Jakarta (ANTARA) – Peneliti ekonomi Pusat Penelitian Kebijakan Publik Indonesia (TII) Putu Rusta Ajaya mengatakan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) dapat memperkuat kebijakan perlindungan perdagangan internasional. .
Menurut Putu, Donald Trump terpilih kembali menjadi Presiden Amerika Serikat setelah mengalahkan Kamala Harris untuk posisi presiden Partai Republik. Terpilihnya Trump, slogannya “America First” membawa dampak yang besar bagi Indonesia.
“Di tengah ketidakpastian perekonomian global, dan kebijakan Trump ‘America First’, hal ini akan meningkatkan proteksionisme perdagangan internasional yang berdampak buruk bagi Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Kamis.
Penurunan ekspor neto ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2024 sebesar 4,95 persen dibandingkan tahun lalu, masih di bawah rata-rata lima persen yang dicapai dalam beberapa tahun terakhir.
Akibat kedua adalah arus keluar modal, atau repatriasi dolar di dalam negeri AS, karena Trump telah menjanjikan insentif besar, seperti pemotongan pajak dan deregulasi, sehingga perusahaan multinasional AS dan bahkan investor asing dapat lebih fokus pada pengembangan produk mereka. dan/atau jasa. di AS. .
“Insentif dan kondisi perekonomian dalam negeri di Amerika lebih baik dibandingkan kondisi perekonomian di negara berkembang seperti Indonesia, sehingga akan terjadi outflow. Dampaknya, nilai tukar rupiah akan melemah. Di Indonesia, perusahaan-perusahaan yang berdenominasi dolar” Jangka panjang dampaknya perusahaan akan kehilangan lapangan kerja. Kerja bagus dan kemudahan,” kata Putu.
Menurutnya, respon pertahanan tersebut bisa dimanfaatkan oleh negara lain sebagai third effect. Hal ini juga memisahkan perdagangan internasional dari semangat perdagangan bebas.
Indonesia Institute memperkirakan bahwa kebijakan perlindungan di seluruh dunia, seperti pembatasan perdagangan, memiliki tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 82,55 persen antara tahun 2009 dan 2022. “CAGR hambatan perdagangan barang sebesar 77,63 persen, jasa 61,68 persen, dan investasi 52,04 persen,” ujarnya.
Oleh karena itu, negara-negara maju mendominasi sebagian besar kebijakan proteksionis di dunia. Jika mitra dagang Indonesia menjadi proteksionis karena kebijakan Trump, maka Indonesia akan semakin dirugikan.
Leave a Reply