Jakarta (ANTARA) – Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Prabunindya Revta Revolution menegaskan aplikasi Temu tidak mematuhi regulasi di Indonesia dan mengancam keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UKM). . .
Sedangkan untuk aplikasi Temu, dari segi model bisnisnya jelas tidak sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia, baik dari sisi perdagangan maupun ekosistem UMKM yang harus kita jaga dan jaga, kata Prabu dalam siaran persnya. , Senin.
Dijelaskannya, aplikasi Temu menghubungkan langsung produk dari pabrik ke konsumen sehingga memungkinkan terjadi predatory pricing atau penjualan yang merugikan. Hal ini dinilai sangat berbahaya bagi UKM lokal.
Menurutnya, jika produk luar negeri masuk dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk UKM, konsumen pasti akan memilih yang lebih murah. Hal ini membuat UKM sulit bersaing.
Ia menilai kehadiran aplikasi semacam itu dapat merusak ekosistem bisnis UKM, apalagi harga produk luar negeri sangat rendah dan mengancam keberlangsungan usaha kecil.
Oleh karena itu, pemerintah mengambil tindakan tegas untuk melindungi UKM dalam negeri. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir aplikasi tersebut.
Selain ancaman terhadap UKM, Prabu juga menegaskan bahwa aplikasi Temu belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Indonesia.
“Bila tidak terdaftar sebagai PSE, potensi pemblokiran terbuka lebar,” kata Prabu.
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menemukan trafik pengguna aplikasi ini di Indonesia masih sangat rendah. Namun jika terjadi peningkatan dan dampak yang signifikan, Kementerian Komunikasi dan Informatika akan segera mengambil tindakan.
Prabu juga menekankan aspek perlindungan konsumen. Kualitas produk yang dijual melalui Temu dinilai tidak terjamin terutama karena tidak sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia.
“Ketika harga produk sangat murah maka kualitasnya tidak bisa terjamin. Ini berbahaya bagi pengguna,” jelasnya.
Untuk menjamin keselamatan konsumen, Kementerian Komunikasi dan Informatika berkoordinasi dengan kementerian terkait, seperti Kementerian UKM dan Kementerian Perdagangan untuk mengkaji potensi ancaman dari PSE yang tidak patuh.
Prabu menyatakan, tindakan pembatasan itu dilakukan karena TEMU belum terdaftar sebagai PSE di Indonesia. Proses pendaftaran PSE sendiri terbilang sederhana, namun hingga saat ini belum ada indikasi dari TEMU untuk mematuhinya.
“Jika PSE tidak patuh apalagi beroperasi secara ilegal tanpa melalui bea cukai, jelas kita harus bertindak untuk melindungi kepentingan UMKM dan konsumen di Indonesia,” kata Prabu.
Kementerian Komunikasi dan Informatika akan terus mengkaji aplikasi tersebut berdasarkan parameter validitas, trafik pengguna, dan keamanan data.
“Kami akan memblokir dengan tegas aplikasi yang tidak sesuai dengan peraturan Indonesia,” ujarnya.
Prabu menambahkan, pihaknya sangat terbuka dengan kerja sama dan sinergi berbagai pihak untuk memastikan dunia digitalisasi di Indonesia tetap sesuai aturan.
Oleh karena itu, jika ada yang menemukan aplikasi ilegal, bisa langsung melaporkannya ke Kementerian Komunikasi dan Informatika atau saluran pengaduan lainnya di seluruh pemangku kepentingan untuk segera ditindaklanjuti.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi membenarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir aplikasi Temu karena tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Indonesia.
“Temu kami hapus sebagai respon cepat atas kekhawatiran masyarakat khususnya pelaku UMKM. Apalagi Temu belum terdaftar sebagai PSE, saat ini sudah tidak bisa digunakan lagi.
Indonesia,” kata Budi Arie.
Menurutnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika bertindak cepat memblokirnya untuk melindungi UKM di Tanah Air dari serbuan produk luar negeri. Saat ini produk luar negeri mengancam produk UMKM baik melalui penjualan online maupun offline.
Leave a Reply