Jakarta (ANTARA) – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong penerapan efisiensi energi dan energi terbarukan pada properti milik pemerintah daerah (Pemda) dan korporasi, baik BUMN, swasta, dan real estate.
Koordinator Pengembangan Usaha Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Devi Laksmi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, mengatakan pemerintah memiliki Road Map penerapan dan pengembangan bangunan hijau yang bertujuan untuk mengurangi emisi pada gedung-gedung pemerintah. mengurangi, bangunan komersial dan rumah tinggal.
Devi mengatakan, hingga Juni 2024, terdapat 12 bangunan komersial yang secara sukarela melaporkan penerapan manajemen energi seiring mengikuti Penghargaan Efisiensi Energi Nasional (PEEN) yang dahulu dikenal dengan Subroto Award for-Efisiensi Energi (PSBE) yang menghasilkan penghematan energi. . sebesar 6.334 megawatt-jam dan pengurangan emisi karbon sebesar 6.334 megawatt-jam atau setara 1.380 ton CO2.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2023, sebanyak 38 gedung komersial dan 41 gedung pemerintahan juga akan secara sukarela melaporkan pengelolaan kinerja energinya karena mengikuti PSBE.
Konsumsi energi gabungannya mencapai 292 ribu barel Oil Equivalent (BOE), dengan penghematan energi sebesar 17 ribu BOE, dan pengurangan emisi karbon sebesar 23 ribu ton CO2 setara.
Penerapan efisiensi energi dan penggunaan energi terbarukan pada bidang konstruksi telah dilakukan oleh beberapa institusi antara lain PT Gedung Bank Eksim, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dan Rumah Sakit Islam Surabaya Jemursari.
Ketiga institusi ini berhasil meraih Subroto Awards kategori bangunan pada tahun 2023 dan 2024 sebagai bentuk apresiasi atas upaya mereka.
PT Gedung Bank Eksim akan menghemat 11.735.360 kilowatt-jam energi di gedung Plaza Mandiri pada tahun 2023 atau setara dengan penurunan emisi karbon sebesar 10.327,12 ton CO2 setara.
Di sisi lain, Gedung Menara Wijaya yang dikelola Pemerintah Kabupaten Sukoharjo akan menghemat energi sebesar 28.822 kilowatt-jam pada tahun 2023 atau setara dengan penghematan biaya sebesar Rp60.840.000 dan pengurangan gas rumah kaca sebesar 25,07 ton CO2 setara. .
Sementara itu, RSI Jemursari Surabaya menerapkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atap yang menghasilkan penghematan energi sebesar 918.964 kilowatt-jam atau setara dengan nilai finansial Rp1,37 miliar pada tahun 2019.
Riset Climate Policy Initiative (CPI) mengungkapkan masih terdapat beberapa kendala dalam pengembangan bangunan hijau di Indonesia.
Regulasi yang belum komprehensif, lemahnya implementasi di tingkat daerah, terbatasnya akses pembiayaan dan masih dominannya konsumsi energi untuk pendinginan menjadi tantangan utama dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan bangunan ramah lingkungan.
Selain itu, berdasarkan studi kasus dari CPI, biaya investasi awal untuk pembangunan bangunan ramah lingkungan cenderung lebih tinggi sekitar 10-15 persen dibandingkan bangunan konvensional.
“Namun studi kasus kami di Semarang menunjukkan bahwa biaya operasional lebih rendah 32-44 persen, sehingga menghasilkan penghematan signifikan pada tagihan listrik dan menjadikan investasi bangunan ramah lingkungan lebih hemat biaya dalam jangka panjang,” kata analis CPI Ira Purnomo.
Leave a Reply