JAKARTA (ANTARA) – Pemerintah sedang mengembangkan kebijakan keuangan dan insentif untuk mendukung penjualan biodiesel, khususnya kerja sama antara petani plasma, petani mandiri, dan perusahaan biodiesel.
Direktur Jenderal Bioenergi Direktorat Jenderal Sumber Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Edi Wibowo, menekankan pentingnya pengembangan biodiesel yang berkelanjutan, termasuk rencana penerapannya. B100 di masa depan.
Tidak hanya Kementerian ESDM yang terlibat dalam pengerjaan biodiesel, lanjutnya, Kamis, namun kerja sama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perekonomian dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk produsen dan petani.
“Produksi biodiesel sangat bergantung pada minyak sawit sebagai bahan bakunya. Oleh karena itu, peran petani sawit, baik mandiri maupun plasma, sangat penting,” ujarnya dalam diskusi keberlanjutan biodiesel yang mengusung tema “Implementasi Kerja Sama Petani dan Industri Biodiesel di Bidang Pertanian”. pengembangan biodiesel sawit untuk kepentingan petani. Seorang petani kelapa sawit.”
Ia menegaskan, kerja sama antara petani dan pengusaha perlu ditingkatkan agar program biodiesel berhasil tidak hanya di sektor industri tetapi juga dapat memberikan manfaat langsung bagi petani sawit.
Koordinator Kelembagaan Dana Kelapa Sawit dan Aneka Tanaman Sawit Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Mula Putra menambahkan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) melalui program beasiswa dan pelatihan pemerintah bagi petani.
Pendataan melalui Dokumen Pendaftaran Tanaman (STDB) akan diperkuat untuk memperbaiki sistem Pemasaran Buah Segar (FFB) dan meningkatkan pendapatan petani melalui penembakan inklusi, pertanian dan pembuangan limbah kelapa sawit.
Mula Putra berharap dengan proses tersebut dapat diperoleh hasil laut segar 30-40 ton per hektarnya dengan rendemen 23-25%
“Peningkatan ini diharapkan dapat mendukung program biodiesel yang dihasilkan dari minyak sawit sebagai bahan baku dan meningkatkan kesejahteraan petani sawit di Indonesia,” ujarnya.
Ketua Umum Persatuan Produsen Kelapa Sawit (SPKS), Sabarudin, kemarin mengatakan program biodiesel yang diluncurkan pada 2015 belum memberikan dampak penuh terhadap petani sawit.
Jika kemanfaatan petani melalui kerja sama dengan perusahaan pemilik biodiesel menjadi tujuan awal program ini, lanjutnya, hingga saat ini kerja sama tersebut belum terpenuhi.
“Program biodiesel ini sudah ada sejak tahun 2015, namun kerjasama antara petani dan perusahaan biodiesel masih jauh dari harapan,” ujarnya.
Ia mengatakan, di Riau, wilayah dengan lima kabupaten yang menjadi lokasi industri biodiesel, hasil kerja sama tersebut masih belum dirasakan manfaatnya oleh para petani. Petani terus menjual minyak sawit melalui perantara dan tidak langsung ke produsen biodiesel.
Oleh karena itu, SPKS menekankan pentingnya adanya peraturan yang mewajibkan adanya kerjasama antara perusahaan produksi biodiesel dengan petani, khususnya di wilayah yang termasuk dalam izin tersebut.
“Ke depan, petani harus berpartisipasi aktif dalam pengembangan biodiesel agar benar-benar merasakan hasilnya,” ujarnya.
Leave a Reply