Jakarta (Antara) – Kepala Ekonom Institute for Economic and Financial Development (INDEF) Fadil Hasan mengungkapkan, pengetahuan petani terhadap penerapan peraturan anti deforestasi Uni Eropa atau European Union’s Deforestation Regulation (EUDR) masih rendah.
Temuan tersebut berdasarkan data 500 petani yang menjadi responden studi Indef di tiga sentra perkebunan kelapa sawit yang menjadi bagian rantai pasok ekspor terbesar Uni Eropa, yaitu Siak, Riau; Mesuji, Lampung; dan Ketapang, Kalimantan Barat.
“94 persen responden belum pernah mendengar peraturan EUDR ini. Padahal peraturan ini akan berdampak besar bagi mereka,” kata Fadil Hassan di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, ketidaktahuan petani terhadap aturan tersebut bisa berdampak negatif signifikan terhadap perekonomian daerah.
Jika petani tidak memahami peraturan ini dan memenuhi persyaratan yang tercantum, mereka tidak dapat lagi mengekspor produk minyak sawit mereka ke pasar Eropa, sehingga mengurangi pendapatan dan pemungutan pajak daerah.
Karena hanya 6 persen petani yang mengetahui tentang EUDR, ia juga meminta pemerintah untuk meningkatkan informasi tentang penerapan peraturan ini baik di kalangan petani maupun pemerintah kota.
Selain edukasi mengenai implementasi EUDR, Fadil juga menyatakan bahwa petani juga memerlukan dukungan finansial, teknis, dan pelatihan untuk mengimplementasikan peraturan tersebut.
Ia menyebutkan, 61,58 persen responden membutuhkan bantuan dana, 36,36 persen lainnya membutuhkan bantuan pelatihan teknis, dan sisanya membutuhkan bantuan teknis dan lainnya.
“Jadi secara umum untuk mematuhi (EUDR) mereka membutuhkan dukungan. “Dukungannya banyak yang bersifat finansial sehingga mereka bisa mengikuti aturan tersebut,” ujarnya.
Faktanya, insentif pajak untuk menaikkan harga tandan buah segar (TBS) sawit sebesar 22,73 persen atau sekitar Rp500 per kilogram tidak mendorong petani untuk menerapkan ketentuan tersebut.
Hanya 60 persen responden yang bersedia mematuhi aturan EUDR dengan besaran insentif tersebut.
Melalui kajian tersebut, pihaknya juga menemukan dengan pemberlakuan peraturan tersebut, harga TBS sawit diperkirakan akan turun sebesar 4,9 persen hingga 9,4 persen.
Fadhil mengatakan, jumlah produsen sawit yang hidup di bawah garis kemiskinan juga bisa ditingkatkan dari 1,15 persen menjadi 10,4 persen.
Ia juga menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali penerapan EUDR, menerapkan harga premium untuk melindungi kesejahteraan petani, memberikan insentif yang memadai, memastikan kesiapan petani, akses pasar, dukungan regulasi dan dukungan pasar internasional.
Pemerintah juga harus memastikan bahwa peta hutannya diterima oleh Uni Eropa untuk menilai apakah Indonesia mengalami deforestasi.
“Saat EUDR ini diterapkan tahun depan, saya pikir kita perlu memastikan bahwa kita termasuk negara dengan risiko rendah dalam hal deforestasi dan petani tidak ketinggalan dalam rantai pasokan,” tambahnya.
Leave a Reply