Jakarta (ANTARA) – Hutan hujan Kalimantan yang menyandang predikat sebagai bagian dari “ketebalan dunia” memiliki peran strategis dalam menyerap karbon dioksida lebih banyak dibandingkan hutan lainnya di muka bumi.
Fungsi ekologis ini menjadikannya benteng alami untuk memperlambat perubahan iklim dengan mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) di atmosfer.
Namun kekayaan hutan ini terancam akibat eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran. Pembukaan lahan, pembalakan liar, penambangan liar, dan aktivitas industri menyebabkan hilangnya kawasan hutan secara besar-besaran, sehingga mengurangi kemampuannya dalam menyerap karbon dan menjaga keseimbangan ekosistem.
Menurut data Badan Informasi Geospasial, dalam kurun waktu 2018 hingga 2022, luas deforestasi di Kalimantan mencapai lebih dari 526 ribu hektare. Hingga tahun 2024, luas hutan hujan di Kalimantan tercatat sekitar 31,1 juta hektar menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Deforestasi di pulau ini merupakan yang tertinggi dibandingkan wilayah lain di Indonesia.
Penetapan kawasan Sepaku sebagai lokasi Ibu Kota Negara (IKN) nusantara menambah tantangan baru bagi Kalimantan Timur. Apalagi sebagai daerah penyangga IKN, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mempunyai tanggung jawab besar untuk memastikan ketersediaan energi yang cukup untuk mendukung aktivitas ibu kota baru dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan. Tanpa pengelolaan yang baik, peningkatan kebutuhan energi dapat mengancam kelestarian lingkungan hidup yang pada akhirnya merugikan Kalimantan Timur dan wilayah sekitarnya.
Kalimantan Timur mempunyai peluang besar untuk menjadi model keberlanjutan melalui pemanfaatan energi terbarukan. Potensi energi baru terbarukan (EBT) di wilayah ini sangat besar, mulai dari energi surya, tenaga air, hingga biomassa.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kalimantan Timur memiliki potensi energi surya sebesar 13.479 MW berkat letaknya yang berada di sepanjang garis khatulistiwa. Selain itu, potensi PLTA Kaltim mencapai 16.844 MW berkat aliran sungai besar dan danau. Energi biomassa dari perkebunan kelapa sawit juga menawarkan peluang pengembangan yang potensial.
Namun pemanfaatan EBT di Kalimantan Timur masih jauh dari optimal. Kendala yang dihadapi dapat dikatakan merupakan permasalahan klasik yaitu biaya investasi yang tinggi, infrastruktur yang belum memadai, dan distribusi energi yang buruk.
Ketergantungan yang sudah berlangsung lama terhadap industri batu bara, yang menyumbang banyak pendapatan bagi perekonomian, merupakan hambatan besar dalam proses transisi menuju energi ramah lingkungan. Ketergantungan ini menjadikan perekonomian Kalimantan Timur sangat rentan terhadap fluktuasi harga komoditas dunia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) Kalimantan Timur akan turun mulai tahun 2022 seiring anjloknya harga komoditas batu bara. Fakta ini menunjukkan betapa perekonomian Kalimantan Timur bergantung pada produk ini.
Langkah konkrit
Transisi ke energi baru dan EBT tidak hanya penting untuk melestarikan lingkungan, tetapi juga untuk menciptakan stabilitas perekonomian jangka panjang di Kalimantan Timur.
Inspirasinya bisa diambil dari proyek EBT di daerah lain, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Jawa Barat. Proyek ini merupakan PLTS terapung pertama dan terbesar di Asia Tenggara yang memanfaatkan lahan reservoir untuk menampung panel surya. Selain efisiensi penggunaan lahan, pemasangan panel surya di atas air juga meningkatkan penyerapan energi matahari sekitar 26 persen.
Model serupa dapat diterapkan di Kalimantan Timur dengan memanfaatkan lahan bekas tambang atau danau yang tersebar di seluruh wilayah untuk pengembangan PLTS.
Ke depan, Gubernur Kalimantan Timur yang dilantik harus mempercepat proses transisi energi dengan menyusun rencana dan langkah strategis. Hal ini antara lain dengan menetapkan regulasi yang mendukung percepatan pembangunan infrastruktur EBT, memberikan insentif bagi pengembang EBT, serta memprioritaskan pendidikan dan pelatihan bagi pekerja di sektor energi ramah lingkungan.
Langkah-langkah ini akan memperkuat peran Kalimantan Timur sebagai penyangga IKN yang berkelanjutan.
Konsep IKN yang mengedepankan energi hijau akan menciptakan citra positif di tingkat nasional dan internasional, serta menarik investasi negara-negara maju yang saat ini fokus pada keberlanjutan.
Sebagai bagian dari pengembangan EBT, Kalimantan Timur dapat memanfaatkan skema pembiayaan inovatif, seperti pendapatan dari penjualan kredit karbon atau perdagangan karbon. Provinsi Kalimantan Timur merupakan provinsi pertama yang menerima dana dari penjualan kredit karbon, dan dana tersebut dapat dialokasikan untuk mendukung pembangunan infrastruktur energi hijau.
Dengan rencana strategis dan implementasi yang tepat, Kalimantan Timur mempunyai potensi besar untuk menjadi model transformasi energi berkelanjutan yang dapat menginspirasi daerah lain di Indonesia.
Langkah ini tidak hanya membawa manfaat bagi perekonomian dan lingkungan hidup, namun juga mempertegas peran Kaltim sebagai bagian dari “paru-paru dunia” yang tetap hidup dan berdaya.
Di tengah tantangan dan perubahan, Kalimantan Timur dapat menunjukkan bahwa pelestarian lingkungan dan realisasi energi dapat berjalan beriringan. Dengan kerja keras dan komitmen bersama, impian masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bukanlah sekedar harapan, melainkan warisan nyata bagi generasi mendatang.
Kalimantan Timur memiliki semua modal yang diperlukan untuk mewujudkan pembangunan ramah lingkungan dan berkelanjutan.
*) Muhammad Harits Zidni Khatib Ramadhani, S.E., Ak., M.Si adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulwarman
Redaktur: Achmad Zaenal M
Leave a Reply