Jakarta (Antara) – Indonesia perlu memproduksi 20 juta kiloliter minyak sawit mentah (CPO) per tahun untuk melaksanakan program 50 persen biodiesel atau B50, kata Kementerian Pertanian.
Pencapaian target B50 memerlukan kapasitas terpasang sekitar 25 juta kiloliter industri biodiesel, kata Mohammad Foz Jan Rida, ketua Kelompok Kerja Pemasaran Internasional Kementerian Pertanian, Kementerian Tanaman.
“Saat ini kapasitas terpasang industri biodiesel kita berada pada kisaran 17-18 juta kiloliter,” ujarnya dalam forum publik Indef di Jakarta, Rabu.
Biodiesel yang saat ini digunakan di Indonesia masih B35 Pemerintah mengatakan Indonesia akan meningkatkan campuran biodiesel dari B35 menjadi B40 pada tahun 2025 dan sedang menyiapkan bahan bakar dengan 50 persen minyak sawit dan 50 persen solar untuk penerapan B50.
Fouzon mengatakan, kebutuhan produksi CPO untuk B35 mencapai 13,4 juta kiloliter, sedangkan B40 membutuhkan 16,08 juta kiloliter.
Fauz Jan mengatakan pemerintah sedang mengkaji alokasi ekspor ke pasar Eropa untuk memenuhi kebutuhan CPO dalam negeri.
Langkah tersebut dinilai melegakan ketika Uni Eropa menerapkan aturan terkait anti kehutanan atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang menjadi tantangan bagi ekspor minyak sawit Indonesia.
Namun menurutnya, memiliki kontrak jangka panjang dengan pembeli di kawasan tersebut bisa menjadi kendala.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mendalam terhadap pengalihan alokasi ekspor tersebut agar tidak berdampak negatif terhadap devisa negara dan menghambat kerja sama dengan mitra dagang di Eropa dan negara lain, ujarnya. .
Kajian supply dan demand, kajian ekonomi, kajian kelembagaan, bantuan keuangan, dan infrastruktur masih terus dilakukan, ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ekonom Senior Indef Fadil Hasan mengatakan peningkatan campuran biodiesel dari B35 menjadi B50 serta peningkatan produksi CPO dalam negeri diperlukan untuk menjaga keseimbangan pasokan CPO pada sektor bahan bakar dan pangan.
Dia mengatakan kurangnya peningkatan produksi CPO akan menyebabkan penurunan ekspor karena peningkatan pencampuran biodiesel.
Menurut Fadil, penurunan ekspor ini berpotensi meningkatkan harga CPO di pasar internasional yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga minyak goreng dalam negeri.
Leave a Reply