Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Candi Muaro Jambi dan Proyek Strategis Nasional

JAKARTA (ANTARA) – Seiring berlanjutnya mega proyek kebangkitan situs warisan nasional, Candi Muaro Jambi sebagai warisan sejarah semakin membawa optimisme bagi sektor budaya dan pariwisata. Merintis proyeksi masa depan kebudayaan dan pariwisata Indonesia di Pulau Sumatera.

Kompleks Cagar Budaya Muaro Jambi terletak di Kecamatan Maro Sebo, sekitar 26 kilometer sebelah timur kota Jambi. Kompleks candi seluas 3.981 hektar ini berjarak sekitar 40 menit berkendara dari Sengeti, pusat ibu kota Muaro Jambi.

Di sepanjang jalan menuju Candi Muaro Jambi, Anda masih bisa melihat mayoritas rumah panggung yang disebut rumah Kajung Lako. Pada hari itu, terlihat truk-truk memasuki pelataran Candi Muaro Jambi membawa tanah dan bahan bangunan untuk membangun kembali peninggalan kerajaan Sriwijaya abad ke-8 hingga ke-13 Masehi.

Revitalisasi Kawasan Peninggalan Muaro Jambi menitikberatkan pada dua hal, yaitu pembangunan fisik dan penggalian sejarah serta peradaban masa lalu yang dapat dikenali oleh generasi sekarang dan masyarakat di masa depan.

Tak hanya pembenahan infrastruktur, kebangkitan ini juga mencakup penggalian simbol-simbol peradaban masa lalu, mengamati dan memotret sejarah interior dan eksterior yang sarat muatan keagamaan, budaya, dan pendidikan.

Renovasi fisik dilakukan pada empat candi yaitu Pura Komaligai, Pura Phra Duku, Menapo Alun-Alun dan Pura Sialang. Optimalisasi juga dilakukan pada kawasan pura yang sudah dikenal warga seperti Pura Gampung, Kedahtan, dan Pura Kember Batu.

Selain itu juga sedang dibangun Museum Cagar Budaya Muaro Jambi oleh pemerintah pusat yang didalamnya terdapat artefak-artefak sejarah seperti pecahan arca, naga, dan lain-lain yang diyakini merupakan peninggalan purbakala hasil perbuatan dan pemikiran kerajaan Sriwijaya. era.

Museum Warisan Budaya Muaro Jambi akan diisi dengan berbagai tenun lokal, makanan dan bahan makanan lokal Jambi serta pelatihan para biksu dari berbagai belahan Asia atau prototipe Mahavihara yang telah lalu.

Padahal, isi museum ini tidak boleh hanya berupa pameran saja, namun pihak pengelola harus menyajikan visualisasi pendidikan para biksu yang dikenal dengan lima ilmu yang mengajarkan agama Budha, filsafat, seni, bahasa, dan ilmu kesehatan. Ini akan membentuk imajinasi kita sebagai bangsa besar yang menjadi universitas bagi warga negara lain untuk menimba ilmu pada zaman dahulu.

Proyek strategis ini juga tidak boleh dipandang sebagai revitalisasi belaka. Tugas pemerintah adalah merasionalisasi keputusan-keputusan besar yang mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitar candi dan kehidupan masyarakat awam yang sangat penting bagi masyarakat Jambi pada umumnya.

Jika kita belajar dari Candi Borobudur, berdasarkan data Kemenpar, kawasan Borobudur mampu menyediakan 1.943 kios untuk usaha mikro dan bisa mencapai pendapatan Rp 45 triliun. Bukan tidak mungkin impian besar dan mulia tersebut dapat terwujud di Kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi.

Keunikan Candi Muaro Jambi

Literatur terbitan Balai Arkeologi Palembang pada tahun 2009 berjudul Muaro Jambi: Masa Lalu, Masa Kini dan Besok menjelaskan bahwa Cagar Budaya Muaro Jambi merupakan kompleks candi terbesar di Indonesia dengan 82 reruntuhan yang membentang sepanjang 12 km.

