Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Pendiri SukkhaCitta ungkap alasan mahalnya pakaian ramah lingkungan

Jakarta (ANTARA) – Denika Riadini-Flash, pendiri merek fesyen dan wirausaha sosial SukkhaCitta mengungkap penyebab mahalnya harga pakaian berbahan ramah lingkungan, salah satunya karena proses produksi yang lama dan penggunaan bahan alami. “Kenapa harganya mahal sekali? Aku heran kenapa (pakaian) harganya murah?” kata Denika saat ditemui dalam jumpa pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat.

“Bagi kami, Anda tidak hanya harus melihat harga dari segi harga, tetapi juga biaya pemakaian, atau biaya setiap pakaian,” lanjutnya.

Denika mencontohkan, ada produk pakaian yang harganya Rp 200.000, namun hanya mampu bertahan 8 kali pakai. Jika dihitung logika tiap garmennya, harga garmennya Rp 25 ribu per garmen.

Baca Juga: Cara Memakai Baju dari Bahan Ramah Lingkungan Baca Juga: Desainer di Bali Ubah Baju Jadi Aksesoris Ini Dia Baju Termahal dari Bahan Ramah Lingkungan di Tahun 2019, dengan Harga Mahal Lebih Banyak yang Terbeli. awal mula. Jika satu produk pakaian dijual seharga Rp 1 juta, namun digunakan kembali selama bertahun-tahun, maka biaya setiap kali pakai pakaian tersebut pasti kurang dari Rp 25 ribu.

Makanya kita harus hati-hati terhadap konsumen, jangan sampai kita menilai sesuatu dari harganya, kita harus tahu apa yang melatarbelakanginya, kata Denica. Denica Riadini-Flash, pendiri brand fesyen dan wirausaha sosial SukkhaCitta, direktur kreatif SukkhaCitta dan pendiri Yayasan Rumah SukkhaCitta Anastasia A. bertemu Setiobudi di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat. (ANTARA / Vinny Shoffa Salma) Sekadar informasi, brand SukkhaCitta menawarkan konsep farming untuk lemari pakaian atau farming untuk pakaian jadi. Dengan konsep tersebut, SukkhaCitta mampu memproduksi pakaian tradisional berkualitas tinggi dan menjualnya langsung di website resmi dan toko retail offline.

Menariknya, SukkhaCitta menggunakan serat kapas yang ditanam langsung oleh petani lokal di banyak wilayah Indonesia. Denica menggunakan metode pertanian inovatif untuk menjaga keberlanjutan ekosistem pertanian kapas.

Metode regenerasi mengutamakan efisiensi penggunaan lahan, meningkatkan kesehatan tanah dan regenerasi tanah, serta melindungi keanekaragaman hayati. Bahkan, brand tersebut juga menggunakan pewarna alami yang ditanam dari kapas, sehingga produk SukkhaCitta dijamin ramah lingkungan.

Selain menggandeng petani lokal, SukkhaCitta juga menggandeng perajin tekstil lokal untuk membuat garmen. Hal ini mereka lakukan untuk memberdayakan komunitas lokal, khususnya perempuan. Oleh karena itu, pakaian yang terbuat dari bahan ekologi biasanya lebih mahal dibandingkan pakaian biasa karena memerlukan proses yang lama.

Baca Juga: SVH Beri ‘Tetesan’, Tawarkan Tas dan Pakaian Ramah Lingkungan Melalui komitmennya terhadap lingkungan dan perajin, Denica berharap pakaian berbahan ramah lingkungan menjadi pilihan utama masyarakat

“Bagaimana kita bisa menerapkan konsumsi yang terbarukan dan tidak habis pakai,” ujarnya.

Denika mengatakan, saat ini minat terhadap pasar pakaian ramah lingkungan di Indonesia semakin meningkat. Ia pun berharap produk ramah lingkungan semakin menjadi pilihan utama masyarakat, terutama dalam mitigasi dampak perubahan iklim yang terjadi saat ini.

Denica di akhir pidatonya mengatakan: “Semakin banyak ilmu, semakin banyak kemajuan, karena semakin banyak kita tahu, semakin banyak kita mencari.” Baca juga: Industri Denim dan Fesyen Muslim Diimbau Gunakan Kapas Ramah Lingkungan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *