Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan perlu adanya batas atas iklan di setiap bidang usaha untuk meningkatkan permintaan kredit karbon dengan mengubah karbon.
Mengapa tidak diperlukan lagi? “Karena undang-undang yang berbeda ini harusnya didorong agar ada batasan yang lebih tinggi untuk bidang usaha yang berbeda, puncak produksi, jadi kalau kita lihat di luar negeri, batasan atas ini bidang usaha yang berbeda,” kata Wakil Presiden OJK. . Komisaris Mirza Adityaswara Jakarta, Kamis.
Dalam Webinar The Greenwashing Trap: How to Build Public Awareness, Mirza menyampaikan saat ini volume dan nilai perdagangan perdagangan karbon masih perlu ditingkatkan karena belum banyak peminatnya.
Untuk meningkatkan nilai dan ukuran bisnis melalui pertukaran karbon, ia mengatakan bahwa permintaan kredit karbon dari investor di berbagai sektor harus dipenuhi.
Untuk itu, selain perlunya pengaturan batasan produksi pada masing-masing industri, menurut Mirza, juga perlu adanya pajak karbon, penegakan hukum, dan pemusnahan.
“Karena kalau tidak ada batas atas dan tidak ada kekurangan, kalau dilampaui maka kebutuhan karbon tidak akan terjadi,” ujarnya.
OJK mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mempelajari praktik baik dari berbagai kebijakan yang diterapkan oleh berbagai negara dalam hal penurunan emisi guna memenuhi kewajiban pengurangan gas rumah kaca (GRK).
“Indonesia harus memiliki kredit karbon, di banyak dan dari berbagai sektor industri untuk mengurangi emisi dari berbagai sektor, dan untuk itu, mari kita dorong bersama-sama,” ujarnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan melaporkan, sejak dimulainya perdagangan karbon pada 26 September 2023 hingga 27 September 2024, biaya usaha perdagangan karbon mencapai Rp37,06 miliar.
Direktur Jenderal Pengawasan Pasar Modal, Derivatif Keuangan, dan Pertukaran Karbon OJK Inarno Dajajadi mengatakan total perdagangan karbon mencapai 613.894 tCO2e.
Sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 27 September 2024, terdapat 81 pengguna jasa yang mendapat izin dengan total 613.894 tCO2e dan nilai akumulasi Rp37,06 miliar, dengan informasi transaksi di pasar umum sebesar 26,75 persen, 23.18. Di Pasar Komunikasi, 49,87 persen di Pasar Lelang, dan 0,21 persen di pasar,” kata Inarno saat konferensi pers Rapat Direksi OJK di Jakarta, Selasa (1/10).
Leave a Reply