Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Kecerdasan buatan untuk dunia pertanian

Jakarta (Antara) – Oktober tahun ini merupakan masa penting dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya pada ilmu fisika dan ilmu terapan di bidang pertanian.

Dua peneliti terkenal, John J. Hopfeld dan Geoffrey E. Hinton, dianugerahi Hadiah Nobel Fisika 2024 atas kontribusi mereka terhadap pengembangan konsep dasar pembelajaran mesin dan jaringan saraf.

Penemuannya tidak hanya mengubah dunia fisika tetapi juga berdampak pada berbagai bidang termasuk pertanian.

Berkat jasa kedua ilmuwan ini, pertanian modern telah mengalami revolusi yang luar biasa dibandingkan satu atau dua dekade lalu.

Hadiah Nobel Fisika jarang diberikan kepada ilmuwan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi bidang pertanian.

Namun, di usia 91 dan 76 tahun, Hopfield dan Hinton mendapat penghargaan atas kerja keras mereka selama 44 tahun terakhir.

Keduanya mengembangkan gagasan yang berpotensi mengubah cara pertanian dilakukan di seluruh dunia.

Kecerdasan buatan (AI) terutama didasarkan pada jaringan saraf. Metode tersebut mulai berkembang pada tahun 1940-an dengan model yang dirancang untuk meniru cara kerja otak manusia.

Pada tahun 1980an, Hopfield dan Hinton menciptakan jaringan dengan mengembangkan representasi matematis tentang bagaimana jaringan yang saling berhubungan dapat memperkuat atau melemahkan jaringan.

Angka-angka ini memungkinkan sistem dengan cepat mengubah masukan menjadi hasil yang diinginkan.

Jaringan kecerdasan buatan kemudian mulai semakin populer pada tahun 1990an seiring dengan meningkatnya daya komputasi.

Terobosan terjadi pada awal tahun 2000an ketika pembelajaran mendalam, salah satu cabang jaringan industri, berkembang pesat.

Tonggak penting dalam sejarah AI terjadi pada tahun 2012, ketika Alex Krizhevsky dan timnya memenangkan kompetisi ImageNet menggunakan jaringan saraf dalam (AlexNet).

Pencapaian ini menunjukkan bahwa pembelajaran mendalam dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam pengenalan gambar, yang dapat membawa revolusi besar dalam penelitian AI.

Sejak itu, teknologi AI terus berkembang pesat, dengan berbagai bentuk bahasa seperti ChatGPT yang digunakan di berbagai bidang, termasuk pemrosesan bahasa alami dan pengenalan gambar.

Pembelajaran mesin, salah satu cabang AI yang berfokus pada analisis dan prediksi, telah digunakan di berbagai bidang, termasuk pertanian.

Dunia pertanian

Di bidang pertanian, teknologi AI digunakan untuk memprediksi hasil panen dari citra satelit, memprediksi kebutuhan pupuk menggunakan analisis tanah, dan memantau kondisi tanaman.

Contoh pemanfaatan AI dalam bidang pertanian di Indonesia adalah penelitian yang dilakukan oleh Dhimas Wiratmoko dari Balai Penelitian Kelapa Sawit.

Selama studi doktoralnya di Universitas Sumatera Utara, Dhimas mengembangkan metode berbasis web yang menggunakan citra satelit untuk mengetahui nutrisi daun lontar. Secara tradisional, petani harus mengirimkan sampel daun ke laboratorium untuk dianalisis, yang memakan waktu lama.

Dengan teknologi berbasis AI, proses ini dapat dilakukan dengan cepat sehingga petani di Sumatera Utara dapat menilai nutrisi tanamannya secara besar-besaran.

Senada dengan itu, Rodianto, peneliti Indonesia yang mengajar di Universitas Malaya, Terengganu, telah mengembangkan model yang dapat memantau pertumbuhan padi dimanapun di dunia.

Di Australia, mahasiswa Indonesia di University of Sydney, Marliana Vidyaswati, telah mengembangkan sistem yang dapat memantau ketinggian air tanah secara real time di pulau Tasmania. Informasi ini digunakan oleh petani untuk menentukan kapan dan berapa banyak air irigasi yang dibutuhkan.

Selain itu, di Lembaga Penelitian dan Inovasi Nasional (BRIN), peneliti seperti Dr. Yi Suleiman dan Dr. Peneliti dari Dastica Kahana dan IPB University menggunakan pembelajaran mesin untuk menghasilkan peta tanah secara detail hingga tingkat kelompok.

Peneliti lain seperti Fazlullah Ramadani, Ph.D., telah melakukan penelitian berbasis AI pada hewan ternak seperti domba dan tanaman sayuran seperti bawang merah. Dr. Sari Intan Kailaku yang menggunakan pembelajaran mesin dalam pemantauan pascapanen mangga memberikan informasi berguna untuk pengambilan keputusan di sektor pertanian.

AI berpotensi memberikan manfaat besar pada berbagai tahap pertanian, mulai dari penanaman hingga pemanenan dan pemasaran. Namun pemanfaatannya masih terbatas karena ketersediaan teknologi dan infrastruktur.

Sebagai contoh, meskipun saat ini kita dapat membayangkan adanya aplikasi ponsel yang mampu menganalisis gambar tanaman dan secara otomatis memberikan rekomendasi pupuk, perangkat keras yang menunjukkan bentuk dan jumlahnya tidak begitu jelas karena keterbatasannya.

Di masa depan, AI diharapkan menjadi lebih maju dan lebih murah, sehingga memungkinkan petani untuk menggunakan teknologi tersebut lebih banyak.

Di Australia, misalnya, mesin bertenaga AI digunakan untuk mendeteksi dan mengendalikan gulma secara otomatis, sehingga mengurangi bahan kimia hingga 96%.

AI juga membantu petani memanfaatkan air untuk irigasi dengan lebih baik, memperkirakan waktu terbaik untuk mengairi berdasarkan data cuaca dan kondisi tanaman, sehingga meningkatkan penggunaan air.

Di bidang peternakan, AI digunakan untuk memantau kesehatan hewan secara real time menggunakan sensor dan kamera, serta mendeteksi tanda-tanda awal penyakit sehingga tindakan dapat diambil dengan cepat.

Misalnya, mesin pemerah susu robotik yang dilengkapi AI kini dapat memantau perilaku sapi, memberikan informasi berharga untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan hewan.

Penggunaan AI telah meluas hingga penggunaan drone dengan teknologi AI untuk memantau kondisi tanaman dan hasil panen.

Drone ini mampu mendeteksi populasi serangga, memprediksi hasil panen dan membantu dalam penyiapan benih dengan tingkat akurasi yang tinggi.

Meskipun investasi awal pada teknologi AI masih sangat tinggi, manfaat jangka panjang dari efisiensi operasional, penghematan sumber daya, dan peningkatan produktivitas menjadikan AI sebagai investasi di sektor pertanian.

Harapannya, seiring kemajuan teknologi, AI akan menjadi lebih terjangkau sehingga petani kecil pun dapat menggunakannya untuk meningkatkan produksi pertanian.

Oleh karena itu, kontribusi ilmuwan seperti John J. Hopfeld dan Jeffrey E. Hinton dalam pengembangan AI tidak hanya membawa perubahan besar dalam dunia sains, tetapi juga memberikan dampak yang signifikan terhadap masa depan pertanian di dunia.

*) Penulis adalah Profesor Pertanian di Universitas Sydney, Australia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *