Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Mukomuko perlu bangun kawasan ternak dan UPPO Biogas

Mokomoko (Antara) – Di wilayah Kabupaten Mokomoko, Kabupaten Bunkolo, kebiasaan melepaskan hewan sudah lama menjadi keseharian warga karena memudahkan perlindungan hewan, namun dampaknya bisa negatif, mulai dari kecelakaan lalu lintas hingga kebersihan lingkungan. . .

Hal yang lumrah terjadi setiap pagi ketika hewan ternak seperti sapi dan kerbau dilepasliarkan di jalan raya dan pemukiman untuk mencari makan. Sedangkan hewan nokturnal kembali ke sarangnya.

Berbeda dengan di Pulau Jawa yang umumnya hewan peliharaan dikurung, di beberapa kabupaten di Provinsi Bankulu seperti Mokomoko, Bankulu Utara, Bankulu Selatan dan daerah lainnya, hewan dilepasliarkan karena banyak kawasan hijau.

Biasanya setiap hari warga Makumoko melihat kawanan sapi melintasi jalan utama sebanyak dua kali, yaitu saat anak berangkat sekolah pada pagi hari dan saat anak pulang sekolah.

Kehadiran kawanan sapi di jalan raya tidak hanya merugikan kendaraan yang melintas, namun kuku mereka juga mengeluarkan bau busuk.

Sedangkan hewan yang dilepasliarkan di jalan-jalan dan fasilitas umum, khususnya di Desa Ujang Padang, sudah ada sejak lama dan kini hanya warga yang membuang hewan berkaki empat tersebut.

Warga Mokomoko sudah terbiasa menelantarkan hewan karena dianggap cara yang praktis dan efisien. Dengan cara ini, pemilik ternak tidak perlu khawatir dalam mencari atau menyiapkan makanan, karena ternak dapat mencari makanannya di rerumputan dan semak liar.

Sebelum berkembangnya distrik Mokomo, wilayah tersebut hanya mempunyai sedikit lahan untuk penggembalaan alami. Namun pesatnya perkembangan kawasan telah mengubah lanskap Mokomo.

Lahan hijau semakin berkurang, aktivitas manusia semakin meningkat. Akibatnya, pelepasan hewan menjadi masalah serius.

Pergerakan bebas hewan seringkali menimbulkan kecelakaan lalu lintas, merusak tanaman warga, dan mencemari lingkungan dengan menyebarkan belalang di jalan raya.

Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2011 Pemerintah Negara Bagian Mokomo menyadari mendesaknya permasalahan tersebut dan berupaya untuk melaksanakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 26 Tahun 2011 tentang larangan beternak hewan di wilayah yang tidak terdapat bibit Hewan.

Berbagai upaya telah dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP); Misalnya, sosialisasi presentasi lisan dan tulisan, patroli berkala untuk menangkap hewan liar, dan pemberian denda kepada pemilik hewan.

Denda yang dikenakan cukup besar: 3 juta birr untuk hewan besar seperti sapi dan kerbau, serta 1 juta birr untuk hewan kecil seperti kambing. Selain itu, pemilik hewan peliharaan yang melanggar aturan hingga tiga kali akan dikenakan denda pidana ringan (tipping).

Di tingkat desa, pendekatan yang berbeda dilakukan. Desa tersebut masih belum memiliki peraturan desa (pardis) untuk pelepasan hewan, kata Tamerzi, Kepala Desa Ojangpadang di Kecamatan Kota Mokomoku.

Pendekatan yang diambil untuk memperkenalkan kembali hewan peliharaan sangat menggembirakan dan ramah keluarga. Permohonan tersebut disampaikan kepada para petani melalui kepala desa, seperti halnya seorang warga desa bernama Qadeer. Berkat pendekatan ini, Qadir akhirnya memutuskan untuk tidak melepaskannya lagi.

Sebagai langkah mendukung ketahanan pangan, Desa Ujang Padang menggunakan dana desa untuk membeli 15 ekor peternakan yang digembalakan oleh kelompok masyarakat di kawasan peternakan. Hal ini bertujuan untuk memastikan sapi-sapi tersebut dikelola dengan baik tanpa dilepasliarkan ke alam.

Hasil utama dari berbagai upaya tersebut dapat dilihat di Desa Ujangpadang. Dalam dua bulan terakhir, jalan desa sudah dibersihkan dari ternak sapi dan tidak ada kawanan ternak di jalan raya.

