Jakarta (ANTARA) – Sebanyak 15 musisi Tanah Air dari berbagai genre mengutarakan urgensi krisis iklim dan mengajak pendengar untuk mengambil tindakan menjaga bumi melalui perilisan album kompilasi “sonic/panic Vol.2” karya IKLIM ( Lab Komunikasi, Seni dan Musik Iklim Indonesia ) pada bulan November 2024.
Dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis, album kompilasi “sonic/panic Vol.2” bukan hanya sebuah proses kreatif, namun juga sebuah perjalanan memahami dampak nyata perubahan iklim. Melalui “sonic/panic Vol. 2”, IKLIM menggunakan musik sebagai media untuk meningkatkan kesadaran akan krisis iklim, mengajak masyarakat untuk bertindak dan mendidik industri musik untuk mengadopsi praktik ramah lingkungan.
“Musik itu kuat. Untuk melakukan perubahan kita perlu menyentuh hati masyarakat dan seni adalah media paling efektif untuk itu,” kata I Gede Robi Supriyanto, salah satu penggagas IKLIM.
Ia menambahkan, “Masalah lingkungan hidup merupakan isu yang penting untuk dibicarakan. Jika kita sebagai masyarakat tidak bersuara, maka pemerintah tidak akan mendengarkan dan tidak akan membahas masalah ini dalam kebijakan publik.”
Dirilis oleh Alarm Records (label rekaman ramah lingkungan pertama di Indonesia), “sonic/panic Vol.2” menghadirkan 15 lagu karya musisi Indonesia yang peduli terhadap isu iklim. An Efek Rumah Kaca, Petra Sihombing, Voice of Baceprot, Asteriska, Matter Mos, Bsar, Daniel Rumbekwan, Bachoxs, Down For Life, Jangar, LAS!, Poker Moustache, Rhosy Snap, The Vondallz dan Wake Up Iris!.
Album “sonic/panic Vol.2” kini sudah bisa dinikmati di berbagai platform streaming musik, seperti Spotify dan YouTube Music. Dalam peluncurannya, IKLIM mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjadikan praktik industri musik lebih ramah lingkungan dan menerapkan langkah-langkah praktis untuk kelestarian bumi dalam kehidupan sehari-hari.
Selain merilis album kompilasi, IKLIM juga menggelar “IKLIM Fest 2024” di mana para seniman menyampaikan harapan dan keprihatinannya terhadap krisis iklim. Karyanya dipamerkan pada pameran Critical Point di Biji World, Ubud, Bali.
Salah satunya karya Maghfiro Izzani Mauliana Ikwan. Dalam karyanya, ia mempelajari ketahanan pangan, membahas isu perubahan perkebunan menjadi pabrik, dan ironi di balik kebijakan impor beras yang terkena dampak perubahan iklim.
Sebagai upaya menyeimbangkan jejak karbon (carbon compensation) dan berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan, IKLIM Fest juga membagikan bibit pohon kepada masyarakat. Harapannya benih-benih tersebut dapat ditanam di rumah masing-masing sebagai wujud partisipasi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Leave a Reply