Kawasan Peninggalan Muaro Jambi ditutupi oleh parit-parit kuno, danau, dan kolam yang mengalir ke Sungai Batangari. Sungai Batanghari merupakan jalur air yang memungkinkan para biksu dari berbagai negara seperti Tiongkok, India, dan Asia Tengah leluasa mengunjungi Candi Muaro Jambi.

Selain itu, rangkaian sungai, tangki, dan parit dimaknai sebagai simbol kosmologi dalam tradisi Budha, serta sebagai sabuk pelindung antara yang profan, yaitu jalan menuju candi, dan yang sakral, yaitu candi dan pemujaan. . Donat.

Keunikan lain dari Candi Muaro Jambi adalah adanya berbagai patung sebagai sarana peribadatan umat Buddha. Para arkeolog menemukan patung dalam berbagai bentuk, termasuk patung Buddha yang menyerupai dewa. Patung dewi yang dikenal dengan nama Prajna Paramita ini berada di sisi kiri pintu masuk Pura Gampung. Kawasan tersebut memiliki patung Nandi sebagai simbol gajah bermahkota batu serta patung berwajah manusia seperti Dvarapala dan terakota.

Candi bata merah ini juga memiliki tangki Telagorajo yang berjarak sekitar 100 meter dari Pura Kampung. Kolam tersebut menjadi tempat penampungan air bagi warga sekitar pura karena seringkali warga sekitar mengalami kekurangan air bersih.

Kedalaman kolam adalah 2 hingga 3 meter dari permukaan tanah, dan medan di sekitar kolam tidak rata sehingga sering disebut manapo oleh penduduk setempat.

Pada abad ke-11 hingga ke-13 juga ditemukan keramik dengan berbagai corak yang diduga kuat berasal dari Tiongkok, Belanda, dan kepulauan setempat. Tidak ada bukti arkeologis yang ditemukan bahwa kolam ini ada hubungannya dengan ritual para biksu.

Tujuan pendidikan yang modern

Pengalaman berlibur di Candi Muaro Jambi kini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ada cerita segar dan aura spiritual yang dibalut dalam keheningan, mulai dari perbaikan jalan karet yang terasa begitu alami dan damai. Seperti menemukan sesuatu yang hilang dalam identitas budaya kita sendiri, apalagi jika berkunjung pada malam hari.

Destinasi seperti ini juga harus berkembang seiring berjalannya waktu, mengikuti gaya hidup anak muda yang gemar traveling dan perlunya para pekerja mengeluarkan uang untuk melepaskan diri dari stres dan kepenatan dunia kerja dan manufaktur yang sangat membutuhkan ruang. Untuk menyegarkan pikiran dan jiwa.

Bagi kaum muda, mereka membutuhkan tempat-tempat menarik untuk mengisi liburan, ide-ide visual yang kreatif tanpa merusak makna dan fungsi pura. Tempat yang menyenangkan untuk dinikmati dengan kopi spesial dan menu makanan serta musik dan seni yang memadukan unsur tradisional dan modern.

Bagi masyarakat umum, pura bukan hanya sekedar wisata budaya dan spiritual, namun juga menjadi ruang bersama untuk bersantai sejenak dan menjalin silaturahmi. Pemerintah mulai memperhatikan konsep ini, kafe dan kedai kopi telah dibangun di sekitar sudut candi, dan jalur sepeda dan becak sepeda motor menjadi lebih luas dan nyaman. Selain itu, diperlukan fasilitas olahraga yang terintegrasi dengan tradisi Budha seperti yoga, meditasi, dan refleksi.

Selain itu, pemerintah juga harus menyelenggarakan event internasional di sekitar candi, khususnya lomba dayung kelas dunia di sungai Batangari, tepat di pintu masuk candi.

Sudah saatnya Candi Muaro Jambi tersebar ke seluruh pelosok tanah air, kebangkitannya akan menjadi angin segar bagi pembangunan berkelanjutan. Kebijakan ini juga akan berdampak pada budaya, pariwisata, masyarakat lokal, dan perekonomian sebagai wujud nyata kecintaan kita terhadap Indonesia.

*) Agung Iranda adalah dosen Universitas Jambi dan koordinator Rumah Progresif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *