Jakarta (ANTARA) – Tahun 2025 akan menjadi tonggak penting bagi Indonesia untuk mengatasi tantangan dan peluang perekonomian di tengah perubahan global yang semakin kompleks.
Petani di daerah pedesaan menghadapi banyak tekanan akibat perubahan iklim. Badan Meteorologi, Meteorologi, dan Geofisika (BMKG) Sulawesi Selatan memperkirakan indikator La Niña akan muncul hingga tahun 2025.
Kepala BMKG Sulawesi Selatan Ayi Sudrajat mengatakan, situasi ini akan menyebabkan curah hujan lebih tinggi dari biasanya.
Situasi tersebut dapat menimbulkan banjir yang dapat merusak lahan pertanian dan mengancam produksi pangan negara, khususnya beras.
Produksi beras, yang menyumbang 30 persen kebutuhan pangan dalam negeri, dapat menurun secara signifikan jika dampak perubahan iklim tidak segera diantisipasi.
Ketergantungan Indonesia pada impor pangan dapat menimbulkan ancaman besar lainnya terhadap kedaulatan pangan.
Berdasarkan data BPS, Indonesia mengimpor beras sebanyak 3,48 juta ton hingga Oktober 2024.
Sumber impor beras Indonesia adalah Thailand, Vietnam, Myanmar, Pakistan, dan Kamboja. Impor beras Indonesia diperkirakan mencapai 5,17 juta ton pada tahun 2024, yang mungkin merupakan rekor impor beras terbesar yang pernah ada. Jumlah tersebut belum termasuk produk pangan impor lainnya seperti gandum, jagung, dan gula.
Di sisi lain, di wilayah perkotaan seperti Yogyakarta, transformasi digital membuka peluang besar bagi wirausaha baru, namun terhambat oleh tantangan infrastruktur teknologi.
Menurut studi terbaru yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2024, sekitar 82,6 persen masyarakat di wilayah tertinggal di Indonesia akan terhubung ke Internet.
Faktanya, riset Google dan Temasek mencatat UKM yang terhubung dengan platform digital dapat meningkatkan pendapatannya sebesar 26 persen.
Diperkirakan akan mencapai $146 miliar pada tahun 2025, potensi ekonomi digital Indonesia berisiko habis jika kesenjangan akses Internet tidak segera diatasi.
Pembangunan Ibu Kota Negara Kepulauan (IKN) merupakan salah satu proyek terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
Direncanakan investasi sebesar 466 miliar dollar AS, 80% diantaranya direncanakan akan diinvestasikan oleh swasta, dan diyakini proyek ini dapat mendukung pengembangan investasi.
Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp309,2 triliun hingga Oktober 2024 menimbulkan kekhawatiran terhadap prioritas alokasi sumber daya.
Proyek ini perlu dikelola dengan transparansi tinggi untuk mengatasi kekhawatiran publik.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa proyek infrastruktur yang terencana dan dikelola dengan baik dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan, dan proyek IKN memiliki potensi besar jika berhasil.
Indonesia masih bergantung pada batu bara untuk energi, yang merupakan sumber utama pendapatan ekspor yang akan mencapai $45 miliar pada tahun 2022.
Namun harapan ini bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.
Saat ini, hanya 12 persen energi Indonesia yang dihasilkan dari sumber terbarukan, jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi energi terbarukan Indonesia akan mencapai 12,30 persen pada tahun 2022.
Sebagai perbandingan, beberapa negara tetangga mempunyai persentase energi terbarukan yang tinggi. Misalnya, Vietnam memiliki kapasitas pembangkit listrik berbasis energi terbarukan sebesar 45.327 MW, yang merupakan kapasitas terbesar di ASEAN.
Sementara itu, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), energi terbarukan yang dimiliki Indonesia sebesar 442 GW perlu segera dimanfaatkan dengan berinvestasi pada teknologi energi ramah lingkungan dan mengubah subsidi energi fosil.
Dengan strategi yang tepat, sumber-sumber seperti tenaga surya, angin, dan bioenergi dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus mendukung transisi menuju keberlanjutan.
Di tengah kemajuan teknologi, lapangan kerja terus menjadi perhatian.
Meskipun tingkat pengangguran terbuka turun menjadi 5,86 persen pada Agustus 2023, ketidaksesuaian antara keterampilan tenaga kerja dan kebutuhan industri masih menjadi tantangan besar.
Berdasarkan laporan Lembaga Demografi Universitas Indonesia, pada tahun 2015, kesenjangan vertikal (selisih tingkat pendidikan dan tingkat pekerjaan) mencapai 53,33 persen, sedangkan kesenjangan horizontal (selisih antara pendidikan dan pekerjaan) mencapai 60,52 persen.
Situasi ini mencerminkan “inefisiensi struktural” yang menghambat daya saing pekerja Indonesia.
Reformasi dalam sistem pendidikan diperlukan untuk menjawab tantangan-tantangan ini, dengan menekankan program berbasis keterampilan dan program pelatihan ulang bagi pekerja yang terkena dampak otomatisasi.
Solusi strategis
Di antara berbagai tantangan tersebut, solusi strategis merupakan kebutuhan yang mendesak. Ketahanan pangan dapat diperkuat dengan teknologi pertanian modern seperti irigasi cerdas dan pemantauan berbasis drone.
Diversifikasi pangan lokal seperti sagu, sorgum, dan singkong dapat mengurangi ketergantungan impor.
Untuk sektor digital, pemerintah dan swasta perlu bekerja sama untuk berinvestasi pada infrastruktur teknologi, terutama di daerah pedesaan yang akses internetnya masih terbatas.
Pelatihan digital bagi UKM juga perlu dikembangkan untuk membuka peluang yang lebih luas bagi usaha kecil.
Pendekatan kemitraan publik-swasta (KPS) dalam mengelola proyek-proyek penting seperti IKN dapat menjadi solusi untuk mengurangi beban keuangan pemerintah sekaligus memastikan keberlanjutan proyek.
Insentif pajak untuk proyek energi ramah lingkungan dan reformasi subsidi energi fosil diperlukan untuk mempercepat transisi ke sumber energi terbarukan.
Langkah ini harus diambil dengan berinvestasi besar-besaran pada teknologi ramah lingkungan seperti panel surya dan tenaga angin.
Reformasi pendidikan menjadi prioritas untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di era digital. Program pelatihan, pengembangan profesional, dan program pengembangan keterampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan industri merupakan langkah penting untuk memastikan tenaga kerja Indonesia tetap kompetitif.
Tahun 2025 akan menjadi dorongan penting bagi Indonesia untuk merestrukturisasi strategi perekonomiannya.
Kebijakan yang responsif, inklusif, dan berorientasi masa depan sangat penting untuk menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks.
Perjalanan perekonomian Indonesia tidak hanya sekedar menjaga laju pertumbuhan, namun juga menciptakan pembangunan yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dengan komitmen yang kuat dan langkah-langkah strategis yang tepat, Indonesia mempunyai peluang besar untuk berkembang menjadi perekonomian yang kuat, berkelanjutan, dan inklusif.
Tantangan yang ada saat ini merupakan batu loncatan menuju masa depan yang cerah dimana setiap orang Indonesia dapat memperoleh manfaat dari pembangunan ekonomi yang dikelola dengan cerdas.
Leave a Reply