Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Perlu terobosan wujudkan program 3 juta rumah per tahun

Jakarta (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto berkomitmen mewujudkan pemerataan ekonomi, salah satunya dengan mempercepat penyediaan perumahan bagi masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal.

Pemerintah memiliki program 3 juta rumah per tahun sebagai salah satu program prioritas untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Program tersebut terdiri dari pembangunan dua juta rumah di pedesaan dan pembangunan satu juta apartemen di perkotaan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023, kesenjangan kebutuhan perumahan (backlog) kepemilikan rumah mencapai 9,9 juta pada tahun 2023.

Angka Kementerian Perumahan dan Cipta Karya menunjukkan hingga 30 Oktober 2024, capaian pemerintah dalam pembangunan perumahan mencapai 94.086 unit dari target 145.976 unit.

Pembangunan tersebut terdiri dari 2.268 unit apartemen dari target 7.745 unit, 1.426 unit hunian khusus dari target 2.732 unit, dan realisasi 90.402 unit rumah mandiri dari target 135.319 unit.

Kemudian, realisasi bantuan pembiayaan perumahan melalui program Subsidi Pembiayaan Perumahan atau Dana Likuiditas (FLPP) mencapai 177.961 unit dari target 200.000 unit dan 4.411 unit melalui Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dari target 7.525 unit. .

Sedangkan pelaksanaan Program Sejuta Rumah (PSR) pada periode 2015-2023. mencapai 9.206.379 unit. Perkiraan pencapaian PSR pada tahun 2024 ditetapkan sebesar 1.042.739 unit. Namun capaian PSR hingga Oktober 2024 hanya mencapai 947.485 unit.

Pemrograman yang jelas

Melihat data pembangunan perumahan yang ada, ambisi pemerintah membangun 3 juta rumah dalam setahun jelas membutuhkan strategi dan inovasi, apalagi dengan keterbatasan anggaran.

Total anggaran Kementerian Perumahan dan Cipta Karya pada tahun 2025 tercatat sebesar Rp5,078 triliun, turun dibandingkan tahun 2024 yang sebesar Rp14,3 triliun.

Dalam rapat kerja Komite V dengan Menteri Perumahan dan Cipta Karya awal pekan ini, Ketua Komite V DPR RI Lasarus mengatakan backlog perumahan sudah lama. Tingkat utang yang terhutang tidak mengalami penurunan yang signifikan, meskipun Pemerintah terus melaksanakan program perumahan.

Pada periode 2019-2024, rumah yang dibangun baru 2,17 juta rumah dan dana APBN mencapai Rp 119 triliun.

Untuk itu diperlukan inovasi dalam mencari alternatif sumber pembiayaan untuk mengatasi keterbatasan anggaran dan mempercepat pencapaian target 3 juta rumah per tahun.

Selain itu, penting untuk menjamin kepastian hukum mengenai tanah yang digunakan untuk pembangunan perumahan. Tindakan pencegahan diperlukan agar status kepemilikan atas tanah yang digunakan untuk pembangunan perumahan tidak menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda menegaskan Kementerian Perumahan dan Cipta Karya harus segera menyusun peta jalan proyek tiga juta perumahan.

Sebab, target 3 juta rumah per tahun merupakan lompatan signifikan dibandingkan capaian pembangunan perumahan sebelumnya yang rata-rata hanya sekitar 150 ribu unit per tahun.

Oleh karena itu, untuk menghindari narasi pesimistis di mata masyarakat, diperlukan perencanaan yang matang dan komprehensif untuk memastikan bagaimana program tersebut akan dilaksanakan.

Peta jalan tersebut harus merinci seluruh aspek, mulai dari perencanaan jangka pendek, strategi pencapaian, solusi permasalahan pertanahan, hingga partisipasi swasta.

Selain itu, rencana jalan harus memuat tujuan pembangunan perumahan yang akan ditanggung oleh swasta, serta sebagian anggaran yang akan dialokasikan Pemerintah melalui APBN.

