Jakarta (ANTARA) – Tim bola basket Indonesia belum pernah menjuarai Kualifikasi Piala Asia FIBA 2025 2025. Tim Merah Putih kalah dua kali dari Thailand, Australia, dan Korea Selatan.
Pada laga pertama awal tahun 2024, Indonesia kalah dengan skor 56-73 saat bertamu ke markas Thailand. Masih di bulan yang sama yakni Februari 2024, Indonesia kembali kalah dari Australia 51-106.
Pada jendela Kualifikasi Piala Asia FIBA 2025 yang digelar November 2024, Indonesia kembali kalah dari tamunya Korea Selatan 78-86 dan kalah dari Thailand untuk kedua kalinya di Indonesia Arena dengan skor 71-112 .
Saat ini Indonesia berada di posisi terbawah Grup A dengan empat poin dari empat kekalahan beruntun (0-4). Juara satu dan dua klasemen akhir berhak mengikuti babak utama FIBA Asia Cup 2025 yang akan digelar di Arab Saudi, sedangkan peringkat ketiga berpeluang keluar dari babak utama. melewati permainan. secara bergilir.
Dengan rekor 0-4 tersebut, kecil kemungkinan Indonesia bisa lolos ke babak play-in dan memperebutkan tempat di babak utama. Abraham Damar Grahita dan kawan-kawan akan melakoni dua laga lagi di tahun 2025, yaitu melawan Korea Selatan di Indonesia Arena dan melawan Australia di kandangnya.
Jika melihat statistik di atas kertas, sangat sulit bagi Indonesia untuk finis di peringkat ketiga Grup A mengalahkan Korea Selatan dan Australia dengan selisih poin yang sangat besar.
Namun melihat perkembangan permainan tim basket Indonesia, masih ada harapan untuk terus dipromosikan untuk pengembangan kedepannya.
Ketika pelatih kepala Pelita Jaya Jakarta Johannis Winar, peraih dua gelar juara domestik dan sukses mengesankan di Liga Champions Bola Basket Asia 2024, ditunjuk sebagai pelatih kepala timnas Indonesia, timnas sepak bola mulai menunjukkan kemajuan dalam permainan. .
Pada laga uji coba melawan Malaysia dan Singapura awal November 2024, Timnas Indonesia berhasil meraih dua kemenangan 92-61 dan 88-60 melawan kedua negara tersebut.
Modal ini diboyong ke Goyang Gymnasium Korea Selatan saat kualifikasi FIBAAsia Cup 2025 dan berhasil tampil impresif. Setidaknya di tiga kuarter pertama, Indonesia mampu mengalahkan tim-tim yang jelas-jelas levelnya lebih tinggi dari mereka.
Pada laga tersebut, Indonesia memimpin sebanyak 7 poin dan unggul 14-0. Tim Indonesia memimpin sejak kuarter pertama hingga kuarter ketiga sebelum akhirnya Korea Selatan membalikkan keadaan di kuarter terakhir.
Perjuangan Indonesia melawan Korea Selatan yang hanya kalah 10 poin mendapat pujian dari para pelatih dan manajer.
“Anak-anak bermain sangat baik. Mereka bertarung melawan Korea yang berada di puncak bola basket Asia. Kami bahkan unggul beberapa kuarter hingga Korea menyusul di kuarter terakhir,” kata manajer tim bola basket nasional Indonesia Rony Gunawan. .
Namun berubah menjadi antiklimaks ketika menghadapi peringkat terbawah Thailand, bermain di Jakarta, namun kalah dari Indonesia sebanyak 41 poin.
Kembali
Dalam statistik di website FIBA, ada banyak hal yang perlu ditingkatkan oleh tim basket Indonesia guna meningkatkan performa ke depan.
Efisiensi ofensif tim Merah Putih masih rendah, hanya mencetak 64 poin per pertandingan, di bawah rata-rata tim lain di grup seperti Australia (97,5 poin), Korea Selatan (82 poin), dan Thailand. 73.8).
Efisiensi tembakan juga menjadi masalah karena tingkat keberhasilan penembakan cukup rendah. Abaraham Damar Grahita (56,5%) dan Lester Prosper (48%) mempunyai akurasi tembakan tertinggi. Selain itu, tidak ada satu pun lag yang memiliki akurasi lebih dari 40 persen.
Secara defensif, tim Indonesia kebobolan rata-rata 94,3 poin per game, tertinggi di divisinya, dibandingkan lawan yang rata-rata kebobolan kurang dari 80 poin. Selain itu, Timnas Indonesia juga kesulitan bersaing di area rebound dan gawang, karena posisi pemain lebih rendah dibandingkan lawan.
Tim lawan memanfaatkan celah ini untuk mencetak lebih banyak poin dengan peluang kedua dari rebound ofensif jarak dekat. Hal itu diakui Pelatih Indonesia Johannis Winar.
“Data tidak bisa berbohong. Ketika tembakan mereka tidak bagus, mereka meningkat. Mulai sekarang, kita tidak boleh memberi mereka kesempatan untuk melakukan itu. Tapi dengan dua pemain besar yang mereka mainkan, mudah untuk mendapatkan lawan.” punya peluang lagi,” kata Johannis Winar pada laga melawan Thailand, di mana Indonesia kalah dalam rebound.
Hal itu juga dirasakan pada laga melawan Korea Selatan. Indonesia memiliki kendali rebound yang sangat kecil.
Rata-rata total bola suatu tim tidak mampu bersaing dengan tim kuat lainnya. Hal ini mempengaruhi penguasaan bola dan peluang mencetak gol. Brandon Jawato memiliki rata-rata rebound tertinggi dengan 8,2 rebound per game.
Sekali lagi, faktor penentunya adalah ukuran tubuh pemain dan pengalamannya di kompetisi internasional.
PP Perbasi menyadari betul buruknya postur tubuh pemain Indonesia tersebut dan berupaya untuk mengembangkan pemain-pemain muda bola basket yang memiliki postur tubuh lebih tinggi. Selain itu, General Manager baru PP Perbas, Budisatrio Djiwandono, juga berupaya mengatasi hal tersebut dengan melakukan naturalisasi pemain Indonesia, seperti yang dilakukan PSSI.
Butuh waktu bagi PP Perbasi dan pelatih kepala baru Timnas Indonesia untuk membawa perubahan di bola basket Indonesia menjadi lebih besar.
Leave a Reply