Purwokerto (ANTARA) – Purwokerto, Profesor Thotok Agung Dwi Harianto, pakar pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), mendukung tujuan pencapaian swasembada pangan dalam empat hingga lima tahun yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
“Saya mendukungnya dan itu realistis. Fokus, konsistensi dan istikama itu penting,” kata Profesor Totok di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada Minggu.
Ia berharap dengan tidak adanya lagi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BALIT), maka tujuan pencapaian swasembada pangan akan menjadi program prioritas di antara program Kementerian Pertanian lainnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, sudah saatnya temuan tersebut diterapkan untuk meningkatkan produksi guna mencapai tujuan swasembada pangan dalam empat hingga lima tahun ke depan.
Ia mengatakan, Indonesia siap menjadi food basket dunia berdasarkan beragam potensi yang ada, seperti yang disampaikan Presiden Prabowo dalam pidatonya pada acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029. Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu.
“Ya, kita adalah negara yang memiliki banyak kelebihan. Kita punya matahari sepanjang tahun. Matahari adalah modal kita yang paling penting, karena sumber kehidupan semua berasal dari matahari,” jelasnya.
Di sektor pertanian, tanaman, termasuk tanaman pangan, memanfaatkan energi matahari untuk mengubah karbon dioksida (CO2) dan air di dalam tanah menjadi karbohidrat dan oksigen, ujarnya.
Karena Indonesia mendapat sinar matahari sepanjang tahun, masa panen padi bisa dilakukan dua hingga tiga kali dalam setahun, ujarnya.
“Dibandingkan negara empat musim dengan sinar matahari terbatas, kami panen paling banyak setahun sekali,” ujarnya.
Hasil panen per satuan luas di Indonesia mungkin rendah, namun bila dikalikan dengan jumlah benih yang ditanam per tahun, jelas bahwa Indonesia mempunyai produktivitas tahunan per hektar tertinggi di dunia.
Oleh karena itu, menurutnya, tujuan dan harapan Presiden Pravovo tidak akan terwujud dalam 4-5 tahun ke depan.
Ditegaskannya, “Yang penting fokus, berdedikasi dan istikama.”
Namun menurutnya, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, antara lain ketersediaan benih bersertifikat atau berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup dan tepat.
Menurutnya, benih harus terjamin mutunya sesuai standar sertifikasi benih dan harus berasal dari varietas terbaik milik Indonesia.
Dikatakannya, selain benih, ketersediaan air belum tentu cukup, namun harus memenuhi kebutuhan petani untuk bercocok tanam.
“Kalau lahannya bukan sawah, tidak perlu irigasi. Ya pakai air hujan atau irigasi efektif sesuai kebutuhan,” ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa penyesuaian iklim terjadi di wilayah timur Indonesia, termasuk provinsi Malatengara bagian timur dan Flores, karena suhu yang terlalu tinggi. Jika Anda hanya bisa menanam padi setahun sekali, maka tidak perlu menanamnya dua kali setahun.
“Jadi beradaptasi dengan iklim. Kalau bisa iklim apa yang terdampak, apa teknologi kita dalam menyediakan hujan, apa saja teknologi hujannya,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, salah satu cara mengelola sumber daya air agar dapat digunakan saat dibutuhkan adalah dengan menampung air hujan dalam jumlah besar agar dapat digunakan pada musim kemarau.
Usai permasalahan benih dan air, lanjutnya, kondisi tanah sudah lama memprihatinkan dan sudah saatnya dilakukan pemupukan kembali dengan mikroorganisme yang dapat menyuburkan tanah.
Menurutnya, hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan pupuk organik atau hayati yang seimbang serta pupuk kimia sintetik dalam jumlah yang terbatas dan terkendali.
“Selain itu, inovasi juga mencakup teknologi yang disesuaikan dengan spesifikasi lokal. “Ini berarti menggunakan teknologi mekanisasi penuh di wilayah yang memungkinkan mekanisasi menyeluruh, dan menggunakan teknologi yang sesuai dengan lokasi atau budaya setempat di wilayah yang tidak memungkinkan mekanisasi menyeluruh,” katanya.
Ia mengatakan budidaya yang berkualitas dan tenaga kerja yang mampu berproduksi tinggi, serta kepastian harga dan kesejahteraan harus terjamin.
Oleh karena itu, menurutnya, kelembagaan yang menunjang produksi dan pasar harus dihidupkan kembali.
“Lembaga yang memungkinkan terjadinya koperasi, agrobisnis, dan kompleks pangan, misalnya, lembaga perlu dikelola dengan baik,” ujarnya.
Menurut dia, hal itu untuk memastikan seluruh produk pertanian terserap dengan harga yang menguntungkan petani.
Profesor Totok mengatakan, “Yang terpenting adalah kebijakan pemerintah untuk mendukung kesejahteraan petani dan secara bertahap mengurangi impor beras.”
Leave a Reply