Jakarta (ANTARA) – Penerapan bahan bakar minyak (BBM) Euro 4 secara penuh diharapkan dapat menghemat biaya pengobatan Jakarta hingga Rp 550 miliar per tahun untuk penyakit pneumonia, penyakit jantung iskemik, dan penyakit paru kronis (COPD) pada tahun 2030.
Proyeksi ini diperoleh dari laporan hasil Analisis Dampak Kebijakan Peningkatan Baku Mutu Bahan Bakar pada Aspek Lingkungan, Kesehatan, dan Ekonomi yang diterbitkan oleh lembaga pemikir energi dan lingkungan Institute for Essential Services Reform (IESR ), di Jakarta, Selasa.
Tak hanya itu, peningkatan kualitas bahan bakar ke Euro 4 juga diprediksi akan mengurangi beban polusi udara sebesar 90,26 persen dan berdampak pada penurunan jumlah kasus pneumonia sebesar 86 persen, penyakit jantung iskemik sebesar 69 persen, dan penyakit kronis. sakit paru paru. (COPD) sebesar 84 persen pada tahun 2030 di Jakarta.
Berdasarkan laporan BPJS, klaim biaya pengobatan penyakit akibat polusi udara di Jakarta akan mencapai hampir Rp 1,2 triliun pada tahun 2023. Penyakit yang menyumbang banyak biaya pengobatan BPJS adalah penyakit jantung iskemik sebesar Rp 471 miliar dan influenza serta pneumonia sebesar Rp 409 miliar.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam diskusi di Jakarta, Selasa, mengatakan kenaikan kualitas bahan bakar ke Euro 4 yang digunakan kendaraan dan industri merupakan langkah strategis untuk mengurangi polusi udara.
“Saat ini kualitas bahan bakar yang tersedia di Indonesia, khususnya solar dan bensin, masih jauh dari standar internasional dan yang diterapkan di negara-negara maju,” ujarnya.
IESR mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera menerbitkan aturan spesifikasi bahan bakar kendaraan bermotor yang sesuai dengan Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 yang mewajibkan spesifikasi bahan bakar memenuhi persyaratan teknologi Euro. 4 mesin kendaraan.
Selain itu, pemerintah harus mengembangkan peraturan dan peta jalan untuk lebih memperketat baku mutu emisi kendaraan bermotor.
Peta jalan baku mutu emisi ini harus disertai dengan peta jalan penyediaan bahan bakar yang memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan. Hal ini penting agar permasalahan kurangnya ketersediaan bahan bakar yang sesuai seperti penerapan standar kualitas emisi Euro 4 tidak terulang kembali.
Dalam rekomendasinya, IESR menyatakan penyediaan pasokan bahan bakar yang memenuhi persyaratan Euro 4 dapat dicapai melalui dua jalur, yaitu produksi dalam negeri dan impor.
Untuk produksi nasional, Pertamina perlu melakukan investasi peningkatan kapasitas kilangnya, baik melalui kerja sama dengan badan usaha swasta melalui skema Kerja Sama Badan Usaha dan Masyarakat (KPBU) maupun melalui penyertaan modal negara (PMN).
Selain itu, mengingat sekitar 30 persen bahan bakar yang beredar di pasaran berasal dari impor, maka untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek perlu mengalihkan impor ke bahan bakar yang memenuhi persyaratan Euro 4.
Di sisi lain, penerapan kebijakan Euro 4 memerlukan biaya tambahan sebesar Rp 200 per liter bahan bakar. Biaya tambahan ini dapat ditanggung oleh pemerintah yang berdampak pada peningkatan anggaran subsidi sebesar Rp5,5 triliun pada tahun awal pelaksanaan dan meningkat menjadi Rp16 triliun ketika diterapkan sepenuhnya pada tahun 2028.
“Dampak peningkatan anggaran subsidi ini jauh lebih kecil dibandingkan anggaran subsidi dan kompensasi bahan bakar yang dialokasikan setiap tahun”, demikian laporan tersebut.
“Tambahan anggaran subsidi ini bisa didapat dari efisiensi anggaran belanja non-produktif dan kurang mendesak. “Selanjutnya, pemerintah perlu mengoptimalkan pendapatan ramah lingkungan, seperti obligasi hijau, sukuk hijau, atau pajak karbon,” ujarnya.
Sebagian besar bahan bakar bensin yang beredar di pasaran saat ini, yakni Pertalite dan Pertamax, masih memiliki kandungan sulfur pada kisaran 150-400 ppm. Padahal, untuk mendapatkan bahan bakar setara Euro 4, diperlukan bahan bakar dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
Pertamax turbo dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm memenuhi persyaratan kendaraan berstandar Euro 4. Selain itu, Pertamax ramah lingkungan yang baru diperkenalkan pada tahun 2023 ini merupakan satu-satunya bensin yang menggunakan bioetanol (BE5).
Sedangkan solar dan biodiesel memiliki spesifikasi kandungan sulfur maksimal 2.000 ppm. Dexlite masih memiliki kandungan sulfur maksimal 1.200 ppm sehingga belum memenuhi persyaratan spesifikasi Euro 2. Pertadex sudah memenuhi regulasi Euro 3 dengan kandungan sulfur 300 ppm, namun belum cukup untuk Euro 4.
Leave a Reply