Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Kelautan dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Vivi Yulaswati mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia harus dibarengi dengan pemenuhan janji pencapaian net zero emisi. / NZE (emisi nol bersih).
“Karena kondisi global (akibat perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan akumulasi segala jenis limbah dan polusi), kita tidak dapat tumbuh seperti sebelumnya, dan kita juga termasuk yang memenuhi komitmen net zero emisi. Jadi kita harus tumbuh setinggi mungkin, tapi harus lebih bersih, lebih bersih. “Hal inilah yang kemudian membawa kita pada transformasi ekonomi,” ujarnya pada Dialog Transisi Energi Indonesia 2024 yang digelar secara virtual di Jakarta, Senin.
Dalam Perjanjian Paris tahun 2015, negara-negara berjanji untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global hingga kurang dari 2 derajat Celsius (2 derajat Fahrenheit) di atas tingkat pra-industri, dengan target 1,5 derajat Celsius (1,5 derajat Fahrenheit). Para ilmuwan mengatakan bahwa melebihi batas 1,5 derajat Celcius dapat menimbulkan konsekuensi perubahan iklim yang serius bagi manusia, alam, dan ekosistem.
Oleh karena itu, tujuannya adalah mengurangi emisi karbon (CO2) hingga nol pada tahun 2050.
Di sisi lain, Indonesia perlu meningkatkan pertumbuhan ekonominya, karena Indonesia telah menjadi salah satu negara berpendapatan menengah selama tiga puluh tahun, meskipun termasuk dalam kelas menengah atas antara tahun 1997 dan 2019. Krisis ekonomi tahun 1998 dan pandemi COVID-19.
Secara umum, negara-negara yang telah berada pada posisi yang sama selama lebih dari tiga puluh tahun akan tetap berada dalam kategori ini selamanya. Untuk memastikan Indonesia tidak mengikuti jejak Argentina yang sudah terjebak di posisi tersebut, lanjutnya, pemerintah fokus mencapai visi Indonesia Emas 2045 menjadi negara maju.
Upaya menjadi negara maju tidak hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi saja, namun juga harus dibarengi dengan penurunan emisi CO2.
“Jika kita ingin mentransformasi perekonomian menuju emisi nol bersih, upaya yang harus dilakukan harus lebih besar. Kalau kita bicara hilirisasi sumber daya alam, kita bicara industrialisasi yang seharusnya sudah terjadi kemarin, dimana kita tidak akan terlalu ribut jika menggunakan batu bara, tapi sekarang tidak bisa (karena batu bara adalah energi yang kotor, karena menghasilkan energi yang kotor). banyak gas rumah kaca/GRK). Makanya kita perlu tumbuh setinggi-tingginya, tapi sebersih mungkin, dan perlu adanya transformasi dalam segala hal, kata Vivi.
Indonesia sendiri akan menyiapkan dokumen iklim kedua atau Nationally Defeded Contribution (NDC) Kedua sesuai dengan kondisi saat ini. Dalam dokumen tersebut, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi pada tahun 2030, dengan menetapkan target sebesar 31,89 persen, dan akan meningkatkannya menjadi 43,2 persen jika mendapat dukungan internasional.
“Kalau kita bicara NDC yang janjinya sudah kita penuhi dan kini terus kita tingkatkan dan akselerasi, tentu juga sejalan dengan semangat perbaikan dan percepatan pencapaian net zero yang digaungkan banyak pihak. keluar. “Tidak hanya negara, tapi juga beberapa perusahaan besar,” ujarnya.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang menjadi UU No. 59 tahun 2024, pemerintah juga menetapkan target penurunan intensitas gas rumah kaca sebesar 93,5 persen pada tahun 2045.
“Kita perlu beralih ke energi ramah lingkungan, dimulai dengan meninggalkan penggunaan batu bara dan kemudian mengembangkan sumber energi terbarukan lainnya. “Jika melihat perkembangan teknologi, inovasi yang ada, dan investasi yang ada tentu membuka optimisme kita bahwa kita menuju ke arah yang lebih bersih,” ujarnya.
Leave a Reply