untuk mempercepat produksi beras dan mengurangi ketergantungan pasokan pangan impor.
Tak hanya itu, Pemprov Lampung menjamin keberlanjutan program swasembada pangan dengan jaminan perluasan lahan budidaya di tahun-tahun mendatang agar produksi pangan tetap produktif.
Upaya perluasan lahan ini diharapkan dapat meningkatkan rata-rata produksi beras di Lampung hingga hampir 3 juta ton untuk menjamin kebutuhan daerah dan memenuhi kebutuhan provinsi sekitarnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto pernah mengatakan bahwa Indonesia akan berkomitmen terhadap swasembada dalam lima tahun ke depan, sebagai langkah besar dalam mengatasi tantangan dunia yang semakin kompleks.
Dikatakannya, Indonesia tidak boleh bergantung pada sumber pangan luar karena dalam situasi krisis global, negara lain akan lebih mengutamakan kepentingan dalam negerinya.
Swasembada pangan tidak hanya memenuhi kebutuhan rumah tangga, namun juga bertujuan menjadikan Indonesia sebagai salah satu keranjang pangan dunia.
Sementara itu, luas bruto beras di Lampung saat ini tercatat mencapai 361.699 hektar pada tahun 2024, atau lebih banyak dibandingkan tahun 2023 sebelumnya yang hanya seluas 268.336 hektar.
Sedangkan pada tahun 2024, Pemprov Lampung menargetkan tanaman padi seluas 630.445 hektare, serta luas panen 609.311 hektare.
Untuk tujuan produktivitas, sektor pertanian Lampung diperkirakan dapat menghasilkan 5,5 ton per hektar dan menghasilkan 3.382.912 ton gabah kering pada tahun 2024.
Persaingan di bidang pertanian
Sejumlah langkah sinergi pemerintah pusat dan daerah untuk mencapai swasembada pangan di Lampung merupakan upaya yang tepat untuk menjaga produksi dan menjamin pasokan dalam negeri.
Namun, Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital (Celios) Pusat Kajian Ekonomi dan Hukum, berpendapat bahwa upaya peningkatan pemanfaatan teknologi juga harus dilakukan dengan mendorongnya, bukan sekadar memperluasnya melalui pembukaan lahan baru.
Salah satu kelemahan perluasan lahan adalah terbatasnya lahan produktif yang berubah fungsi dalam berbagai hal, seperti diubah menjadi kawasan industri atau pemukiman.
Oleh karena itu, peningkatannya melalui pemanfaatan teknologi pangan, seperti penggunaan benih baru yang tahan terhadap serangan hama dan penggunaan peralatan pertanian modern, dapat menjadi solusi untuk meningkatkan produktivitas.
Modernisasi ini juga dilakukan seiring dengan peningkatan sumber daya manusia, mengingat penanganan alat berat atau penggunaan teknologi pangan memerlukan keterampilan dan pengetahuan petani yang sesuai.
Ke depan, menurut kajian CIPS, berbagai upaya tersebut harus dibarengi dengan peningkatan investasi di sektor pertanian untuk memperkuat daya saing. Saat ini, investasi di sektor pertanian, termasuk tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan, cenderung belum stabil dalam memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor.
Masuknya investasi dapat membangun sektor pertanian yang berketahanan terhadap perubahan iklim dan berkelanjutan dengan mendanai penelitian, teknologi, dan peningkatan kapasitas masyarakat.
Selain itu, penyederhanaan peraturan investasi dan reformasi kebijakan pertanian dan perdagangan sangat penting untuk mempertahankan investasi yang lebih besar di sektor pertanian di tingkat nasional.
Langkah-langkah kolaboratif tambahan seperti mendorong penelitian dan pengembangan baru, membuka akses terhadap input pertanian berkualitas, membangun sistem tanam berkelanjutan dan meningkatkan infrastruktur juga berguna untuk mengatasi permasalahan dalam produksi.
Dengan demikian, dengan menyediakan ekosistem yang lebih sehat pada sektor pertanian, maka lapangan kerja baru dapat tercipta, transfer teknologi dan pengetahuan dapat dilakukan, serta peluang ekspor baru dapat terbuka.
Namun tantangan di daerah penghasil pangan seperti Lampung, faktor iklim yang tidak menentu, kejadian ekstrim seperti banjir dan penurunan kualitas tanah akan mempengaruhi pola tanam, cara bercocok tanam dan hasil panen sehingga dapat mempengaruhi ketersediaan pangan.
Lampung juga perlu mengembangkan sentra produksi pangan lain selain beras, seperti tingginya nilai kopi di wilayah Lampung Barat, agar kontribusi sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan terhadap perekonomian daerah tidak berkurang atau meningkat.
Pada akhirnya, perwujudan swasembada pangan tidak hanya sekedar kemandirian penyediaan pangan di tingkat rumah tangga, karena kemudahan akses pangan yang terjangkau bagi masyarakat juga menjadi salah satu indikator “swasembada pangan” itu sendiri.
Leave a Reply