Kabar Harapan

Memberikan Informasi Terupdate Dalam Negri & Luar Negri

Musik rock pada era digital

Jakarta (Antara) – Evolusi teknologi produksi musik analog ke digital telah mengubah langsung industri musik, terutama cara musik dibuat dan dikonsumsi.

Di era analog, musisi rock Tanah Air merasakan kelezatan penjualan album fisik, seperti God Bless tahun 1988 dengan album Semut Hitam yang terjual hampir 400.000 keping. Sedangkan di era semi digital, Jamrud meraih 2 juta kopi pada tahun 2000 dengan albumnya Nigrat.

Paddy, Dewa, dan Kokelat hanyalah segelintir grup berelemen rock – rock alternatif atau pop-rock – yang mencicipi manisnya era musik komersil sebelum era digital.

Era digital dalam produksi musik ibarat “taman bermain” bagi para musisi. Proses pembuatan efek suara, eksperimen dan perekaman akan dilaksanakan.

Namun kehadiran teknologi digital juga membawa permasalahan. Memang kita sudah sepakat bahwa teknologi digital sangat efektif dalam proses produksi.

Soalnya format musik digital MP3 sangat mudah diunduh, didistribusikan, dan dinikmati dengan cara “pembajakan”.

Manis sekali, tapi jaman sudah berubah, di era CD tidak terlalu terdengar. Tapi kalau CD dipukul dengan MP3, sangat terdengar. Grup Cokelat, Roni Fabri Nugroho, kepada ANTARA.

Produk bajakan bukanlah hal baru dalam industri musik karena sudah ada sejak zaman kaset. Oleh karena itu, meski masih sulit untuk ditolak, tidak ada alasan bagi para seniman untuk kehilangan akal sehatnya.

Lokananta merupakan perusahaan rekaman musik pertama di Indonesia yang didirikan oleh Oitojo Somowidjojo dan Raden Ngabehi Soegoto Sorjodiporo pada tanggal 29 Oktober 1956, yang memproduksi dan menyalin piringan hitam dan kaset audio. (Antara Foto/Mohamed Ayuda)

Pada awal tahun 2000-an, penjualan album fisik terus menurun. Bahkan setelah itu, album tersebut tidak mencapai satu juta kopi hingga tahun 2010. Jangan tanya bagaimana sekarang, yang baru mencapai 150 ribu kopi sudah mendapat predikat platinum.

Tentu saja, ini adalah dekade yang sulit bagi musisi. Jadi bagaimana Anda bertahan dalam masa transisi teknologi dan bisnis ini?

“Jangan sampai terjual 1 juta kopi dan sekarang hanya terjual 150 ribu, nanti kamu lemah dan malas,” kata Ronnie. “Ini benar-benar sebuah tantangan. Bagaimana bekerja seiring berkembangnya teknologi. Ada digital, ada aliran, dan apa saja pilihan untuk masa depan.”

“Teruslah bekerja, karena pekerjaan terbaik masih ada. Musik tidak pernah mati. Bisnis lain tidak mati karena digital, bukan?” katanya.

Eet Sjahranie, gitaris Edane dan mantan anggota God Bless, tak punya resep khusus untuk bertahan lebih dari 30 tahun di belantika musik rock, kecuali keinginan untuk terus berkarya.

“Kuncinya bahagia, tidak butuh uang. Tapi kalau sudah bahagia, jangan memikirkan hal lain, teruslah berkarya,” kata Eit.

Gitaris legendaris Van Halen, salah satu penggemar grup hard-rock tersebut, tidak ingin khawatir dengan peralihan dari teknologi analog ke digital, yang telah mengubah mendengarkan kaset menjadi streaming ponsel.

“Digital memberikan hal yang nyata.” “Tidak masalah, kamu hanya perlu mengikuti perkembangan zaman.”

Selain kesuksesannya bersama God Bless, Eden mulai terkenal pada tahun 2002 ketika ia merilis album 170 Volt dengan lagu “You Think You Are Everything”.

Dengan berpindah ke format rekaman, Ete Edane mengaku sudah beradaptasi dengan era digital. “Kita sudah digital sejak 2004. Terakhir semi digital 2001. Awalnya pakai tape, lalu pindah ke digital,” ujarnya.

Ludacris merilis album digital pada tahun 2003. REUTERS/Jeff Christensen JC/SV

Mengalir

Sebuah studi dari Winston-Salem State University, North Carolina, AS, “Music in the Digital Age: Musicians and Fans ‘Networked Together’ Around the World” menemukan bahwa ada tiga jenis audiens musik.

Pertama adalah audiens yang siap membeli atau mencoba membeli karya tersebut. Yang kedua adalah mereka yang tidak membeli apa-apa selain menikmati mendengarkan musik di radio atau televisi. Dan yang ketiga adalah mereka yang menyukai musik bajak laut.

Ketika penjualan CD menurun karena mudahnya tersedianya musik bajakan, teknologi terus berinovasi hingga munculnya layanan streaming musik. Para pecinta musik ilegal tidak perlu melakukan jailbreak pada musik karena cukup mendengarkannya melalui streaming. Sedangkan pendengar setianya tetap membeli album fisiknya.

Streaming musik membuka jendela bagi pendengar musik lain untuk mencoba musik baru. Penggemar rock dapat mendengarkan musik jazz atau country tanpa membeli, namun musisi tetap mendapatkan haknya dari pemain digital.

Musisi Eddie Hidayatullah alias Eddie Broccoli meyakini era musik rock terbuka dan bebas dari standar rock lama.

“Sekarang rock lagi booming. Kalau saya punya anak di tahun 2000-an, mungkin kaset mereka Metallica, Pantera, Anthrax, Slayer, semuanya dalam satu genre. Itu Sex Pistols, The Clash, The Ramones, dan Friends,” tuturnya.

Tapi anak-anak rock masa kini mungkin akan memilih Greenday, Coldplay, dan sebagainya. Tak salah, kali ini sebenarnya banyak yang jadi referensi, kata vokalis grup musik Harapan Jaya itu.

“Sekarang karena banyak sekali referensi tentang musik, setiap orang memenuhi syarat untuk menjadi direktur musik.”

Era streaming musik telah membuka mata para pecinta musik terhadap perkembangan terkini. Cukup ketuk layar ponsel tanpa harus mencari klip.

“Waktu buka YouTube, pengen tahu band rock terbaru. Ternyata banyak yang belum tahu. Ternyata ada band ini, begitulah musik rock sekarang. Tapi, kata Ronnie, itu band rock lain, dan mereka berbeda.

Tidak hanya membuat musik lebih efisien, namun pengalaman streaming memberikan peluang bagi artis untuk memiliki hak atas lagu mereka secara digital.

“Detailnya belum kami cek. Tapi ada laporan dari perusahaan rekaman yang menyatakan memang ada akses dan pengaruh digital,” kata Ete.

Eet, Ronny, dan Eddi meyakini era streaming musik membuka peluang yang sangat luas bagi para calon musisi. Berkat kemudahan digital, musik dapat diproduksi di rumah, didistribusikan melalui perangkat internet, tanpa terikat pada label rekaman, murah, efisien dan dapat menjangkau segmen penonton tertentu.

Satu lagi, dengan platform digital berbasis web, artis tidak hanya bisa menawarkan lagu, tapi juga informasi jadwal panggung, penjualan musik, dan merchandise dalam satu paket.

“Kuncinya kerja. Teruslah bekerja, pasti ada jalannya,” kata Ronnie.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *