Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Saleh Husin mengatakan kebijakan gaji harus fokus pada pertumbuhan perekonomian nasional guna menciptakan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.
“Kebijakan pengupahan yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional juga dapat menjadi katalis peningkatan kesejahteraan masyarakat luas,” kata Husin dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Hal itu disampaikannya untuk menanggapi tuntutan serikat pekerja saat membacakan putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi UU Cipta Kerja.
Ia meminta semua pihak mengkaji keputusan tersebut sambil terus fokus pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan semangat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang mematok angka pertumbuhan sebesar delapan persen.
Ia mengatakan pada tahun 2023, kontribusi sektor industri terhadap pendapatan nasional (PDB) Indonesia mencapai 18,67 persen. Pada triwulan III tahun 2024, kontribusi sektor industri sebesar 19,02 persen.
“Capaian tersebut masih jauh dari target kontribusi industri sebesar 28 persen dalam upaya mencapai Indonesia Emas pada tahun 2045,” ujarnya.
Sektor manufaktur tidak hanya penting untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku di Indonesia, tetapi juga sangat penting untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat luas. Paling tidak, penciptaan lapangan kerja akan mengurangi tingkat kemiskinan.
Dikatakannya, berdasarkan Permenperin 51/M-IND/PER/10/2013 tahun 2013, terdapat enam kelompok industri yang tergolong buruh, yaitu industri makanan dan minuman serta tembakau, industri pakaian dan tekstil, serta industri kulit dan kulit. produk. industri, industri sepatu, industri mainan anak-anak, dan industri mebel.
“Bagi negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yang mencapai 282 juta jiwa, sektor padat karya dapat menjadi katalisator pencapaian kesejahteraan sosial yang lebih luas,” kata Husin.
Namun, lanjut Husin, di sisi lain, sektor padat karya merupakan kelompok industri yang sangat rentan terhadap kebijakan terkait ketenagakerjaan, termasuk pengupahan.
“Jadi apabila putusan Mahkamah Konstitusi tentang UU Ketenagakerjaan dibaca atau dimaknai secara sepihak melalui perspektif kepentingan kelompok tertentu, maka akan berdampak buruk pada sektor ketenagakerjaan,” ujarnya.
Menurut Husin, arah syarat gaji yang dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi pada dasarnya sudah sesuai dengan prinsip yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. 36 Tahun 2021 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No.
“Dalam memberikan preseden tertentu dalam putusan Mahkamah Konstitusi tentang kontribusi pekerjaan terhadap pertumbuhan ekonomi dan asas keseimbangan untuk memberikan kehidupan yang layak bagi individu pekerja, hal tersebut sebelumnya banyak diterima dalam PP 51/2023,” jelasnya. .
Sementara itu, terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi versi ke-12 yang menyatakan bahwa Gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral untuk wilayah regional dan kabupaten/kota, maka besaran tersebut tidak bisa serta merta dilaksanakan. tidak dapat ditetapkan untuk sektor yang memerlukan tenaga kerja. .
“Untuk penetapan upah sektoral sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja perlu diatur lebih profesional dengan peraturan pemerintah,” kata Husin.
Oleh karena itu, tambah Husin, pemerintah pusat melalui Kementerian Ketenagakerjaan harus mengontrol tata cara dan ketentuan penetapan gaji sektoral dan gubernur pada sektor tertentu agar tidak berdampak negatif.
Leave a Reply