Gotong royong

Menteri Perumahan dan Cipta Karya Maruarar Sirait dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan bahwa program 3 juta rumah per tahun memerlukan gotong royong semua pihak, termasuk swasta dan perusahaan besar.

Maruarar mengungkapkan, sejauh ini sudah ada enam perusahaan yang menyatakan komitmennya untuk mendukung proyek perumahan 3 juta jiwa tersebut, termasuk beberapa individu yang bersedia menyumbangkan tanahnya.

Namun, ia menekankan pentingnya menyiapkan instrumen yang tepat untuk menciptakan tata kelola yang baik dalam kemitraan ini. Ia juga mengakui perlunya fleksibilitas regulasi, termasuk skema pendanaan.

“Fleksibilitas itu perlu, tapi tidak melanggar hukum. Misalnya tanah itu milik perusahaan tapi sedang dibangun negara atau sebaliknya. Jadi model pendanaannya harus legal, tapi harus bisa bersinergi dengan semua pihak, ujarnya.

Maruarar menambahkan, strategi efisiensi juga diperlukan, salah satunya dengan memanfaatkan apartemen yang masih kosong dan belum banyak dihuni.

Ia tengah menjajaki kerja sama untuk mengembangkan apartemen sewa, mengingat saat ini banyak apartemen di beberapa kawasan yang terbengkalai karena minimnya penyewa.

Misalnya saja Rumah Susun (Rusun) Pasar Rumput di Manggarai, Jakarta yang bisa digunakan dalam proyek perumahan senilai 3 jutaan. Stan yang memiliki 1.984 unit masih memiliki sekitar 1.400 unit kosong.

Upaya lainnya adalah dengan memanfaatkan lahan rampasan oknum koruptor untuk dijadikan perumahan rakyat, termasuk aparatur sipil negara (ASN) dan anggota TNI-Polri.

Salah satu lahan sitaan yang bisa dibantu oleh program ini adalah pemanfaatan total 1.000 hektar lahan di Banten yang disita Kejaksaan dari oknum koruptor.

Selain upaya tersebut, pemerintah juga harus mengatasi beberapa tantangan dalam pelaksanaan program ini, termasuk memastikan keakuratan target dan data aktual backlog perumahan.

Chief Housing Officer Iwan Suprijanto mengatakan pada Agustus 2024, pemerintah masih memiliki banyak rumah bersubsidi yang diterima oleh masyarakat yang tidak memenuhi syarat.

Penurunan jumlah unit rumah tertunda dari 12,7 juta unit pada tahun 2021 menjadi 9,9 juta unit pada tahun 2023 hanya sekedar indikasi. Faktanya, pemerintah belum memiliki angka pasti secara individu mengenai masyarakat yang masuk dalam kategori kebutuhan perumahan.

Kementerian juga mengungkapkan banyak rumah bersubsidi di beberapa provinsi yang kosong dan tidak dihuni. Tingkat kekosongannya mencapai 60-80 persen.

Selain itu, temuan Badan Pengawasan Keuangan (BPK) juga menunjukkan banyaknya pengalihan perumahan bersubsidi kepada masyarakat lain yang tidak berhak.

Program 3 juta rumah per tahun merupakan tujuan yang ambisius. Keberhasilan program ini memerlukan perencanaan yang jelas dan komprehensif.

Dengan roadmap yang jelas, didukung sinergi yang kuat antar kementerian/lembaga, pihak swasta dan kebijakan yang tepat, maka target 3 juta rumah per tahun bukanlah hal yang mustahil.

Selain itu, Pemerintah hendaknya melakukan kajian terhadap kebutuhan perumahan warga dan memastikan rumah yang dibangun sesuai dengan pasar dan daya beli masyarakat sehingga rumah yang dibangun terserap dan tidak berakhir di bangunan kosong. .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *