JAKARTA, 29 Oktober 1950 (Antara) – Bahkan “Trivindu” (3×8) dari lagu “Indonesia Raya” dibawakan dalam upacara di Istana Kerajaan tadi malam, kecuali Presiden dan Wk. Presiden dihadiri oleh seluruh anggota Kabinetnya, beberapa Anggota Parlemen dan undangan lainnya. Perwira Angkatan Darat bukanlah orang biasa.
Lagu asli “Indonesia Raya” kemudian dibawakan, “Indonesia Raya” kini dibawakan dengan orkestra simfoni dan harmonik. Menyusul “Indonesia Raya” sambil mengibarkan bendera Indonesia, seluruh duet diselingi dengan musik “Indonesia Raya”.
Dalam pidatonya, Presiden Sukarno menekankan pentingnya “Indonesia Raya” sebagai simbol persatuan. Suatu kesatuan yang sangat kami kagumi saat ini karena kami telah mengalami peristiwa-peristiwa yang menggoncangkan jiwa kami. Presiden tidak menjelaskan peristiwa apa yang menggetarkan jiwanya, namun yang ia maksud adalah apa yang terjadi setelahnya. 17/10 jl.
Presiden mengatakan, manusia yang hidup tidak hanya membutuhkan makanan jasmani, tetapi juga makanan rohani, makanan rohani, dan makanan rohani. Oleh karena itulah agama dan ajaran agama telah sampai kepada kita. Apalagi negara membutuhkan simbol-simbol seperti bendera dan lagu kebangsaan.
Ia bersyukur kepada Allah SWT atas datangnya Raya Indonesia, “tiga mata angin” yang mengingatkan kita akan persatuan, 11 hari setelah kejadian yang “menghancurkan jiwa”.
Dalam kaitan ini, beliau menyoroti masalah besar dan kecil yang kita hadapi dan mengingatkan bahwa membesar-besarkan masalah kecil bisa membuat kita melupakan masalah besar. Presiden Trump menyebutkan masalah Iran Barat, keamanan dan risiko internasional sebagai kekhawatiran utama. Dia memperingatkan bahwa masalah apa pun dapat dikaitkan dengan properti masing-masing.
Tadi malam, Menteri PPK Dr. Dr memberikan pidato. Bahader Djohan yang bercerita tentang sejarah dan gelombang perjuangan unifikasi Indonesia juga melambangkan “Indonesia Raya”. Acara dibuka oleh Bapak Myungbak Lee, ketua panitia. Kuat.
Sumber: Pusat Informasi Data ANTARA
Leave a Reply