Jakarta (ANTARA) – Konsultan Alergi-Imunologi Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) Prof. Dr. Dr. Zakiudin Munasir, Sp.A(K) mengungkapkan, alergi susu dan intoleransi laktosa merupakan dua kondisi masalah pencernaan yang berbeda.
“Alergi susu dan intoleransi laktosa merupakan dua kondisi yang sangat berbeda, meski sama-sama mengalami gangguan pencernaan setelah mengonsumsi produk susu,” kata Zakiudin dalam webinar bertema “Apakah alergi pada anak bisa dicegah?” yang diperiksa di Jakarta, Kamis.
Zakiudin menjelaskan, alergi susu merupakan suatu kondisi dimana tubuh anak mengalami reaksi imun terhadap protein yang terdapat pada susu, seperti kasein atau whey.
Alergi ini cenderung lebih parah dan memerlukan penanganan medis segera, dimana faktor genetik, terutama riwayat alergi dalam keluarga, dapat meningkatkan risiko terjadinya alergi susu pada anak.
Jika anak mengalami alergi susu, biasanya akan timbul gejala yang cukup berarti seperti ruam kulit, muntah-muntah, gatal-gatal, bengkak di sekitar mulut atau wajah, bahkan reaksi yang lebih parah.
Ia melanjutkan, intoleransi laktosa merupakan masalah pencernaan.
Berbeda dengan alergi susu, intoleransi laktosa terjadi ketika tubuh tidak mampu mencerna laktosa, yaitu gula alami yang terdapat dalam susu.
Kondisi ini terjadi karena kurangnya enzim laktase yang seharusnya membantu memecah laktosa di usus kecil.
Gejala yang biasanya muncul antara lain diare, kembung, dan sakit perut setelah mengonsumsi susu atau produk susu.
Dengan intoleransi laktosa, tubuh tidak bereaksi terhadap protein susu seperti pada alergi susu, melainkan hanya kesulitan mencerna laktosa.
Menurutnya, intoleransi laktosa bisa terjadi pada semua usia, meski lebih sering terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua.
Anak-anak yang mengalami intoleransi laktosa dapat mengonsumsi produk susu atau produk dengan kandungan laktosa rendah dalam jumlah terbatas tanpa menimbulkan gejala serius.
Orang tua dapat mencoba memberikan susu rendah laktosa atau menyesuaikan jumlah susu untuk mengurangi gejala.
“Jika anak mengalami gejala setelah mengonsumsi susu, penting untuk berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan menentukan langkah pengobatan yang tepat,” ujarnya.
Leave a Reply