Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Peran BPK dalam mengawal mitigasi perubahan iklim

Jakarta (ANTARA) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berperan dalam mitigasi perubahan iklim. BPK sebagai lembaga riset keuangan dapat mengkaji bagaimana kebijakan, undang-undang, dan dunia usaha dapat mendukung transisi energi dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

BPK sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya mengawasi pelaksanaan program pembangunan nasional yang direncanakan, dilaksanakan dan dikomunikasikan dengan baik, agar dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia.

BPK menyasar banyak sektor, mulai dari sektor energi, kehutanan, hingga infrastruktur publik, dengan fokus pada penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan peningkatan kelestarian lingkungan.

Sejak tahun 2019, komisi tersebut telah memulai investigasi di sektor energi, khususnya ketenagalistrikan, diikuti dengan investigasi penggunaan uang dari perkebunan kelapa sawit untuk mendorong pengembangan biodiesel. Pada tahun 2020, transportasi berfokus pada bahan bakar ramah lingkungan. Inspeksi dilakukan terhadap jaringan gas alam kota, mendorong peralihan penggunaan LPG ke gas alam yang emisinya lebih rendah.

Riset BPK juga mencakup pembangunan kendaraan listrik bertenaga baterai (KBLBB) dan transisi energi pada tahun 2022 dengan fokus pada pengendalian penggunaan batu bara, gas, dan energi terbarukan.

Pada periode 2018-2022, BPK mengkaji pengelolaan pertambangan dan batubara (minerba) terkait tanggung jawab reklamasi dan pascatambang yang akan dilakukan oleh perusahaan pertambangan di sektor kehutanan. Berikutnya, penilaian terhadap pembangunan perkebunan kelapa sawit selama tahun 2018-2019, perizinan hutan pada tahun 2021, dan mitigasi perubahan iklim dan perubahan iklim pada sektor kehutanan dan kawasan lainnya (FOLU) pada tahun 2023 dengan fokus pada pengurangan deforestasi. serta regenerasi hutan dan lahan.

Sedangkan pada tahun 2021, BPK akan mengkaji perubahan iklim di sektor konstruksi. Kajian ini dilakukan terhadap kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam kaitannya dengan penyediaan air minum masyarakat dan air limbah rumah tangga, penyediaan air minum dan sanitasi yang cukup dan aman di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. , serta penyediaan akses air minum dan sanitasi yang layak di lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada tahun 2022.

Terkait reformasi ketenagalistrikan, BPK melakukan kajian bersama Kementerian Energi dan Pertambangan (ESDM) dan lembaga terkait lainnya dengan tujuan mengevaluasi pemanfaatan batu bara, gas, dan energi terbarukan dalam pengembangan sektor ketenagalistrikan. Dengan begitu, ketersediaan, keterjangkauan, dan keberlanjutan energi akan terjamin.

Temuan dan evaluasi masa depan

Sebagian besar hasil riset BPK mengenai mitigasi perubahan iklim antara lain perkiraan kenaikan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik (BPP) sebesar 0,020/kWh dolar Amerika Serikat (AS) atau 32,79 persen dibandingkan kondisi business as Usual. Selain itu, kenaikan subsidi listrik terbesar diperkirakan terjadi pada tahun 2030 dan meningkat sebesar 159,72 persen dibandingkan tahun 2021.

Di sisi lain, BPK menemukan kebutuhan investasi transisi energi diperkirakan mencapai 28,5 miliar dolar AS per tahun. Namun hingga Juli 2024, pemerintah belum menentukan opsi pembiayaan yang jelas, termasuk opsi pembiayaan seperti pinjaman atau uang tunai. Rencana dekomisioning Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) belum rampung dan rencana pembangunan fasilitas pengganti yang memadai belum rampung, serta mitigasi terhadap potensi aset terbengkalai belum teridentifikasi secara jelas.

Temuan lainnya, sebagian besar komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLS) diimpor dari China, sedangkan industri PLTS dalam negeri masih dalam tahap perakitan. Selain itu, pencapaian pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang masih di bawah persyaratan, minimnya teknologi modern untuk pengendalian udara di PLTU, serta minimnya kerja sama antara Kementerian ESDM dan Kementerian Dunia. Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk pengelolaan emisi GRK.

Dari hasil evaluasi BPK melibatkan perubahan undang-undang terkait energi terbarukan yang mendorong investasi dan pembangunan infrastruktur, serta meningkatkan ketersediaan energi terbarukan. Hal lainnya adalah mendorong kerja sama antara pemerintah, swasta, organisasi nirlaba dan masyarakat, untuk memperbaiki sistem penyediaan air dan menyiapkan langkah-langkah untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, BPK mendorong partisipasi para ahli dalam setiap tahapan penelitian, terutama dalam penyusunan metode dan gagasan. Kerja sama antar organisasi terkait juga harus ditingkatkan mengingat tantangan koordinasi lintas sektor dalam mendukung rencana perubahan iklim Indonesia.

Peran utama organisasi penelitian dalam menangani perubahan iklim sudah menjadi tanggung jawab ketika kita memasuki era dimana terjadi perubahan pemikiran pembangunan menuju ekonomi hijau. Penggunaan sumber daya publik yang efektif, transparan, akuntabel dan efisien harus dipromosikan dalam semua kegiatan pembangunan berkelanjutan.

Pemerintah dan mitranya harus selalu berkomitmen dalam penerapan kebijakan ekonomi ramah lingkungan. Upaya ini bertujuan untuk menjamin perlindungan lingkungan hidup, mengakhiri perubahan iklim, mengurangi emisi GRK, dan menjanjikan ketahanan energi menuju masa depan yang mengedepankan keseimbangan dan keadilan antara pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

Oleh karena itu, Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 untuk mencapai tujuan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs di Indonesia khususnya, khususnya perubahan iklim, dapat dengan mudah dicapai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *