Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua SIBERKREASI Mira Sahid mengimbau masyarakat lebih berhati-hati dalam menjaga kerahasiaan informasi, khususnya di media digital, dan memberikan masukan mengenai klasifikasi informasi yang tepat agar tidak terjadi penipuan.
“Kami telah bekerja sama dengan Kominfo (sekarang Komdigi) dan pemangku kepentingan kami sejak awal,” kata Mira dalam konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis.
“Pada tahun 2024, Comdigi akan menangani 4 juta konten negatif seperti pornografi, SARA, perjudian online, dan penipuan,” ujarnya.
Banyak sekali informasi dan berita negatif di media sosial dan media elektronik lainnya, salah satunya adalah penipuan. Berita palsu (fake news) adalah informasi yang tidak benar, namun dibuat seolah-olah benar adanya.
Menurut Meera, seringkali berita dan informasi palsu beredar untuk kepentingan kelompok tertentu hingga mempengaruhi opini publik dan tentunya berdampak negatif.
Nah, Mira berbagi tips agar masyarakat berhati-hati dalam memilah informasi dengan baik. “Anda dapat melihat apakah artikel tersebut cukup bagus untuk mengetahui apakah konten tersebut scam.”
Ia menambahkan, “Pertama, judulnya saja sudah provokatif. Kita bisa mengecek tanggal terbitnya artikel atau informasi tersebut, apakah dibuat-buat atau tidak.”
Meera juga mengatakan, berita palsu tersebut dapat dilihat pada gambar yang terlampir di sini. Dengan mengecek gambar melalui fitur Google Image, masyarakat dapat mengetahui apakah sumber gambar tersebut diambil pada saat kejadian atau dikutip dari orang lain.
“Dari artikel tersebut kita bisa mengecek siapa yang menulisnya, dan kita harus membangun pemikiran kritis kita dengan membandingkannya dengan platform lain,” kata Mira.
Berpikir kritis, atau berpikir kritis, diperlukan untuk membuat penilaian yang jelas dan rasional tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang diyakini. Dengan cara ini, Anda bisa membedakan mana berita yang terpercaya dan mana yang palsu.
Meera juga berpesan kepada masyarakat untuk tidak langsung percaya dengan pemberitaan media yang mungkin bukan media terpercaya. Sebaiknya periksa kembali berita tersebut ke media terpercaya lainnya, sehingga kecil kemungkinan berita tersebut palsu.
“Dibandingkan dengan platform (berita) lainnya, jika sebuah artikel diterbitkan oleh media besar atau beberapa media memberitakan hal yang sama, berita palsu mungkin lebih sedikit,” kata Meera.
“Tetapi jika kita akan menulis tentang media yang tidak mengetahui apa itu media dan domainnya gratis, maka kita harus mempertanyakannya,” lanjutnya.
Selain itu, perhatikan juga cara penyampaian berita atau aturan pemberitaan. Biasanya berita bohong disampaikan dalam bahasa Indonesia yang tidak beraturan, terdapat kesalahan tanda baca dan keterangan penulisan lainnya.
“Kalau ada berita, kita cenderung menyebarkannya, meski harus bersabar sebelum menyebarkannya,” kata Meera.
“Kalau beritanya kita screenshot, perlu dicek link aslinya seperti apa. Mungkin saja judulnya diganti dengan inspeksi (kode komputer khusus),” tutupnya.
Leave a Reply