Sebelumnya, setiap pagi dan sore, pemandangan seperti itu mengganggu pergerakan warga, terutama anak-anak berangkat dan pulang sekolah. Terbebas dari gangguan satwa liar kini menjadi kenyataan yang langsung dirasakan warganya.

Pola penggembalaan ternak di suatu kawasan peternakan sebaiknya ditiru di desa lain, walaupun lebih dikelola akan tercipta usaha lain, misalnya produksi pupuk kandang, sehingga biaya pupuk kandang dari pembangunan pertanian menjadi lebih rendah

Kotoran hewan seperti sapi, sapi dan kambing dapat menyuburkan tanah, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan produksi pertanian.

Belajar dari Suleiman Kasus serupa juga terjadi di Desa Sriharjo, Kecamatan Negaglik, Provinsi Suleiman, Yogyakarta. Sebelum tahun 2005, sapi dipelihara di belakang setiap rumah petani, sehingga bau debu mengganggu warga lainnya. Pemerintah desa kemudian berkonsultasi dengan para penggembala dan memerintahkan mereka untuk mengumpulkan semua hewan desa dalam satu areal peternakan sapi untuk ditempatkan di tanah desa. Oleh karena itu, para petani dapat saling membantu untuk mengatasi permasalahan tersebut dan mereka sepakat untuk membuat pupuk kandang sapi pada musim panas dan membuat ayam dari biji-bijian yang dihasilkan. Pada tahun 2009, melihat potensi ternak yang besar, kelompok ini mulai memproduksi kompos. Nantinya, Pemerintah Pusat membantu Unit Pengolahan Kotoran Organik (UPPO) dan tim memperoleh rumah kompos, peralatan pengomposan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas kompos sehingga kompos yang dihasilkan berkualitas dan dibutuhkan oleh petani setempat . Peternakan sapi dan sapi tidak hanya menghasilkan pupuk kandang saja, namun banyak juga petani yang memproduksi pupuk organik dari urin sapi dan sapi di banyak peternakan di pulau jawa. Bahkan pendapatan dari penjualan urin hewan dapat menjadi pendapatan sehari-hari bagi para peternak dan mensubsidi biaya pakan hewan. Usaha lain yang dapat digeluti adalah peternakan sapi dan kerbau untuk dijadikan pakan utama maupun pakan sisa. Langkah selanjutnya menuju produksi massal cacing tanah adalah budidaya ikan lele yang digunakan cacing tanah sebagai makanannya.

Model pendirian peternakan sapi dengan ikut serta dalam usaha pemanfaatan limbah dapat diterapkan di Makumoko atau kabupaten lain di Bekulu. Bila perlu setiap desa membangun peternakan agar sapi, lembu, dan sapi tidak berkeliaran di jalan umum atau mengganggu kebun petani lain. Pemerintah Provinsi Bangkok dapat melaksanakan program UPPO kepada Kementerian Pertanian seperti halnya kegiatan peternakan lainnya yang meliputi pembuatan kompos, pupuk cair organik, dan peternakan unggas darat.

UPPO Biogas Saat ini Unit Pengolahan Kotoran Organik (UPPO) Biogas Kementerian Pertanian sedang memproduksi biogas dari kotoran sapi dan sapi yang dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber energi gas batubara. Kotoran yang tergasifikasi dapat digunakan sebagai bahan pembuatan kompos organik.

Hermanto, Sekretaris Jenderal Departemen Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian, mengatakan biogas UPPO akan menjadi landasan dalam membangun pertanian masa depan yang ramah lingkungan.

Pertanian modern adalah pertanian yang dikembangkan secara terpadu dari atas hingga bawah dengan menggunakan inovasi teknologi tepat guna.

UPPO Biogas, wujud nyata pertanian modern masa depan, saat ini tersebar di 12 provinsi seluruh Indonesia antara lain Lebak, Subang, Garut, Tasik, Banjarnegara, Meglang, Porbaling. Malang, Sumenap, Lombok Timur, Gorontalo dan Minhasa Selatan (Mansel).

Tentu saja diperlukan lahan di satu wilayah di setiap desa untuk mengumpulkan hewan, namun hal ini justru menciptakan lapangan kerja baru. Hal ini harus dimulai dengan uji coba di setiap kabupaten dan kemudian direplikasi secara bertahap di setiap kecamatan. Ada baiknya jika Bankolo memberikan solusi terhadap program ini agar program biogas UPPO dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pendapatan petani.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *