Jakarta (Antara) – Penjabat Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi mengatakan, ada 27 kasus kekerasan gender berbasis internet yang melibatkan anak yang dilaporkan terjadi di Jakarta sepanjang tahun 2024.
Misalnya saja pada tahun 2024, terdapat 27 kasus kekerasan berbasis gender di Internet yang melibatkan anak, kata Teguh dalam acara bertajuk “Dukungan Psikologis- Sosial, Literasi Internet untuk Anak dan Remaja” di SMAN 96 Jakarta, Sengkareng, Jakarta Barat. Jumat.
Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan jumlah kasus sebenarnya, kata Teguh. “Kami menekankan pentingnya kerja sama dalam mewujudkan hak anak dan perlindungan diri anak (PKA),” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Teguh, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen memberikan ruang bagi terlaksananya hak dan perlindungan anak.
“Kami juga terus berupaya mencegah dan mengendalikan kekerasan berbasis gender di Internet melalui layanan pengaduan, perlindungan hukum, kesehatan mental, rujukan ke rumah aman dan pusat kesehatan,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya selalu berupaya mengembangkan tempat yang bebas, bersatu, dan bersahabat bagi perempuan dan anak.
“Sekarang ada sekitar 300 tempat. Dan akan terus kami sempurnakan, tingkatkan dan perluas di berbagai wilayah agar anak-anak bisa tumbuh dan berkembang semaksimal mungkin,” kata Teguh.
Menurut Teguh, tantangan internet merupakan sebuah keniscayaan yang harus siap dihadapi, khususnya anak-anak.
“Khususnya dalam melindungi anak dari kekerasan online berbasis gender, perjudian online, peretasan data, dan kecanduan gadget,” ujarnya dalam acara yang dihadiri Menteri Pembangunan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifatul Choiri Fauzi.
Kewaspadaan dan antisipasi ini patut diharapkan, kata Teguh, padahal internet membawa manfaat besar, melalui epidemi.
“Kita semua tahu bahwa pandemi Covid-19 di satu sisi merupakan bencana yang unik, namun di sisi lain merupakan anugerah yang unik, sebuah perjalanan yang unik dan di sinilah kita perlu bijak dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. digital,” kata Teguh.
Teguh menekankan, langkah-langkah seperti literasi digital diperlukan untuk menghindari bahaya internet di masa depan.
Oleh karena itu, pihaknya juga mengikutsertakan tim Pembinaan Keluarga dan Kesejahteraan (PKK) serta Posyandu. Orang tua juga diharapkan melek digital sehingga bisa membimbing anaknya bersama guru dan aparat pemerintah.
Leave a Reply